```````````````````````

Damai seperti Menara Babel
Oleh: Ot Loupatty dan: Lutzen van der Graaf

Massa media di Belanda seolah-olah sudah memastikan hal ini: Orang-orang
Palestina adalah kelompok minoritas yang ditindas dan orang-orang Yahudi
adalah para agresor, yaitu orang-orang yang menembak mati anak-anak kecil
dengan peluru-peluru tajam.

"Bagaimana kita bisa berpihak kepada Israel dengan melihat pertarungan yang
tidak seimbang ini?" Pertanyaan seperti ini timbul pada banyak orang
Kristen.

Kami bertanya kepada penulis Wiesje de Lange tentang pandangannya berkenaan
denga situasi saat ini.

Wiesje adalah seorang Yahudi Orthodox yang tinggal di Jerusalem dan ibu
dari 5 anak, diantaranya Aron, seorang yang cacat akibat pertempuran di
Libanon.

"Kita harus melihat sejarah untuk tidak mengacaukan pandangan kita.
Perasaan anti Yahudi meletus di sekitar perubahan abad lalu di Eropa, dan
yang khususnya di Perancis oleh karena proses-Dreyfus, semakin menyulitkan
orang-orang Yahudi untuk hidup layak sebagai manusia di luar negara
Yahudinya sendiri. Zionisme (= keinginan orang Yahudi untuk pulang ke Tanah
asal mereka) secara resmi diakui oleh Menteri Lord Balfour mewakilil
pemerintah penjajah Inggris pada tahun 1917. Segera setelah itu seluruh
dunia Arab jungkir balik. Hal ini telah menjadi sumbu bom."

Lord Balfour berkata kepada orang-orang Arab: "Mengapa kalian mengeluh
seperti ini, kalian memiliki 80% dari semua Wilayah Arab. Daerah ini hanya
20% darinya."

Tetapi orang-orang Arab ingin semuanya. Akhirnya orang-orang Yahudi
mendapatkan tiga bahagian daerah terpisah dan kecil pada rencana pembagian
daerah di bekas Palestina. Segera setelah negara Israel menyatakan
kemerdekaannya, orang-orang Arab langsung menyatakan perang melawan kami.
Perang kemerdekaan ini telah mengerahkan kira-kira 600 ribu tentara Israel
dengan sangat luar biasa mengalahkan jutaan tentara Arab.

Tanah daerah kami memang diperluas, tetapi dengan mengorbankan nyawa 6000
tentara Israel.

Wilayah Israel tidak lebih dari sepersepuluh dari 1% wilayah yang dimiliki
oleh orang-orang Arab, tetapi walaupun demikian mereka selalu mencari
kesempatan untuk mengharu-birukan seluruh dunia dengan mempersoalkan tanah
yang kecil ini.

Diplomasi politik terbuka mereka bertahun-tahun lamanya bertujuan untuk
menenggelamkan orang-orang Yahudi ke dalam tubir-tubir laut, tetapi
tahun-tahun belakangan ini mereka sedikit menarik diri. Terutama karena
cara diplomasi seperti ini kurang menyenangkan hati politik dunia Barat.

Karenanya mereka datang dengan sebuah setrategi yang sangat licik. Mereka
berkata: "Lihat, di sini ada sebuah bangsa tanpa Tanah Air seperti halnya
orang-orang Yahudi pada masa lalu, bangsa ini bernama Palestina. Mereka
sangat kasihan dan mereka harus memiliki Tanah Air sendiri dengan Yerusalem
sebagai ibu kotanya." Semacam Israel bayangan.

Kami sebagai orang Yahudi saling memandang dan berkata: "Sedang berbicara
apa mereka ini? Palestina? Tidak ada satu bangsapun yang bernama Palestina,
dan tanah Palestina itu sekarang bernama Israel."

Kalau ada Palestina, maka kamilah yang dimaksud, kalau setidak-tidaknya
kita mau menyalah gunakan nama Palestina ini. Adalah kurang mulia untuk
memberi nama Filistin kepada tanah ini. Yaitu suatu bangsa di masa dahulu
yang menjadi model untuk membenci dan bermusuhan melawan umat pilihan
Allah, Israel.

