*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~* { Sila lawat Laman Hizbi-Net - http://www.hizbi.net } { Hantarkan mesej anda ke: [EMAIL PROTECTED] } { Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED] } *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~* PAS : KE ARAH PEMERINTAHAN ISLAM YANG ADIL ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Tertelan dalam Samudera Istiqamah Oleh : Imam Suhadi [EMAIL PROTECTED] Kewajiban Berjalan Setiap manusia yang hadir di dunia mempunyai sebuah kewajiban untuk melakukan perjalanan. Untuk itulah dalam Al Qur'an, Allah Ta'ala berfirman sebagai berikut: Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". (QS. 30:42) Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah. (QS. 40:21) Perjalanan dalam perspektif ini bukan sekedar "travelling", dimana jasad melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Tetapi jauh lebih dalam dari itu, yaitu sebuah proses perjalanan beragama. Sebuah proses perjalanan nafs, hijrah dan mujahadah dalam pengabdian kepada Allah Ta'ala. Karena itulah, sebagian besar kisah nabi-nabi dalam Al Qur'an menceritakan proses perjalanannya. Mulai dari Nuh A.S yang melakukan perjalanan beserta para pengikutnya dengan sebuah kapal besar yang penuh muatan, Ibrahim yang melakukan perjalanan dalam pecarian Tuhannya, dimana ia bertemu bintang, bulan dan matahari, Musa A.S yang melakukan perjalanan dalam membebaskan kaumnya dari perbudakan Fir'aun, sampai Nabi Muhammad SAW yang melakukan perjalanan Isra' dan Mi'raj serta hijrahnya beserta para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Semua kisah tersebut secara bathiniah menjelaskan kepada manusia tentang proses perjalanan beragama tersebut. Untuk melakukan sebuah perjalanan, seseorang harus berbekal peta perjalanan agar ia tidak tersesat untuk sampai kepada tujuan. Demikian pula proses perjalanan beragama. Al Qur'an adalah peta perjalanan tersebut. Sebuah peta yang akan menuntun proses perjalanan agama seseorang dalam menuju Tuhannya. Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan. (al-Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 3:137-138) Maka, kepentingan dan kebutuhan untuk memahami pesan-pesan Allah Ta'ala dalam Al Qur'an sangat utama dalam perjalanan ini. Alangkah sulitnya bagi seorang manusia untuk berjalan dengan benar dalam menapaki perjalanan agama ini, apabila ia tidak memahami pesan-pesan tersebut. Dengan memahami Al-Qur'an, hal ini merupakan modal dasar bagi seseorang untuk menempuh proses panjang perjalanan agamanya. Yang selanjutnya dengan memahaminya ia akan mengerti kehendak, gagasan dan ide-Nya, yang selanjutnya akan mengantarkannya untuk mengenal pribadi Allah Ta'ala (ma'rifatullah). Ibarat sebuah buku, dengan membaca dan memahami buku tersebut, maka kita dapat mengerti ide, gagasan, kehendak pengarang, malah lebih jauh dari itu, dapat pula mengenal karakter dan pribadi pengarang. Selanjutnya mungkin akan timbul sebuah pertanyaan besar, bagaimanakah untuk dapat memahami Al Qur'an? Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menjawabnya dalam Al Qur'an, bahwa untuk memahami makna terdalam dari Al Qur'an yang mulia yang didalamnya berisi tentang petunjuk perjalanan agama hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang disucikan-Nya (QS.56:77-79), bukan sekedar dengan memikirkannya atau mengacu kepada penafsiran ulama-ulama terdahulu. Sebagian orang berpendapat bahwa untuk dapat mengerti Al Qur'an adalah dengan memikirkannya dengan akal pikiran. Ketahuilah bahwa memikirkan Al Qur 'an dalam kaidah ini bukanlah memikirkan dengan akal pikiran yang banyak terbebani oleh hawa nafsu dan syahwat. Karena apabila ini terjadi, jadilah ayat-ayat Al Qur'an hanyalah merupakan alat untuk melegitimasi aktualisasi hawa nafsu dan syahwatnya saja. Sebagian yang lain dengan berpatokan kepada tafsiran ulama-ulama terdahulu. Maka bagi orang-orang yang melakukan ini, sadarilah bahwa persoalan kehidupan setiap zaman bertambah. Thaghut yang timbul setiap zaman-pun mengalami perubahan. Ulama-ulama terdahulu yang shalih yang disucikan oleh-Nya, tentu dapat menyentuh makna terdalam Al Qur'an karena diberi petunjuk oleh Allah Ta'ala, untuk menjelaskan Al Qur'an untuk zaman tersebut, sesuai dengan kondisi permasalahan zamannya. Untuk itulah dikatakan bahwa Al Qur'an menjelaskan segala sesuatu, sehingga berlaku sepanjang zaman. