Sahabat-sahabat netter yb, Makin dipikir, makin terasa jadinya kita terjerat dalam lingkaran-setan kata-kata "Pribumi" yang melilit. Begitu sulit dan alotnya untuk menyatukan pendapat, padahal seperti terasa gampang saja. Mengapa dan dimana masalahnya, ya?
Benar seperti dinyatakan beberapa kawan, nampaknya pemerintah Orba suka bermain dengan "kata-kata" untuk mencapai tujuan politik tertentu. Diawal terbentuknya kekuasaan Orba, melancarkan gerakan ganti-nama bagi etnis Tionghoa, sebagai pernyataan "kesetiaan pada RI", membuktikan "loyalitas"nya pada RI. Kesetiaan atau loyalitas seseorang jadi bagaikan jubah, cukup dengan mengganti nama, menyandang nama yang berbau "Indonesia" katanya! Sungguh luar biasa. Untuk membuang nama-nama orang yang berbau Tionghoa, untuk memusnahkan adat-istiadat budaya Tionghoa, mereka memulai dengan gerakan ganti-nama ini. Yang kemudian menjadi lebih tegas dengan melarang segala adat-istiadat Tionghoa, dari pelarangan segala tulisan Tulisan Tionghoa, sampai pada ibadah Tionghoa dilarang, inilah bentuk diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa dengan menekan harga-diri etnis Tionghoa. Kemudian lebih lanjut mereka mengganti penggunaan istilah Tionghoa-Tiongkok menjadi Cina, sebagai pernyataan anti-Tiongkok dan sekaligus bertujuan untuk menekan harga-diri etnis Tionghoa. Sekarang ini, lagi-lagi mengangkat kata "Pribumi" dan "Non-pribumi" untuk dihentikan penggunaannya, yang seolah-olah dengan demikian penguasa tampil sebagai pihak yang anti-diskriminasi rasial. Dan, kemudian kita dibawah jadi berdebat setuju dan menentang pencabutan penggunaan kata "Pribumi". Yang menentang pencabutan dituduh "rasialis", yang setuju dituduh "sepihak dengan penguasa", "merasa penguasa sudah tidak rasialis lagi". Padahal tidaklah demikian. Bagi bung Asahan yang menentang pencabutan penggunaan kata "Pribumi" tidak berdiri sebagai seorang yang rasialis anti-Tionghoa, sebaliknya yang setuju, termasuk saya, juga tidaklah berarti sepihak dengan penguasa, atau khususnya pemerintah Habibie dianggap sudah tidak rasialis lagi dan dengan demikian diskriminasi rasial di Indonesia selesai sudah, tidak ada lagi. Bagaimana mungkin! Saya menyetujui instruk Presiden Habibi untuk menghentikan penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi", dalam pengertian tidak guna kita teruskan pengkotak-kotakan bangsa ini berdasarkan suku, etnis yang satu dengan yang lain. Sudahlah seharusnya kita semua, dari berbagai ras, berbagai suku, berbagai etnis yang ada di Nusantara ini bisa memberikan toleransi setinggi-tinggi untuk menerima segala perbedaan yang ada, hidup secara hormonis, bersama-sama membangun masyarakat adil dan makmur. Dengan tegas tidak memperkenankan penguasa meperlakukan sekelompok warga sebagai "Pribumi" yang harus didahulukan, atau yang dianak-emaskan, sedang sekelompok lain lalu menjadi di "Non-Pribumi"kan dan diperlakukan sebagai anak-tiri. Hentikan pengkotak-kotakan bangsa Indonesia ini menjadi kelompok "Pribumi" dan kelompok yang lain "Non-Pribumi"! UUD-45 hanya mengenal satu macam warganegara Indonesia, perlakukanlah setiap warga sama hak dan kewajibannya deengan tidak mempedulikan ras, suku dan etnis yang berbeda-beda. Bukanlah dengan demikian kita semua bisa hidup lebih tentram, lebih bersahabat dan bersatu-padu untuk mengatasi segala kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi dan masyarakat dimana kita hidup?! Mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kenyataan hidup bermasyarakat. Salam, ChanCT ----- Original Message ----- From: BISAI To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA