``````````````````````````` "Penguasa Baru vs Intelijen Lama" ``````````````````````````` Oleh: Augustinus Simanjuntak, S.H Sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik otoriter tentu mempermudah penguasa untuk menjadikan seluruh sub-sub sistemnya sebagai fungsi intelijen. Misalnya; aparat pemerintah di daerah (sipil maupun militer), wartawan media pemerintah, dan intel-intel khusus yang dibayar. Para pejabat di sub sistem kekuasaan sudah diformat sedemikian rupa sehingga mengikuti pola pemerintah pusat. Demikian juga dalam hal jaringan intelijen. Jaringan intelijen pusat berkoordinasi dengan intelijen di daerah, sehingga sistem yang dibentuk sangat kuat dan rapi. Banyak kalangan berpendapat bahwa Soeharto bisa berkuasa lebih dari 30 tahun tidak lepas dari kesuksesannya dalam membangun jaringan intelijen yang kuat. Kekuatan jaringan ini sulit ditembus oleh intelijen asing semacam CIA, serta canggih meneropong gelagat masyarakat yang dinilai membahayakan pemerintah. Sayangnya, sistem pemerintahan yang dibangun oleh penguasa Orde Baru notabene sangat bobrok (korup, otoriter, gila kekuasaan, dan banyak terjadi pelanggaran HAM) sehingga otomatis fungsi intelijen pun pasti mengikuti sistem yang bobrok itu. Fungsi intelijen menjadi salah satu alat untuk mempertahankan ideologi penguasa, bukan lagi ideologi negara. Sehingga di saat mahasiswa demonstrasi diawasi intel; para seniman kristis beraksi diawasi intel; buruh demonstrasi diawasi intel; para aktivis kristis berbicara di forum seminar diawasi intel, dan sebagainya. Bagaimana dengan era Gus Dur ?. Merebaknya berbagai kerusuhan di daerah dan kasus bom yang telah menelan banyak korban jiwa, dimana otak pelakunya belum ada yang terungkap hingga saat ini, tidak lepas dari masih lemahnya jaringan intelijen negara yang dikendalikan oleh Gus Dur. Di saat krisis seperti sekarang ini intelijen pro status quo maupun intelijen asing tentu dengan mudahnya ikut bermain dalam kancah persaingan politik di negeri ini. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya persaingan antar intelijen di Indonesia. Menarik sekali apa yang dikatakan oleh Letjen (Purn) Hasnan Habib, jangan-jangan kekuatan lama dengan intelijennya memang terkait dengan masalah yang mengguncang keamanan nasional seperti kasus peledakan bom disepanjang tahun 2000. Hasnan menilai pada masa Orde Baru intelijen sangat cepat dan tangkas menangkap para pelaku kerusuhan. Karena itu Hasnan menilai, tetap ada kemungkinan keterlibatan intelijen di balik suatu kasus pengeboman. Hasnan bahkan menilai bahwa tumpulnya intelijen nasional setelah turunnya Soeharto menandakan adanya keberpihakan intel-intel terhadap pemerintahan Soeharto. Karena itu Hasnan sangat menyesalkan ketidakmampuan pemerintahan Gus Dur untuk merangkul pihak intelijen lama. Namun ketidakmampuan Gus Dur itu masih bisa dimaklumi. Pergantian pemerintahan dari rezim Orde Baru ke pemerintahan era reformasi (Gus Dur) bisa dinilai berjalan dengan lancar, sebab secara kasat mata masyarakat bisa melihat langsung sekaligus menilai lembaga mana yang memang harus direformasi atau diganti. Akan tetapi tidak demikian halnya dunia intelijen. Walaupun Gus Dur sudah mengganti pucuk pimpinan BIA dan BAKIN bukan berarti seluruh jaringan intelijen sudah berada dalam kekuasaannya. Kemungkinan, secara formal kelembagaan tampaknya Gus Dur sudah menguasai dunia intelijen, akan tetapi secara substansial belum tentu menguasainya. Mengambil alih tongkat komando intelijen tidak segampang membalik tangan, apalagi latar belakang intelijen Orde Baru cenderung militeristik sedangkan Gus Dur berlatar belakang sipil. Gus Dur akan berhadapan dengan sistem intelijen militer yang terkenal dengan sifat loyalitas terhadap atasan (aktif maupun non aktif) yang berlaku pada militer. Pernyataan-pernyataan Gus Dur yang memang tampak tidak konsisten tentang pengungkapan berbagai kasus kejahatan beberapa waktu lalu perlu dicermati dengan hati-hati. Misalnya, Gus Dur mengatakan, "Dalam beberapa hari ini buronan Tommy Soeharto dapat ditangkap karena Kapolri Jenderal S Bimantoro 'sudah memegang kuncinya." Mengapa Gus Dur berani membuat jaminan seperti ini ?. Yang jelas nama Bimantoro dikatutkan dalam jaminan itu, yang berarti Gus Dur ingin membagi-bagi tanggungjawab mengenai penangkapan Tomy. Kasarannya, Gus Dur ingin mengatakan kepada masyarakat, "ini lho yang sedang dilakukan oleh Polri," sehingga kalau pernyataannya itu meleset maka Polri pun ikut dipermalukan. Mudah-mudahan Polri menyadari sasaran tembak Gus Dur ini agar bekerja lebih profesional lagi di masa yang akan datang. Demikian juga tudingan-tudingan Gus Dur terhadap pihak-pihak tertentu mengenai siapa yang menjadi dalang kerusuhan di berbagai tempat, masyarakat akan menilai, "Inilah rupanya hasil bisikan intelijen kepada Gus Dur koq sering meleset." Pernyataan Gus Dur yang tampaknya tidak konsisten itu rupanya mempunyai arah tembak kepada lembaga resmi yang menjadi informan Presiden, yaitu BIA, BAKIN dan Polri. Jadi, Presiden tidak bisa begitu saja dipersalahkan kalau pernyataannya sering meleset. Yang patut kita pertanyakan ialah kineja dunia intelijen dan aparat keamanan. Kemungkinan, inilah cara Gus Dur untuk mereposisi kekuatan intelijen yang ada ke arah yang benar. Intelijen dalam negara sangat diperlukan. Namun pemanfaatan intelijen secara baik dan benar tergantung pada integritas penguasa. Apabila penguasanya bobrok dan otoriter maka intelijennya juga akan mengikuti sistem penguasa itu. Berbeda jika penguasa memiliki integritas yang baik dan dipilih secara demokratis oleh rakyat, maka pemanfaatan intelijen pun akan baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan sekaligus sebagai pengayom masyarakat. Jika ideologi negara sudah menjadi ideologi penguasa maka ideologi intelijen pun otomatis akan mengarah kepada ideologi negara itu. Sekian. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36) *********************************************************************** Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk. Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED] Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772 atau BCA Cab. Darmo Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838 *********************************************************************** Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan: subscribe eskolnet-l ATAU unsubscribe eskolnet-l