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. 16:89) Abu Hurairah R.A berkata: "Aku dikaruniai oleh Rasulullah SAW dua buah karung ilmu pengetahuan. Satu karung telah kubuka, dan satu lagi tidak aku buka. Sebab apabila aku buka, niscaya orang-orang akan menghalalkan darahku". 1 Karung yang masih tertutup itu, Allah Ta'ala yang akan membukanya masa per masa. Sesuai dengan permasalahan pada masa atau zaman tersebut. Sampai pada hari akhir nanti semua isi karung tersebut telah terbuka. Perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa mekanisme memahami makna terdalam Al Qur 'an ini, yang akan Allah Ta'ala jelaskan maknanya untuk zaman tersebut, adalah bukan dengan dipikir-pikirkan atau sekedar mengacu kepada penafsiran ulama-ulama terdahulu. Tetapi dengan membiarkan Allah Ta'ala yang akan memberikan ilmu dan petunjuk langsung ke dalam qalbu yang disucikan oleh Allah. Allah Ta'ala mensucikan qalbu seseorang yang bertaubat, dengan cahaya iman. Sehingga suci dan teranglah qalbunya. Inilah keimanan yang benar. Dan inilah yang merupakan syarat untuk dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta' ala tersebut. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada qalbunya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 64:11) Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada Shirath Al Mustaqiim. (QS. 42:52) Sebenarnya, al-Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS. 29:49) Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan: "Orang yang membaca Al Qur'an nan agung ini seharusnya melihat, bagaimana Allah Ta'ala menyayangi makhluk-Nya, ketika mengalirkan makna-makna firman-Nya untuk memberi pemahaman kepada mereka."2 Untuk itulah, sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat menerima petunjuk Allah Ta'ala untuk mengerti muatan terdalam dari Al Qur'an ini adalah mereka yang terkunci qalbunya. Maka apakah mereka tidak mentadaburi Al-Qur'an ataukah qalbu mereka terkunci? (QS. 47:24) Oleh karena itu tidak akan mungkin seseorang dapat memahami kandungan Al Qur 'an secara hakiki dengan qalbu yang gelap gulita dan lubb (akal qalbu) yang mati. Karena itu Imam Al Ghazaly berkata : "Barangsiapa buta qalbunya, maka tidak akan tersentuh agama ini kecuali kulit dan tanda-tandanya saja, sedangkan intisari hakikat-hakikat agama tidak tersentuh sama sekali."3 Karenanya, sesungguhnya penjelasan-penjelasan Al Qur'an bukanlah konsumsi otak (akal jasmaniyah) untuk dapat menyentuhnya. Tetapi seorang dapat menyentuh penjelasan-penjelasan Al Qur'an dengan qalbu. Qalbu yang diterangi cahaya iman. Sesungguhnya apabila qalbu seorang manusia tidak terkunci, maka ia akan mendapati bahwa Al Qur'an sangat deskriptif menjelaskan peta proses perjalanan keagamaan seorang manusia. Darimana memulainya sampai dengan tujuan akhir perjalanan. Sehingga ia akan mengatakan: "Benar! inilah ayat-ayat Tuhanku yang menjelaskan segala sesuatu." Selama ini, kebanyakan manusia hanya melakukan perjalanan secara jasadiyah saja. Raganya saja yang melakukan perjalanan, sedangkan nafs nya yang cantik meringkuk dalam penjara hawa nafsu dan syahwat. Agar qalbu disucikan oleh Allah Ta'ala, maka seseorang harus mulai melakukan proses perjalanan beragamanya. Ibarat air kalau menggenang, tidak mengalir akan menjadi tempat bersarang dan berkembangnya berbagai macam potensi penyakit. Demikian pula nafs manusia, diapun harus berjalan, agar qalbunya disucikan oleh Allah Ta'ala. Dalam Al Qur'an sangat deskriptif dijelaskan tentang peta perjalanan