Orang-orang Arab menggunakan nama ini dengan serakah, lalu sekarang mereka
memiliki orang-orang Palestina mereka, bangsa yang dikejar-kejar tanpa
identitas, karena mereka pada bagian pertama pertengahan abad ke 20 oleh
orang-orang Inggris dirayu dan diundang datang tinggal di daerah bekas
Palestina yang masih kosong, dengan perkataan: "Ayo cepat datang tinggal di
sini, karena kalau tidak orang-orang Yahudi akan datang, sehingga kalian
terlambat."

Mengapa orang-orang Arab sangat menentang Israel? Mengapa mereka
mengadu-domba untuk bertempur guna mendapatkan Eretz Yisrael (Tanah Israel)
yang hanya sejengkal saja? Lalu mengapa dunia berpihak kepada mereka?

Hal ini terjadi karena dorongan kalbu manusia yang lebih senang membangun
"Menara Babel" dan menyembah berhala dari pada memilih dan menyembah Tuhan
Allah yang hidup dan Pencipta.

"Menara Babel" ini menurut pemandangan saya adalah berhala perdamaian
manusiawi.

Tuhan Allah telah memilih orang-orang Yahudi supaya oleh karena mereka
dunia diberkati. Yerusalem adalah kota yang Tuhan Allah pilih melampaui
kota-kota lain, yang darinya terpencarlah berkat ke seluruh dunia.

Tetapi manusia benci akan rencana itu dan lebih senang membangun "Menara
Babel": Perjanjian Oslo, daya khayalan manusiawi: "Bangsa Palestina" untuk
dihormati dengan mengorbankan umat pilihan Tuhan Allah.

Yerusalem adalah tahta Allah. Umat manusia harus datang ke sana untuk
menyembah Allah. Dan siapa yang tidak datang, akan menandai bahwa tidak ada
berkat yang jatuh ke tanahnya. Dengan perkataan lain kita diberkati kalau
kita datang dan menyembah Allah Israel. (Zakharia 14:17)

Keimaman Israel digenapi di dalam rencana keselamatan Allah.

Adalah sangat mengharukan kalau masa depan dan keamanan manusia
dipertaruhkan dengan membuat pilihan yang salah serta melupakan Allah
Abraham. Mereka membuat hukum-hukum dan peraturannya sendiri, menyusun
norma-norma mereka sendiri, tetapi oleh karenanya tetap tertutup dari
berkat.

Babel melambangkan kekacauan: kalau saja manusia melepaskan Firman Allah,
maka terjadilah kekacauan.

Kekacauan akan berkurang, kalau saja orang-orang Yahudi tidak ikut-ikutan
di dalamnya. Hal ini, menurut hemat saya, menegaskan kembali bukti
Alkitabiah, bahwa orang Yahudi yang tidak berpegang pada Firman Allah, akan
lebih parah keadaannya dari pada orang yang bukan Yahudi. Kekacauan masa
kini tidak berasal dari Babel, tetapi dari Yerusalem. Dunia melihat ke
Yerusalem dan kepada pemimpin-pemimpin politik kami. Tetapi meraka bukanlah
orang Yahudi sejati yang sesuai dengan Firman Tuhan. Pemimpin-pemimpin kami
yang sesungguhnya adalah guru-guru dan imam-imam Israel.

Apa saja yang melambangkan Menara Babel akan runtuh. Karena itu marilah
kita sekarang ini melakukan apa yang Tuhan firmankan. Ini adalah nasihat
yang baik, karena berasal dari Pencipta kita, yang telah menjadikan
semuanya.

Jadi, mengapa kita menolaknya? Mari, ambilah bagian di dalamnya!

(Wawancara De Opwekking dengan ibu Wiesje de Lange. Pada masa Perang Dunia
II, beliau sebagai seorang anak perempuan Yahudi yang disembunyikan pada
sebuah keluarga Kristen Belanda, karena terancam oleh kebengisan NAZI
Jerman. Beliau dididik secara Kristen, tetapi tidak dipaksa menjadi
Kristen. Beliau tetap memegang kepercayaan sebagai orang Yahudi. Suami
beliau adalah seorang dokter hewan. Beliau sekarang berdomisili di
Yerusalem dan berwarga-negara Israel)


"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772
atau
BCA Cab. Darmo Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke