Pemuda Ini Bisa Terbang dan Berteman Kuntilanak

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/06/04/14562193/pemuda.ini.bisa.terbang.dan.berteman.kuntilanak

KAMIS, 4 JUNI 2009 | 14:56 WIB
Laporan Wartawan Pos Kupang, Okto Manehat

KOMPAS.com — Sebuah mobil Kijang 
warna biru membawa Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Alor Drs RJS Huan, wartawan 
Kompas Kornelis Kewa Ama, dan Pos Kupang menuju wilayah Otvai dan Omtel di 
kawasan puncak Kota Kalabahi. Di dua kawasan itu terdapat hutan milik Dinas 
Kehutanan Kabupaten Alor yang ditumbuhi berbagai tanaman, termasuk ribuan pohon 
cendana.

Waktu tempuh menuju Otvai dan Omtel antara 30 dan 50 menit, padahal 
jaraknya hanya 10 km. Maklum, jalannya cenderung menanjak sampai pada 
ketinggian 600 kaki di atas permukaan laut. 

Kendati demikian, perjalanan 
terasa nikmat. Selain karena udaranya sejuk, mata rombongan juga dimanjakan 
oleh hijaunya hutan tanaman kemiri, cengkeh, kopi, jati, mahoni, johar, dan 
cendana di kiri-kanan jalan.

Saat tiba di kawasan hutan Otvai, wartawan lebih 
memilih melihat langsung lokasi cendana yang dikembangkan di atas lahan seluas 
54 hektar sejak tahun 1986
 itu. Cendana di hutan itu tingginya bervariasi 3-7 meter dengan diameter 30-80 
cm. Mobil lalu bergerak menuju kawasan hutan Omtel. Di hutan Omtel terdapat 
pohon-pohon cendana yang dikembangkan sejak tahun 2007.

Sesudah mendapatkan 
data yang cukup, wartawan dan Kadis Huan hendak kembali ke Kalabahi. Waktu 
menunjukkan pukul 11.00 Wita. Dalam perjalanan pulang, masih di kawasan puncak 
hutan Omtel, Kadis Huan mengajak wartawan rehat sebentar di sebuah pondok milik 
Dishut di kawasan hutan. Pondok itu berdinding bambu, berlantai semen kasar, 
dan beratap seng.

Di dekat pintu masuk dapur pondok itu, seorang anak muda 
berkepala botak, bercelana pendek, berbaju kaus bundar leher, lengan potong 
tengah sedang duduk di balai-balai bambu sambil menyandarkan bahunya di 
dinding.

Ketika melihat Kadis Huan, anak muda itu langsung menyapa dan 
menyampaikan keluh-kesahnya mengenai kebutuhan dapurnya. Kadis Huan sempat 
mengobrol dengannya, menanyakan kondisi
 hutan dan anakan berbagai tanaman yang disemaikan di lokasi tersebut.

"Anak 
muda ini namanya Beny Oko (27). Dialah yang menjaga hutan di kawasan ini. Dia 
telah menyatu dengan alam hutan ini sejak tahun 2000. Dia mendiami pondok ini 
sendiri," kata Huan memperkenalkan Beny sambil bercanda bahwa anak muda itu 
bisa terbang.

Canda Huan ini langsung ditanggapi serius oleh wartawan, 
mengaitkannya dengan kekuatan magis. Wartawan menanyakan kepada sejumlah orang 
yang kebetulan berada di pondok itu mengenai ilmu yang dimiliki Beny. Namun, 
mereka enggan memberi jawaban. Mereka minta wartawan menanyakan langsung kepada 
Beny.

Obrolan langsung terjadi dengan Beny. Menurut Beny, rumah orangtuanya 
terdapat di wilayah Kenarilang, Kota Kalabahi. Dia putra bungsu dari empat 
bersaudara. Tidak tamat SD, hanya sampai di kelas V. Namun Beny mengaku bisa 
membaca dan menulis. 

Dia tidak melanjutkan sekolah karena kondisi tubuhnya 
yang cacat. Kakinya pincang.
 Kalau berjalan, dia harus dibantu dengan tongkat. Cacat itu dialaminya sejak 
masih kecil.