Sent: Sunday, September 18, 2005 2:06 AM Subject: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Andri Yang bijaksana, Komentar bung selalu singkat tapi padat. Saya belajar dari bung. Semua kita sesungguhnya masih belajar, tapi ada yang lebih cepat majunya dan ada yang kurang cepat. Saya termasuk yang kurang cepat itu. Tapi sungguh-sungguh saya juga ingin belajar dari siapapun. Tapi disamping belajar kita juga berusaha berbuat sungguh-sungguh. < Pribumi> , <Non Pribumi>, <Asli> , <Bukan asli> <Pendatang> , < Peranakan> , <Totok> <CINA>, dsb, dsb-nya, CUMALAH sebuah kata atau nama. Dan apalah artinya sebuah nama. Tapi kita memang akan bersungguh-sungguh bila sebuah kata atau nama ditunggangi atau dimanipulasi seseorang atau penguasa, atau rezim atau siapa saja, untuk mengambil keuntungan tertentu dan merugikan orang banyak, apalagi merugikan seluruh rakyat. Tapi seperti juga pemikiran bung, kalau kata yang telah menjadi coreng moreng itu lalu rame-rame kita sikat dari muka bumi, dari kamus, disapu bersih, tapi bukan dibersihkan nodanya untuk kita miliki kembali sebagai kekayaan kita sendiri, perbuatan yang demikian bukanlah perbuataan yang produktif bahkan anti produktif. Secara berkelakar, bila umpamanya bung ditanya seseorang apakah pribumi atau non pribumi, lalu bung jawab: "Saya pribumi!". Lalu bung sendiri, umpamanya merasa lucu karena mata yang sipit, kulit yang lebih putih dari pribumi dsb,dsb. Juga yang menanyai yang tampak pribumi asli atau pribumi totok, juga berpikir seperti bung. Apakah ini lucu?. Ya, memang itu lucu. Tapi juga di sana terkandung satu keseriusan. Bung telah berani menggunakan hak bung, merasa pribumi dan memang pribumi. Soal yang bung anggap halangan karena mata sipit dan semua ciri-ciri husus yang bersifat biologis lainnya itu, kita anggap sebagai pergurauan yang membuat kita gembira, sebuah humor yang sehat. Saya menyaksikan sendiri meskipun hanya dalam sebuah film dokumenter, film ilmiah, bahwa DNA seorang warga Kirgistan yang ciri biologisnya sangat Cina, tapi ternyata dia masih mermiliki DNA nenek moyang asal muasal manusia, yanga sama dengan DNA-nya nenek moyang kita yang dari benua Afrika (ketika itu tentu saja belum ada yang namanya bangsa Afrika, cuma nama geografis saja) yang puluhan ribu tahun lalu. Dalam film itu juga tampak lucu, seorang yang berwajah Cina tapi punya DNA Afrika dan berkebangsaan Kirgistan. Dia tertawa, sang doktor(penyelidik) juga tertawa bahkan saya sendiri sebagai penonton TV itu turut tertawa. Tapi yang terserius adalah bahwa telah terbuktikan secara ilmiah yang tidak mungkin dibantah lagi bahwa kita umat manusia ini berasal dari nenek moyang yang sama. Semua kita dari Afrika. Tapi manusia telah terlanjur mengkotak-kotakkan dirinya menjadi puak-puak, suku-suku dan lalu bangsa-bangsa. Itu juga suatu yang wajar saja dalam perkembangan sejarah kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk dinamis. Tapi yang tidak wajar adalah, ketika sekelompok manusia merasa dirinya lebih tinggi, lebih berhak dari kelompok atau bangsa yang lain dengan dirinya. Ketidak wajaran inilah yang kita lawan sepanjang masa. Tapi bagaima cara melawannya?. Tentu saja dengan bermacam cara yang sesuai dan juga mestinya efektif agar mendapatkan hasil yang kita inginkan. Di sinilah pentingnya kita saling bertukar pikiran dan saling belajar dan bukan hanya menuruti instruksi, perintah, apalagi pemaksaan mutlak dari para diktator bangsa yang bila perlu kita lawan, harus kita lawan dengan berbagai cara. Salam sebangsa dan setanah air. asahan aidit ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/