Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB

RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF.

Prita Mulyasari - suaraPembaca

/ist.
Jakarta - Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia 
lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat 
berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international 
karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba 
pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami 
kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 
20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI 
Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang 
tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit 
saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan 
ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I 
melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya 
dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya 
meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu 
referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan 
saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin 
pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H 
visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 
27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H 
terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam 
suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan 
jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di 
rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir 
positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya 
saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik 
tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta 
keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster 
hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks 
lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan 
minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke 
ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan 
datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek 
dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk 
memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya 
sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan 
berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam 
berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan 
kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak 
napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya 
berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun 
mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk 
diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji 
selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya 
menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 
27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup 
saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher 
kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai 
memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh 
tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta 
dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya 
saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa 
memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai 
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau 
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data 
medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis 
yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya 
lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada 
follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil 
thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan 
bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. 
Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah 
dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di 
Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang 
memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh 
Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda 
terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar 
dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya 
sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda 
terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og 
(Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta 
memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari 
lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya 
saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya 
masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini 
tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia 
mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan 
ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak 
bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji 
akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya 
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa 
ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena 
sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan 
perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah 
membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan 
suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya 
tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak 
kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut 
namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan 
waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu 
kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni 
memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan 
bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya 
tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya 
telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas 
nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada 
nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit 
sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya 
ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen 
Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan 
nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan 
customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan 
ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas 
dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan 
tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan 
dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi 
kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu 
bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni 
mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil 
lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap 
dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin 
parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan 
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal 
mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). 
Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan 
mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput 
atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan 
apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup 
untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. 
Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya 
untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya 
diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang 
tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak 
terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau 
dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og 
bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. 
Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM 
buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@ yahoo.com
081513100600
 
Regards,
 
 
::Jurnasyanto Sukarno::


      

Kirim email ke