Beny melanjutkan, dirinya mulai menempati pondok di kawasan hutan 
Omtel sejak tahun 2000. Ketika itu, dia bersama sejumlah warga datang ke 
kawasan hutan itu untuk mengerjakan proyek penghijauan Dinas Kehutanan 
Kabupaten Alor.

Setelah proyek selesai, dia tetap berada di pondok itu seorang 
diri. Beny mengungkapkan, pada saat awal tinggal di pondok itu, perasaan takut 
menyelimutinya. Setiap malam dia mendengar bunyi-bunyi aneh di hutan. Ada anak 
kecil menangis, orangtua memarahi anak-anaknya. Juga terdengar suara banyak 
orang yang tengah pesta pora. 

Beny melanjutkan, dia mulai berani tinggal di 
hutan tersebut sejak mendapat ilmu dalam sebuah mimpi tidur malam. "Pada suatu 
malam ketika saya tertidur, saya bermimpi. Ada beberapa orangtua datang 
menghampiri saya. Mereka memeluk saya sambil mengatakan, 'Kami ini nenek moyang 
kamu.' Mereka pun mulai memutar
 film adegan berkelahi. Lalu mereka menanyakan, 'kamu mau yang ini?' Namun saya 
menolak. Berikutnya, mereka memutar film orang bisa terbang. Setelah selesai 
film itu, mereka kembali tanya, 'kamu mau ilmu ini?' Saya langsung menyatakan 
mau, dan ketika bangun pagi, dalam diri saya seperti ada kekuatan," ujar Beny.


Bekal ilmu yang didapatnya itu, kata Beny, sangat membantunya bepergian ke 
tempat jauh, seperti ke Kota Kalabahi atau desa-desa lain di daerah itu. Dia 
bisa jalan cepat dalam kondisi kaki pincang. Dia bisa terbang menuju ke suatu 
tempat. "Kekuatan yang saya dapat bukan hanya untuk jalan saja, tetapi membantu 
saya bekerja di hutan ini. Sebelumnya—karena cacat—saya tidak bisa mengangkat 
kayu, tetapi setelah mendapat ilmu itu, meskipun dengan kondisi cacat, saya 
bisa mengangkat kayu," tutur Beny.

Selain mendapat ilmu terbang, Beny juga 
mengaku, selama menempati hutan itu dia berteman dengan makhluk halus, arwah 
orang yang telah
 meninggal, dan kuntilanak. "Makhluk halus biasanya datang pada saat saya 
sendiri. Kalau ada orang yang mau meninggal dunia, biasanya hutan ini ramai 
seperti orang pesta. Namun, saya tidak melihat wujud mereka. Kadang-kadang 
orang-orang mati ini menemani saya pada pagi hari yang masih gelap ketika saya 
membuat perapian untuk berdiang. Ada yang datang membunyikan pohon bambu di 
hutan ini," tutur Beny lagi.

Kuntilanak, kata Beny, menjadi temannya hampir 
setiap saat. Datangnya kuntilanak biasa ditandai dengan suara tikus di luar 
pintu. Ketika dibuka, mahkluk ini sudah ada. Busana kuntilanak semuanya warna 
putih, rambutnya air panjang sampai di bokong.

"Cantiknya luar biasa, paling 
cantik di dunia. Kulitnya putih seperti China. Lebih cantik daripada nona-nona 
di Kalabahi, di Kupang, atau Jakarta. Ini China, Taiwan," ujar Beny sambil 
mengatakan nama kuntilanak itu Lin.

Beny mengatakan, hubungannya dengan 
kuntilanak yang datang hanya sebatas
 teman cerita, tidak lebih dari itu. "Lin biasa membawa makanan untuk saya. 
Makanan mereka seperti yang biasa orang makan: ada daging ayam, ikan, sayur. 
Pokoknya enak. Tapi saya tidak mau. Kita cerita saja. Kita sudah anggap 
saudara," ungkap Beny.

Di akhir ceritanya, Beny berharap ada perhatian dari 
pemerintah terhadap dirinya. Sebab, meskipun dengan kondisi cacat, dia bisa 
menjaga kelestarian hutan di kawasan itu.*




      

Kirim email ke