Del aja kalo tidak berkenan.

 

Dan Pendeta Yahudi Itupun Akhirnya Bersyahadat 


 




Kategori :

 <http://www.kebunhikmah.com/article.php?catid=30> Hidayah & Kisah Mualaf

 

 

 

 


 

Minggu, 30 Desember 2007 @ 12:28:24

 

 


 


Seminggu menjelang Ramadan lalu, kelas the Islamic Forum nampak lebih ramai
dari biasanya. Mungkin karena banyak di antara muallaf itu ingin lebih
mendalami puasa, baik dari segi hukum-hukum yang terkait maupun makna-makna
hakikat dari puasa itu. Hampir semuanya wajah lama atau murid-murid lama,
baik muallaf maupun non Muslims, yang telah mengikuti diskusi Islam di forum
tersebut lebih dari 3 bulan. Tapi nampak juga beberapa wajah yang belum aku
kenali sama sekali.

Salah satu wajah baru itu adalah seorang pria putih dengan janggut pendek
yang terurus rapih. Duduk di pinggiran ruangan, dan nampak memperhatikan
dengan seksama tapi terlihat cuwek. Aku sangka bahwa orang ini adalah
seorang Muslim karena wajahnya mengekspresikan persetujuan dengan setiap
poin yang kusebutkan siang itu. Tapi, nampak dingin dan sepertinya tidak
nampak bahwa dia tertarik dengan penjelasan saya itu.

Saya memang memulai penjelasan saya dengan sejarah puasa kaum-kaum
terdahulu. Merujuk pada kata-kata "kamaa kutiba 'alalladzina min qablikum"
(sebagaimana telah diwajibkan atas kaum-kaum sebelum kamu), saya kemudian
merujuk kepada beberapa fakta sejarah puasa umat-umat terdahulu, termasuk
kaum yahudi. Di saat saya intens menjelaskan ayat ini, tiba-tiba dia
tersenyum dan mengangkat tangan.

"Yes Brother!" sapa saya. "Can I say something?" tanyanya. Tentu dengan
senang saya menyetujuinya. Dia kemudian meminta maaf karena tiba-tiba masuk
ke kelas ini tanpa permisi. "I feel I did some thing impolite", katanya. "Oh
no, this forum is open for every person, and doesn't require any
registration. You are in the right place on the right time", jawabku.

"What did you want to say Brother? But let me ask you first, what is your
name?", tanyaku. "Sorry, I am Shimon!", jawabnya.

Dia kemudian menjelaskan puasa dari perspektif Yahudi. Dengan sangat lancar
dan seolah berceramah dia bersungguh-sungguh menjelaskan sejarah dan makna
puasa dari pandangan ajaran Yahudi. Mendengarkan penjelasan itu, hampir
semua yang hadir terkejut. Melihat situasi itu, sayapun bertanya: "Sorry
Brother, are you a Muslim or not? And why do you know a lot about Judaism?".

Sedikit gugup dia kemudian mengatakan: "Imam, actually I am a Rabbi. I was
ordained Rabbi two years ago". Mendengarkan penjelasannya itu rupanya
membuat banyak peserta ternganga. Baru pertama kali kelas the Forum for non
Muslims ini ditangani seorang Rabbi (pendeta Yahudi). Apalagi dalam
penjelasannya tentang puasa itu seperti mendakwahkan ajarannya. Sehingga
wajar kalau ada yang curiga kalau-kalau dia datang untuk sebuah misi.

Saya kemudian menyapah dengan ramah dan mengatakan: "Welcome to our class
sir!". Tapi untuk menenangkan para peserta saya menyampaikan kepadanya bahwa
saya sudah seringkali terlibat dialog dengan pendeta-pendeta Yahudi, seraya
menyebutkan beberapa Rabbi senior di kota New York . Mendengarkan nama-nama
itu, rupanya cukup mengagetkan bagi dia. "All those are very respectful
Rabbis!" katanya. "Yes, I am fortunate to have known them and be known by
them!" kataku.

Saya kemudian menyampaikan terima kasih atas penjelasan-penjelas annya
mengenai puasa di agama Yahudi. "It's almost similar to ours. The only thing
that you guys keep changing it throughout the history". Mendengar itu,
nampaknya dia setuju dan hanya mengangguk.

Saya kemudian melanjutkan penjelasan saya mengenai hukum-hukum puasa.
Murid-murid muallaf, dan bahkan non Muslim yang hadir hari itu memang ingin
tahu bagaimana menjalankan ibadah puasa. Tanpa terasa, penjelasan mengenai
puasa itu memakan waktu lebih 2 jam. Akhirnya tiba sesi tanya jawab.

Rupanya tidak terlalu banyak hal yang ditanyakan oleh peserta dan waktu
masih ada sekitar 45 menit. Maka kesempatan itu saya pergunakan untuk
menjelaskan agama dan umat Yahudi dalam perspektif Al-Quran dan sejarah.
Bahwa memang Al-Quran menyinggung secara gamblang sikap orang-orang Yahudi
terdahulu, mulai sejak nabi Ya'kub hingga nabi-nabi kaum Israil lainnya,
termasuk umat nabi Musa A.S.

