Funco, ini hasil sharing dengan petugas leasing di lapangan, kalau mau kredit 
motor atau yang sebangsanya, wartawan itu salah satu profesi yang harus 
diteliti 
lagi. Selain wartawan ada juga profesi lainnya, militer...
Mungkin yang dimaksudkan itu wartawan yang tidak punya penghasilan tetap, kalau 
ditagih banyak alasan dan suka menggunakan kekuatan lain...
Tentang kesejahteraan, wartawan juga seperti profesi lainnya harus ikut 
Jamsostek, gajinya layak (minimal tidak menyalahi UMP, inipun bila dibandingkan 
kebutuhannya masih sangat kurang).
Betul apa yang dikatakan Femmy, Jamsostek itu sangat membantu. aku kalau sakit 
tidak pernah mengeluarkan duit untuk bayar dokter dan obat. padahal wartawan 
itu 
sering sakit, sering liputan dan sering begadang, meskipun entah dengan 
siapa....yang kemudian mengakibatkan sakit (kalau Rully Lamusu itu mojoknya 
yang 
enak2, sakitnya juga lain. hahhaa). Kita orang Indonesia ini kan kalau sakit 
langsung jatuh miskin, karena gak banyak tabungan, gak ada asuransi 
kesehatan....





________________________________
From: "femmy...@yahoo.com" <femmy...@yahoo.com>
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Mon, August 30, 2010 1:31:12 AM
Subject: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan (Profesinalisme)

  
Alhamdulillah semua karyawan di Gorontalo Post termasuk wartawan jd anggota 
jamsostek. Kemarin wkt sy melahirkan terbantu dgn adanya jamsostek. Semoga sj 
perusahaan media lainnya juga memberikan fasilitas asuransi kpd wartawan
Powered by Telkomsel BlackBerry®
________________________________

From:  funcotan...@gmail.com 
Sender:  gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
Date: Sun, 29 Aug 2010 17:18:40 +0000
To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
ReplyTo:  gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
Subject: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan (Profesinalisme)
  

Yang saya garis bawahi di postingan mas Ocid adalah fasilitas kredit dan 
asuransi. 


Kok Bank sampai mempersulit (untuk tidak mengatakan tidak bisa) memberikan 
kredit ke wartawan? Bukannya wartawan punya daftar gaji, SK dan tetek bengek 
administratif lain untuk menjadi syarat kredit di Bank.

Lalu apakah wartawan tidak mendapat fasilitas asuransi kesehatan dari 
perusahaan? Sebab, wartawan biasa bekerja diantara kubur dan kehidupan. Apalagi 
mas Ocid yang dulunya jd wartawan kampus, yang sering berada dilintasan 
lemparan 
batu mahasiswa.
Begitu juga dengan asuransi pendidikan anak.

Itu untuk wartawan yang memang menempel pada perusahaan. Tetapi bagaimana nasib 
koresponden atau wartawan tidak tetap?

Mohon pencerahan..




Powered by Telkomsel BlackBerry®
________________________________

From:  Tuturuga <belimbingbo...@yahoo.com> 
Sender:  gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
Date: Sun, 29 Aug 2010 10:12:29 -0700 (PDT)
To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
ReplyTo:  gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
Subject: Re: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan (Profesinalisme)
  
Jujur saja, hidup menjadi wartawan itu sulit, dituntut kerja profesional, 
bahaya 
setiap saat mengancam (tawuran, preman, bahan berbahaya, lokasi tidak 
aman).Selain itu pengaturan jam kerja juga tidak ada, yg namanya wartawan harus 
siap 24 jam. Di sini lain gaji yang diterima juga jauh dari memadai untuk hidup 
layak, apalagi berlebih. 

Ada fakta lain, lembaga pembiayaan di Indonesia itu ogah melayani kredit untuk 
wartawan, mungkin karena banyak pengalaman wartawan ngemplang. 

