Sebulan ini memang ramai. Yang terasa unik dan menarik untuk dikenali adalah mengenai apakah perilaku yang tercermin dari kalangan Tionghoa yang bercurah pendapat di sini mewakili budaya Tionghoa pada umumnya? Dari manakah doktrin budaya Tionghoa (falsafah budaya) itu melekat pada mereka, sehingga membedakannya dari sistem kebudayaan yang lain? Dari lingkar kebudayaan, biasanya ada tiga yang mudah diklasifikasi, yaitu artefak sebagai lingkar luar yang umumnya mudah dikenali secara fisik (benda budaya; naga Tionghoa, atau rumah, maobi [mopit], kaligrafi Tionghoa, dsb), kemudian aspek perilaku sebagai lingkar antara yang mudah dikenali secara fisik karena melekat kepada orang-orangnya namun juga terhubung dengan latar belakang pemikiran sosial mereka (perilaku budaya: bahasa, peristilahan, sikap, sebutan, tarian, dsb) dan yang inert sebagai lingkar terdalam yang mencerminkan nilai dasar, filosofis dan keyakinan sanubari (biasanya terekam dalam bentuk catatan filsafat, petuah dan bentukan antroposentris kelompok budaya). Karena itu, menarik untuk menilai apakah perilaku (lewat komentar, gaya tulisan dan sifat tulisan) adalah berada dalam koridor kebudayaan Tionghoa ataukah tidak. Beginilah kira-kira dasar filosofis kerangka pikir yang melatarbelakangi kenapa sejumlah orang di sini bisa dikatakan "lekat dengan budaya Tionghoa" ataukah justru berada di wilayah periferi dengan budaya lain. Saat ini saya batasi diri dulu dengan ujar-ujar dari Kongzi (Khonghucu, Confucius) dan belum ujar-ujar dari cendekiawan Rujia lainnya: 1. "Kalau ada yang nabok gue, yaa, gue tabok balik."(premis a) Lalu ada juga "Nenek gua kalau digetok kepalanya, akan ngediemin. Kalau diulangin, dia diemin juga. Kalau ketiga kalinya digetok, dia langsung ngelemparin uleg sambel yang lagi dipegangnya ke kepala yang ngegetok sambil teriak,'satu kali getok, gue pikir elu cuma kepeleset, enggak sengaja ngegetok. dua kali elu getok, gue pikir elu salah ngegetok, kalu udah tiga kali, biar kualatlah deh lu, ke atas enggak punya pucuk, ke bawah enggak punya akar." (premis b) a. Ada orang bertanya, "Dengan kebaikan membalas kejahatan, bagaimanakah caranya?" Kongzi menjawab, "Kalau demikian, dengan apa engkau dapat membalas kebaikan? Balaslah kejahatan dengan kelurusan dan balaslah kebaikan dengan kebaikan!" b. Kongzi berkata, "Adapun kesalahan seseorang itu masing-masing sesuai dengan sifatnya. Bahkan dari kesalahannya dapat diketahui apakah ia seorang yang berperi cinta kasih." (Komentar ringkas: bukan pipi tambahan yang akan diberi, tapi juga tidak membabi buta dalam membalas; misalkan ada hujatan pun, periksa baik-baik, tegur dan kalau terus menyakit, baru masuk ke proses Negara untuk meminta kelurusan. Tx2 AS, JK, dll)
2. Mengenai panasnya perdebatan mengenai agama: a. Kongzi berkata, "seorang budiman dapat rukun meskipun tidak dapat sama; seorang rendah budi dapat sama meskipun tidak dapat rukun." b. Kongzi berkata, "kalau berlainan jalan suci, tidak usah saling berdebat." c. Kongzi berkata, "seseorang yang pengetahuannya sudah melampaui tingkat pertengahan, boleh diajak membicarakan hal-hal tinggi; seorang yang pengetahuannya masih di bawah tingkat pertengahan, tidak boleh diajak membicarakan hal-hal tinggi." (Komentar ringkas: aspek yang sifatnya transcendental tidak ada yang mengetahui. Sayangnya lebih banyak kalangan awam yang cuma mengaku tahu dari kitab suci, tapi aspek teologisnya tidak dipahami benar, sehingga mudah menjadi kekerasan. Tx2 ABS, TLK, dsb) 3. Mengenai debat kusir: a. Kongzi berkata, "orang yang berkumpul sepanjang hari, tapi yang dibicarakannya tidak berhubungan dengan kebenaran, melainkan hanya meributkan hal-hal kecil, sungguh menyedihkan orang-orang semacam itu." b. Kongzi berkata, "seorang budiman mengutamakan hal-hal penting, bukan hal-hal remeh." c. Kongzi berkata, "Aku benci kepada orang yang suka memutar lidah." d. Kongzi berkata, "orang yang pandai memutar lidah akan mengacaukan kebajikan. Kalau orang tidak mau menanggung kesukaran-kesukaran kecil, ia hanya akan merusak perkara-perkara besar." e. Kongzi berkata, "Seorang yang berperi cinta kasih hati-hati dalam berbicara .. Melaksanakan sesuatu itu sukar, maka dapatkah orang tidak hati-hati dalam berbicara?" f. Kongzi berkata, "Kepada orang yang patut diajak bicara, tidak mau mengajaknya bicara, berarti kehilangan orang. Kepada yang tidak patut diajak bicara tapi diajak bicara juga, ini berarti kehilangan kata-kata. Seorang bijaksana tidak mau kehilangan orang maupun kata-kata." (Komentar ringkas: banyak yang tidak paham , cuma melontarkan omong kosong hanya sekedar untuk menunjukkan siapa dirinya. Akibatnya materi menjadi ternoda dan kebenarannya tidak terungkap. Tx2 ZFy &Rsn) 4. Mengenai serangan personal: a. Kongzi berkata, "Seorang budiman mendahulukan kebaikan orang, tidak menyerang keburukan orang. Seorang rendah budi berbuat sebaliknya." b. Kongzi berkata, "Seorang budiman menuntut diri sendiri, seorang rendah budi menuntut orang lain." c. Kongzi berkata, "orang yang suka cinta kasih tapi tidak suka belajar, ia menanggung bodoh; suka kebijaksanaan tapi tidak suka belajar, ia menyebabkan kalut; suka dapat dipercaya tapi tidak suka belajar, ia membebani dengan susah; suka kejujuran tapi tidak suka belajar, ia mudah menyakiti; suka sifat berani tapi tidak suka belajar, ia akan mudah mengacau; suka ketegasan tapi tidak suka belajar, ia akan menjadi ganas." d. Kongzi berkata, "bicara pada saat belum waktunya, ini dinamakan lancang. Dalam hal seharusnya bicara tapi diam saja, ini dinamakan menyembunyikan rahasia. Bicara sesuka hati tanpa melihat wajah, ini dinamakan buta." e. Kongzi menjawab, "Utamakan sikap setia dan dapat dipercaya. Ikutilah kebenaran. Inilah menjunjung kebajikan. Pada waktu mencintai seseorang mengharapkan hidup terus; setelah menjadi benci mengharapkannya mati. Hal ini adalah pikiran sesat. Sungguh, ini bukan pembawa bahagia, melainkan ajakan pikiran sesat." (Komentar ringkas: ada yang masuk milis untuk mencari tahu, ikut perpendapat dan mendalami pengetahuan; ada juga yang maksudnya adalah mengintai, bikin ribut dan mengacaukan pengetahuan. Tx2 HY,AC, LKH, XT, GH, modie, dkk) 5. Mengenai tuntut-menuntut: a. Kongzi berkata, "dibimbing dengan peraturan hukum, dilengkapi dengan hukuman, menjadikan rakyat hanya sekedar berusaha menghindari hukuman dan kehilangan perasaan harga dirinya. Dibimbing dengan kebajikan dan dilengkapi kesusilaan, menjadikan rakyat tumbuh perasaan harga dirinya dan berusaha hidup dengan benar." b. Kongzi berkata, "bersalah tapi tidak mau memperbaiki, inilah benar-benar kesalahan." c. Kongzi berkata, "kalau kita hanya mempercayai kata-kata saja, kita tidak akan tahu benar-benar apakah seseorang itu sungguh-sungguh bersifat budiman atau hanya sekedar berlagak saja." d. Kongzi berkata, "Untuk memutuskan perkara di dalam pengadilan, aku dapat menyelesaikan seperti orang lain; tetapi yang seharusnya diutamakan adalah mengusahakan agar orang tidak saling mendakwa." e. Kongzi berkata, "Yang sebaik-baiknya ialah kalau seseorang itu disukai orang-orang yang baik, dan dibenci orang-orang yang jahat di kampung itu." f. Ada orang bertanya, "Dengan kebaikan membalas kejahatan, bagaimanakah caranya?" Kongzi menjawab, "Kalau demikian, dengan apa engkau dapat membalas kebaikan? Balaslah kejahatan dengan kelurusan dan balaslah kebaikan dengan kebaikan!" (Komentar ringkas: sudut kebenaran yang relative tetap bisa didekati sepanjang ada kedewasaan dan kemauan untuk memahami. Tx2 I, CCT, dsb) 6. Mengenai kebenaran dan kebajikan: a. Tiap benda mempunyai pangkal dan ujung, dan tiap masalah itu mempunyai awal dan akhir. Orang yang mengetahui mana hal yang dahulu dan mana hal yang kemudian, ia sudah dekat dengan jalan suci. b. Kongzi berkata, "adapun sebabnya jalan suci itu tidak terlaksana adalah: yang pandai melampaui, sedang yang bodoh tidak dapat mencapai." c. Kongzi berkata, "suka belajar itu mendekatkan kita kepada kebijaksanaan; dengans ekuat tenaga melaksanakan tugas mendekatkan kita kepada cinta kasih, sementara rasa tahu malu mendekatkan kita kepada berani." d. Banyak-banyaklah belajar, pandai-pandailah bertanya, hati-hatilah memikirkannya, jelas-jelaslah menguraikannya dan sungguh-sungguhlah ketika melaksanakannya. e. Kongzi berkata, "orang yang memahami ajaran lama lalu dapat menyesuaikan/menerapkan pada hal-hal yang baru, dia boleh dijadikan guru." f. Kongzi berkata, "seorang budiman mengutamakan kepentingan umum, bukan kelompok; seorang rendah budi mengutamakan kepentingan kelompok, bukan kepentingan umum." g. Kongzi berkata, "Belajar tanpa berpikir adalah sia-sia; berpikir tanpa belajar adalah berbahaya." h. Kongzi berkata," kuberitahu apa artinya `mengerti' itu. Bila mengerti, berlakulah seperti orang mengerti; bila tidak mengerti berlakukan sebagai orang yang tidak mengerti. Itulah yang dinamakan `mengerti'." i. Kongzi berkata, "Seorang budiman terhadap persoalan di dunia tidak mengiakan atau menolak mentah-mentah. Hanya kebenaranlah yang dijadikan ukuran." (Komentar ringkas: ZHONGYONG! TIONG YONG! JIN, GI, LEE, TI, SIN, HAW, TEK TIONG, ENG, LIAM! Tx2 KHC) Tidak melanda, namun bertekad menggenggam upaya menegakkan kebajikan. Suma Mihardja