Selamat hari Idul fitri 1 syawal 1431 H bagi rekan2 muslim sekalian , bersama 
ini juga saya lampirkan sebuah tulisan menarik

Salam
Alex

Tionghoa, Lebaran, dan Betawi

05 Sep 2010 

Nasional⁠ Republika⁠ 

Oleh Chairil Gibran Ramadhan *)

Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1865, seorang ningrat dari Surakarta bernama 
Raden Aryo Sastrodarmo melancong ke Batavia dan mengabadikannya dalam buku 
"Kawontenan Ing Nagari Betawi". Ia menulis, etnis yang bermukim di sana 
bercakap-cakap dalam bahasa Melayu dan menyebut dirinya "orang Betawi", selain 
"orang Selam" (Islam). Lelakinya berkepala gundul dan perempuan-. nya 
berpakaian seperti nyai.

Adat-istiadat mereka mirip orang Tionghoa, termasuk cara memperkenalkan diri, 
duduk, dan bicara. Mereka duduk di kursi dan menikmati hidangan dengan 
menggunakan meja. Orang Tionghoa dan orang Betawi bergaul akrab dalam kehidupan 
dengan melakukan perniagaan dan pertukangan. Mereka juga saling mengerti bahasa 
dan belajar ilmu bela diri. Penggambaran tentang betapa harmonis dan nyamannya 
kehidupan orang Tionghoa di atas, sungguh melegakan. Mengingat pada 8--10 
Oktober 1740, mereka menjadi korban pembantaian pemerintah Belanda [Chi-neesche 
Troebelen). hingga mereka menyingkir ke Tangerang dan membangun sebuah benteng 
pertahanan di sana. Inilah cikal-bakal penduduk Cina-Benteng.

Peristiwa yang terjadi pada masa Gubernur Jendral Adriaan Valckenierim 
(1737-1741) itu, berbuntut pada pengadilan atas Nie Hoe Kong, kapitan Tionghoa 
waktu itu, hingga pembuangannya ke Ambon dan wafat pada 23 Desember 1746. 
Kesimpulan setelah kita membaca "Nie Hoe Kong Kapiten der Chineezen te Batavia 
in 1746" karya 8. Hoetink, Hoe Kong adalah korban fitnah pemerintah Belanda.

Semur Kebo dan Janhwee 

Menarik dicermati bagaimana seni-budaya dan adat istiadat Tionghoa terjelma 
dalam makanan, busana, bahasa, dan adat-istiadat orang Betawi. Mungkin hanya 
dalam perkara ritual agama saja orang Betawi terbebas dari pengaruh orang 
Tionghoa. Karena dalam pernak-pernik perayaaan keagamaan semacam Lebaran saja 
misalnya, pengaruh itu sangat kuat terlihat.

Hingga pertengahan dekade 1990-an, di kampung-kampung yang dihuni aieh orang 
Betawi, sepanjang bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran, petasan adalah atmosfir 
yang harus ada. Rasanya kurang afdhal bila selama Ramadhan dan malam Takbiran 
tidak terdengar bunyi petasan. Para bangsawannya kadang memasang hingga enam 
renteng petasan yang susul menyusul.Daerah sentra pengrajin petasan yang 
ternama selama puluhan tahun adalah wilayah Parung, yang.meskipun secara 
geografis berada dalam wilayah Jawa Barat (Sunda) namun secara kultural adalah 
Betawi. Pesatan diproduksi oleh industri rumahan. Dari sanalah petasan kemudian 
beredar di antero tanah Betawi. Anak-anak juga turut meramaikan.

Di hari Lebaran, adalah sesuatu yang wajib bagi orang Betawi untuk membuat 
semur daging kebo (kerbau) yang menjadi pelengkap ketika menikmati ketupat 
dengan siramansayur sambal godok. Meski semur berasal dari khasanah dapur orang 
Portugis, namun kecap datang dari khasanah dapur orang Tionghoa. Bahkan pernah 
begitu dikenal merk Kecap Benteng" yang dibuat orang Cina Benteng di 
Tangerang.Di rumah-rumah orang Betawi pada Hari Lebaran juga ada yang namanya 
kue satu, sebuah kue khas kaum Tionghoa peranakan yang telah menjadi bagian 
dari kue lebaran bagi orang Betawi.Kue satu dan manlsan pepaya Jenis penganan 
lain yang menjadi hidangan Lebaran di rumah orang Betawi yang berasal dari 
khasanah orang Tionghoa adalah manisan. 

Setidaknya ada tiga jenis buah yang menjadi bahannya Manisan pepaya, manisan 
kolang-kaling, dan manisan ceremai. Penganan ini hanya ada di hari 
lebaran.Pengaruh lain adalah diterimanya dodolcina sebagai penganan Lebaran 
orang Betawi, yang sesungguhnya merupakan kue utama pada perayaan tahun baru 
orang Tionghoa, sin tjia. Oleh kalangan Tionghoa, kue ini biasa disebut kue 
cina atau kue keranjang.Pengaruh Tionghoa memang kelewat banyak dalam kehidupan 
orang Betawi. Mulai dari seni musik hingga pakaian dan adat istiadat. Dalam hal 
busana, peran Tionghoa tercermin lewat baju koko, celana pangsi, kebaya encim, 
serta dandanan care cina pada pengantin wanita Betawi.

Begitu pula dalam hal makanan, juga terdapat beragam jenis makanan Tionghoa 
yang kemudian diadaptasi menjadi istilah Betawi. Seperti toko, kuli, piso, 
kemoceng, cawan, kasut, lengkeng, tengteng, kwai, tahu, soto, toge, tokio, dan 
sawi. Jangan ragukan pula keberadaaan ml, bihun, suun, dan hun-kwee.Dengan 
diterimanya makanan, busana, bahasa, dan adat-istiadat orang Tionghoa dalam 
kehidupan Betawi, rasanya keterlaluan banget jika kita tetap menganggap mereka 
non-pribumi.) Sastrawan Betawi dan mantan wartawan.
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Kirim email ke