Sekedar berbagi saja, untuk menutupi kekurangan keuangan banyak wartawan yang 
nyambi, mulai dari usaha Laundry (jadi teringat teman kantor yang punya 
perusahaan pencucian), agen/loper koran (aku lakukan saat di Manado, jualan 
koran mulai dari Politeknik Manado hingga desa-desa sekitar Talawaan yang  
rawan 
karena banyak org tambang yang mabuk/pura2 mabuk, tiap pagi disambut anjing 
galak pemilik rumah. Bisa diricek dengan anggota Polres Limboto yang bernama 
Briptu Jubersius Tongo-Tongo, dia salah satu loper koranku korban konflik 
Maluku 
Utara, berhasil jadi polisi), hingga usaha lain yang halal.
Terpulang kembali ke diri, apakah mau berusaha mandiri....
Ini perlu dilakukan untuk menopang ekonomi, usaha ini halal dan bukan 
minta-minta.... ketergantungan ekonomi harus diselesaikan dulu dengan usaha 
mandiri produktif....




________________________________
From: v_madjowa <v_madj...@yahoo.com>
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Mon, August 30, 2010 12:45:27 AM
Subject: Bls: [GM2020] Re: Jangan Beri THR kepada Wartawan (Profesinalisme)

  
kembali ke soal THR (yang diskusinya jadi bercabang-cabang dan merupakan 
dinamika di milis ini) semuanya berujung pada profesionalisme. menerima dan 
menolak kembali pada masing-masing individu. 


Menjustifikasi bahwa bingkisan, amplop dan lain-lain bisa diterima bertentangan 
dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Seperti yang dikemukakan Anggota 
Dewan 
Pers, Agus Sudibyo,"Pers yang suka memeras atau sengaja beritikad tidak baik 
dalam menjalankan profesinya, masuk kategori pers tidak profesional." 
(beritanya 
terlampir)

salam,

verri

http://www.antaranews.com/berita/1269789782/uu-pers-hanya-untuk-pers-profesional

UU Pers Hanya Untuk Pers Profesional

Minggu, 28 Maret 2010 22:23 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | Dibaca 400 kali

Padang (ANTARA News) - Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, menegaskan bahwa 
penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers hanya untuk pers 
profesional dan berkerja sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

"Di luar itu, sepertinya tidak perlu diterapkan," ujarnya dalam seminar 
kebebasan pers bertema "Membuka Akses Keadilan Melalui Peningkatan Kapasitas 
Jurnalis" di Padang, Minggu.

Saat ini, kata dia, makna kebebasan pers banyak disalahartikan oleh segelintir 
pers. Mereka beranggapan bahwa kebebasan itu mutlak, dan malah ada yang 
terang-terangan melanggar ketentuan kode etik tersebut. 


"Hal itu jelas tidak dapat ditoleransi. Oleh karena itu, UU Pers tidak perlu 
diterapkan kepada mereka," katanya menegaskan.

Ia menyebutkan Pasal 2 UU No.40/1999 bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu 
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, 
dan 
supremasi hukum.

Maknanya, kata dia, penegakan hukum yang merawat kemerdekaan pers. "Jadi, bukan 
berarti memberikan hak-hak istimewa kepada pers, melainkan ikut menjaga dan 
menegakkan demokrasi," paparnya.

Diakuinya, pers memang sudah teruji dan memiliki peran sangat strategis dalam 
pengawasan semua tahapan dan fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. 


Namun, lanjut dia, kemerdekaan pers dan perlindungan hukum hanya diberikan 
kepada pers yang profesional.

"Di luar itu, seperti pers yang suka memeras atau sengaja beritikad tidak baik 
dalam menjalankan profesinya, masuk kategori pers tidak profesional," ujarnya. 


Menurut dia, mereka tak ubahnya "penumpang gelap" yang menjadikan kemerdekaan 
pers sebagai "topeng". Pasalnya, dalam menjalankan pekerjaannya sudah melanggar 
kode etik wartawan dan melawan hukum.
(T.KR-TSP/D007/P003)
COPYRIGHT © 2010



 


      

Kirim email ke