Sejarah pergulatan politik, agama, kultur dan budaya antara kaum Muslimin
dan kaum Yahudi di Madinah, termasuk bagaimana awal terbentuknya Piagam
Madinah. Saya kemudian menjelaskan bagaimana toleransi Rasulullah S.A.W di
Madinah dengan fakta-fakta sejarah yang akurat. Bagaimana Umar bin Khattab
memberikan keluasan bagi kaum Yahudi untuk kembali menetap di Jerusalem
setelah diusir oleh kaum Kristen. Bagaiman penguasa Islam di Spanyol
memberikan "kesetaraan" (equality) kepada seluruh rakyatnya, termasuk kaum
Yahudi. Bahkan bagaimana penguasa kaum Muslim di bawah Khilafah Utsmaniyah
menerima pelarian Yahudi dari pengusiran dan "inquisasi Spanyol" kaum
Kristen di Spanyol.

Penjelasan-penjelas an saya itu rupanya tidak bisa diingkari oleh Shimon.
Rupanya mereka juga tahu fakta-fakta sejarah itu. Bahkan sebenarnya
kebanyakan buku-buku sejarah toleransi Islam kepada umat Yahudi itu justeru
ditulis oleh mereka yang non Muslim dan bahkan mereka yang beragama Yahudi
sendiri. Saya bahkan mengutip pernyataan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB,
dalam sebuah acara interfaith di PBB tahun lalu.

Tanpa terasa 30 menit berlalu. Di akhir-akhir pertemuan itu, tiba-tiba
Shimon sekali lagi dengan tatapan mata yang nampak acuh, mengangkat tangan.
"Yes Brother, any comment?", pancingku. "Yes, I think what you just said,
for us Jews, are well known", katanya. Dia kemudian berbicara panjang lebar
mengenai upaya penyembunyian fakta-fakta sejarah itu. Dan pada akhirnya dia
mengakui bahwa bagi mereka yang murni masih mengikuti ajaran Yahudi
seharusnya percaya kepada risalah terakhir dan nabinya.

Saya kemudian memotong pembicaraan Shimom, seraya bercanda: "If so, do you
consider yourself a genuine Jew or not". Dia sepertinya tertawa, tapi
nampaknya karena kepribadian dia yang memang kurang tersenyum dan nampak
seperti cuwek, dia menjawab: "To be honest with you, I believe that this is
the religion of Moses". He came with the same mission that Mohamed brought
around 15 centuries ago", tegasnya.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, saya tanya lagi: "So you believe that
Mohammed is a messenger and prophet of God and his teaching is the true
teaching of God?", tanya saya. Dengan tenang dia menjawab: "I am sure about
that. But I really don't know what to do".

"Brother Shimon", basically you are a Muslim. What you need to do is simply
you need to formalize your faith with the presence of witnesses", jelasku.

Mendengarkan itu, dia nampak tersenyum tapi melihat raut wajahnya dia
sepertinya cuwek. Tapi karena sejak awal memang demikian, saya yakin bahwa
cuwek itu bukan berarti tidak serius, tapi memang itulah kepribadiannya.
Tiba-tiba dia bertanya: "And how to do that?". Saya menengok pada peserta
lainnya yang juga ikut senang mendengarkan percakapan itu, lalu menjawab:
"Brother, it's very easy. What you need to do right know is that you must
confess that there is no god worthy of worship but Allah, and that Muhammad
is His Prophet and Messenger. Are you ready?" tanyaku.

Setelah dengan mantap menjawab "yes", saya kemudian mengatakan kepada
peserta lainnya yang hampir semuanya muallaf, "be witnesses for Allah!".
Maka, dengan suaranya yang lantang, Rabbi Shimon resmi mengucapkan
"Syahadaaten", diikuti kemudian oleh pekikan takbir para peserta Forum Islam
yang kebanyakan wanita itu. Dan Ramadan kemarin adalah awal Ramadan baginya
dengan puasa penuh secara Islam.

Kemarin siang, Sabtu 27 Oktober, setelah kelas selesai, Shimon mendekati dan
berbisik: "I don't know if this is an appropriate question to ask", katanya.
"What is that?", tanyaku. "Who was that lady sitting to your right side, and
is she married?", tanyanya. "Why is the question?" tanyaku lagi. "I think it
is the time for me to be serious in my life. I need a wife", katanya serius.

"Ok Brother Shimon. I really forgot whom that you are talking about. But let
me know next week", jawabku. "Sorry Imam if that is considered inappropriate
to ask". "Oh not at all. It is in fact an important thing to ask. And
believe me, it is also my responsibility to help you in this regard. We will
talk next Saturday about it", kataku sambil meninggalkan kelas.

Alhamdulillah, semoga mantan pendeta Yahudi ini dikuatkan dan dan dijadikan
da'I yang tangguh bagi kebenaran di masa depan. Amin!

New York , 29 Oktober 2007

 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Anda menerima pesan ini karena berlangganan ke Grup "aga-madjid" Google
Groups.
Untuk memposting ke grup ini, kirimkan email ke
aga-madjid@googlegroups.com
Untuk bergabung dengan grup ini, kirim email ke
[EMAIL PROTECTED]
Untuk keluar dari grup ini, kirim email ke
[EMAIL PROTECTED]
Untuk pilihan lain, kunjungi grup ini di
http://groups.google.co.id/group/aga-madjid?hl=id
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

<<inline: image001.gif>>

Kirim email ke