beragama. Darimana memulainya, tahapan-tahapannya, sampai dengan tujuan akhir perjalanannya. Sebagaimana sebuah perjalanan jasadiyah, sangat penting mengerti tahapan-tahapan dan tujuan perjalanan. Apabila seseorang tidak melandasai perjalanan agamanya dengan Al Qur'an, sesungguhnya mereka telah melakukan dengan perasangkanya saja. Akibatnya ketika perjalanannya telah jauh bergeser dari tujuannya, niscaya ia tidak akan menyadarinya. .. syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam qalbumu persangkaan itu (QS. 48:12) Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. 10:12) Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk". (QS. 13:33) Mencoba untuk memahami Al Qur'an, dapat dimulai dengan mengetahui topik general yang dibahas dalam Al Qur'an dari induknya yaitu Surat Al Fathihah. Untuk itulah Rasulullah SAW menyebut Surat Al Fathihah sebagai Ummul Kitab.4 Dalam Ummul Kitab (QS 1:7), dikatakan bahwa manusia akan terbagi menjadi tiga golongan, yaitu: Golongan yang diberi nikmat Golongan yang sesat Golongan yang dimurkai Allah Golongan yang diberi nikmat adalah mereka golongan para nabi, shiddiqiin, syuhada dan shalihiin (QS 4:69). Merekalah golongan yang dikehendaki Allah Ta'ala, dan dijaga oleh Allah Ta'ala untuk selalu berada diatas Shirath Al Mustaqiim. Golongan yang dimurkai Allah Ta'ala adalah mereka yang kafir dan musyrik kepada Allah Ta'ala, merasa senang dan bangga atas kekafiran dan kemusyrikannya, serta tidak berusaha untuk keluar dari kekafiran dan kemusyrikannya. Sedangkan golongan yang sesat adalah mereka yang tidak mendapat petunjuk dari Allah Ta'ala, karena melaksanakan agama dengan hawa nafsu dan perasangka, sehingga sadar atau tanpa disadarinya telah tersesat dari Shirath Al Mustaqiim. Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari Shirath Al Mustaqiim. (QS. 2:108) Dalam perjalanan menuju Tuhannya, Ibrahim berkata: "Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". (QS. 6:77). Kesesatan yang akumulatif dan tidak melakukan taubatan nasuuha, akan menyebabkannya sedikit demi sedikit menggelincirkannya dalam golongan orang yang dimurkai Allah Ta'ala. Permasalahan kesesatan sangat erat kaitannya dengan dapat atau tidaknya seorang hamba menerima petunjuk secara langsung ke qalbu dari Allah Ta'ala. Karena dengan petunjuk inilah panduan berjalan, yaitu Al Qur'an menjadi nyata dalam dadanya, serta secara individual ia akan dipimpin oleh Allah Ta' ala menuju Shirath Al Mustaqiim. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada qalbunya. (QS. 64:11) sehingga al-Qur'an itu menjadi ayat-ayat yang nyata di dalam dada (QS. 29:49) padahal sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (QS. 42:52) dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur'an itulah yang hak dari Rabbmu lalu mereka beriman dan tunduk qalbu mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada Shirath Al Mustaqiim. (QS. 22:54) Mungkinkah Mendapat Petunjuk Langsung dari Allah Ta'ala? Mungkin sekarang ini timbul dalam benak kita sebuah pertanyaan? Tidakkah petunjuk langsung ini hanya dapat diterima para Nabi para sahabat atau orang-orang shalih dahulu? Adakah pada masa sekarang ini orang yang mampu menerima petunjuk langsung dari Allah Ta'ala? Apakah kita dapat pula termasuk kedalam golongan orang yang diberi petunjuk langsung oleh Allah Ta' ala? Jawabannya adalah bahwa petunjuk langsung dari Allah Ta'ala bukan semata-mata dapat diterima oleh para Nabi, para sahabat atau orang-orang shalih dahulu. Semua orang pada masa ini mempunyai potensi untuk dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta'ala. Dan pada masa ini tentu terdapat orang-orang yang dapat menerima petunjuk dari Allah Ta'ala. Namun, karena persepsi dalam diri kita bahwa petunjuk langsung ini hanya dapat ditangkap oleh para Nabi, para sahabat atau orang-orang shalih dahulu, menyebabkan kita mengabaikannya. Bahkan -mungkin- apabila kita bertemu dengan mereka, kita hanya mencomooh mereka saja, karena waham yang ada dalam diri kita. Tahapan Perjalanan Agama Tidak banyak orang yang tahu, apakah tujuan akhir dalam perjalanan agamanya? Bahkan ulama-ulama yang masyhur pada masa sekarangpun sangat sedikit yang mengetahuinya. Ketahuilah bahwa tujuan akhir dalam melaksanakan perjalanan agama adalah untuk menjadi hamba yang didekatkan kepada-Nya (Al Muqarrabuun). Dan untuk dapat menjadi hamba yang didekatkan kepada-Nya, seorang hamba harus berada di atas Shirath Al Mustaqiim, karena Allah Ta'ala berada di atas Shirath Al Mustaqiim. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus". (QS. 11:56) Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada Shirath Al Mustaqiim (untuk sampai) kepada-Nya. (QS. 4:175) Shirath secara akar bahasa berarti tertelan, Al Mustaqiim berarti adalah orang-orang yang telah mantap keistiqamahannya pada jalan Allah Ta'ala. Sehingga Shirath Al Mustaqiim lebih dekat artinya dengan telah tertelannya seorang hamba dalam keistiqamahan pada jalan-Nya. Pada posisi inilah seorang hamba dijaga oleh Allah Ta'ala dari kesalahan, seperti dipegangnya ubun-ubun binatang melata. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus". (QS. 11:56) Sangat tingginya arti keberadaan seseorang pada Shirath Al Mustaqiim dalam perjalanan agamanya, sehingga dalam shalat kita selalu memohon: "Ya Allah, tunjukilah kami ke Shirath Al Mustaqiim". (QS. 1:6) Dan untuk dapat berada diatas Shirath Al Mustaqiim, seseorang harus dapat menerima petunjuk langsung dari-Nya. Seseorang harus dapat mengerti apa yang Allah Ta'ala kehendaki dan inginkan darinya. Mustahil seseorang akan berada di Shirath Al Mustaqiim apabila ia tidak dapat mengerti apa yang Allah Ta' ala inginkan dan kehendaki darinya. Sementara ia tetap saja berjalan dengan hawa nafsunya sendiri, termasuk dalam menjalankan agamanya. dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur'an itulah yang hak dari Rabbmu lalu mereka beriman dan tunduk qalbu mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada Shirath Al Mustaqiim. (QS. 22:54) Dan untuk dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta'ala ini, syaratnya adalah iman. Keimanan yang hakiki, bukanlah iman yang sekedar berdasarkan dalil-dalil apalagi ketaklidan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk langsung kepada qalbunya. (QS. 64:11) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya. (QS. 10:9) Imam Al Ghazaly mengatakan, bahwa iman itu terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu5: Iman Awami Yaitu iman secara awam. Sering juga disebut iman taqlidi, karena seorang yang beriman dalam tingkatan ini hanya taqlid tanpa dapat mengemukakan dalil-dalil dari apa yang diimaninya. Iman Mutakallimin Yaitu iman dengan dalil-dalil (argumentatif). Baik dalil-dalil Akal meupun dalil-dalil ayat Al Qur'an maupun hadits. Namun keimanan jenis ini lebih dekat kepada Iman Awami. Iman Arifin Yaitu iman dengan yakin, bukan sekedar taqlid ataupun berdasarkan dalil-dalil. Tetapi beriman berdasarkan petunjuk langsung dari Allah Ta'ala. Iman secara arifin inilah iman yang hakiki yang pada hakikatnya adalah cahaya yang dilimpahkan Allah Ta'ala untuk membersihkan dan menerangi qalbu yang terkunci dari karat-karat dosa. Dengan terbersihkan dan terteranginya qalbu dengan cahaya iman inilah yang menyebabkan petunjuk langsung dari Allah Ta'ala dapat ditangkap oleh qalbu. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (QS. 2 : 257) Allah Ta'ala mengeluarkan seorang dari kegelapan kepada cahaya adalah dengan rahmat (pertolongan)-Nya sebagai jawaban atas usaha seorang hamba dalam mengaktualisasikan nilai-nilai substansial yang dijelaskan Al Qur'an. Dialah yang memberi rahmat kepadamu, dan malaikat-malaikat Nya, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). (QS 33 : 43) (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb-mu. (QS 14 : 1) . dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, .... ( QS 5 : 16) Tahapan-tahapan awal yang diusahakan untuk mendapatkan rahmat Allah Ta'ala, sehingga Dia mengeluarkan seorang manusia dari kegelapan kepada cahaya adalah dengan melakukan Taubatan Nasuuha. Taubatan Nasuuha ini perintahnya wajib. Namun sedikit sekali orang yang melakukannya. Mereka berpikir bahwa taubat hanya perlu dilakukan apabila telah melakukan dosa yang sangat besar. Mereka sama sekali tidak menyadari, bahwa hampir tidak ada hari-hari yang dilaluinya lepas dari dosa. Dan ketahuilah bahwa dosa-dosa kecil yang dianggap biasa, nilainya akan menjadi sangat besar dihadapan Allah Ta'ala. Sungguh sangat sombong, seorang manusia yang merasa bahwa dirinya telah lepas dari dosa, padahal ia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk dari Allah Ta'ala. Rasulullah SAW pun yang telah tertelan dalam samudera istiqamah, selalu memohon ampun dan bertaubat kepada Allah Ta'ala minimal tujuh puluh kali dalam semalam.6 Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuuha, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai (QS. 66:8) Taubatan Nasuuha ini dilakukan dengan melakukan 4 (empat) langkah terus menerus tanpa henti, yaitu: - Mohon ampun - Taubat (menyesali diri dan ingin kembali kepada jalan-Nya) - Memperbaiki Diri - Berpegang teguh kepada tali Allah dengan berserah diri kepada-Nya Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. (QS. 11:90) Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya (QS. 5:39) Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada Allah dan tulus ikhlas dalam beragama mereka karena Allah. (QS. 4:146) Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat ihsan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. 31:22) Ketika seorang Arab Badwi datang menemui Rasulullah SAW, lalu berkata: "Aku telah beriman", lalu Allah Ta'ala memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk mengatakan: "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah 'kami telah berserah diri', karena iman itu belum masuk ke dalam qalbumu". (QS. 49:14) dalam ayat yang lain bahkan dikatakan bahwa orang yang dibukakan qalbunya untuk berserah diri, kemudian karena keberserahan dirinya, Allah Ta'ala memberikan kepadanya cahaya iman". (QS 39:22) Berserah diri kepada-Nya inilah yang merupakan gerbang bagi dilimpahkannya cahaya iman oleh Allah Ta'ala. Proses penyerahan diri kepada Allah Ta'ala, pada dasarnya adalah proses menyediakan dirinya untuk diatur oleh Allah Ta'ala. Dan tidak diatur oleh hawa nafsu. Dan hal tersebut mencakup seluruh aspek, yaitu aspek rasa (perasaan), karsa (keinginan), cipta (pikiran) dan juga karya (amal). Hal ini sangat perlu ditegaskan, karena banyak orang tidak menyadari atau bahkan mengabaikan bahwa aspek rasa, karsa dan cipta-pun telah dihisab oleh Allah Ta'ala. Mereka sangat mengutamakan aspek lahir, karena memang ini terlihat oleh manusia. Namun qalbunya sangat rapuh dikotori oleh rasa, karsa dan cipta yang tidak benar. Padahal sadarilah, bahwa segala amal tergantung kepada niatnya. Segala amal yang diniatkan bukan untuk pengabdian kepada Allah Ta'ala, maka Allah Ta'ala akan membiarkannya bertebaran seperti debu ditiup angin. Dan sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Mengetahui apa-apa yang tergores di qalbu manusia. Dan sesungguhnya Rabbmu, benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan qalbu mereka dan apa yang mereka nyatakan. (QS. 27:74) Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan qalbu (fu'ad), semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36) Perjuangan untuk berserah diri kepada Allah Ta'ala dalam segenap aspek merupakan perjuangan melawan hawa nafsu. Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata: "Hawa nafsu yang ditaati, sesungguhnya itulah penyebab kegelapan dan berkaratnya qalbu. Demikianlah, ia ibarat karat pada cermin yang dapat menghalangi pada pancaran kebenaran. Qalbu adalah ibarat kaca, hawa nafsu ibarat karat, sedangkan Al Qur'an itu bagaikan gambar yang memantul di dalam cermin. Sedangkan latihan qalbu dengan memerangi hawa nafsu, adalah ibarat jernihnya kaca tersebut."7 Wajarlah apabila Rasulullah SAW bersabda: "Kita kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang besar yaitu memerangi hawa nafsu."8 Karena dengan taubatan nasuuha yaitu memohon ampun, bertaubat, memperbaiki diri dan berserah diri kepada-Nya merupakan sebuah langkah memerangi hawa nafsu, yang merupakan sebuah langkah awal bagi seorang manusia untuk menyediakan agar qalbunya dapat memahami Al Qur'an, mendapat petunjuk dan terpimpin kepada Shirath Al Mustaqiim. Sungguh, alangkah naifnya perjalanan beragama seorang manusia, apabila panduan utamanya dalam berjalan yaitu Al Qur'an tidak dapat dipahaminya. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia sekarang ini dalam keadaan demikian. Ujian Allah Ta'ala Dalam menapaki perjalanan beragama tersebut, Allah Ta'ala akan selalu menghadapi manusia yang melakukan perjalan dengan ujian. Karena dengan ujian inilah Allah Ta'ala mengetahuia siapa orang-orang yang benar-benar berjihad dan siapa yang sabar. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS. 3:142) Dengan ujian-ujian inilah nyata orang yang berjihad dan bersabar, sehingga Allah Ta'ala menambah keimanan yang ada dalam diri mereka. Yang akhirnya akan sempurnalah keimanannya sesuai dengan kadar yang Allah Ta'ala tentukan. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. 29:2) Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam qalbu orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. 48:4) Ujian dari Allah Ta'ala ada dua jenis, yaitu ujian berupa kesenangan dan kesusahan. Dan Kami coba mereka dengan yang baik-baik (hasanah) dan yang buruk-buruk (sayyiah), agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS 7 : 168) Kami akan menguji kamu dengan keburukan (syarri) dan kebaikan (khairi) sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). (QS 21 : 35) Ujian berupa kesusahan inilah yang seringkali pula dibahasakan dengan musibah. Dalam satu sisi musibah ini merupakan ujian dari Allah Ta'ala, dalam sisi lain musibah ini merupakan akibat perbuatan tangan mereka sendiri (disebabkan dosa-dosa mereka). Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. 2:155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. 2:156) Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5:49) Setiap manusia, siapapun itu, apakah ia ingin bertaubat kembali ke Allah Ta' ala ataupun tidak, selalu mendapatkan ujian dari Allah Ta'ala. Ujian ini bertujuan agar manusia sadar untuk kembali kepada Allah Ta'ala dan menyandarkan dan menggantungkan dirinya hanya kepada Allah Ta'ala. Namun banyak manusia, yang dengan ujian-ujian tersebut menjadi sombong dan lupa diri. Banyak pula yang berkeluh kesah, bahkan mensekutukan Allah dengan selain-Nya. Sehingga karena pensikapan manusia yang demikian dalam menghadapi ujian Allah, Allah menyesatkannya. Ada pula manusia yang dengan ujian-ujian tersebut, menyebabkan ia semakin bersyukur, mendekatkan diri dan berserah diri kepada Allah. Sehingga karena pensikapan manusia yang demikian dalam menghadapi ujian Allah, Allah memberi kepadanya petunjuk-Nya. .... Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. (QS 70 : 155) Alangkah anehnya jika seseorang telah merasa beriman, tetapi ia tidak pernah merasakan adanya ujian dari Allah Ta'ala atau bahkan selalu mengeluh tiap kali ditimpa sebuah ujian. Daftar Pustaka 1 HR Imam Bukhari 2 Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Mukhtasar Minhajul Qashidin, hlm 46 3 Imam Al Ghazaly, Ihya Ulumuddin Bab Ajaibul Qulub 4 HR . 5 Imam Al Ghazaly, Ihya Ulumuddin Bab Ajaibul Qulub 6 HR Imam Bukhari 7 Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Mukhtasar Minhajul Qashidin, hlm 47 8 HR. Imam Al Baihaqy dari Jabir R.A dengan sanad lemah ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-~> eGroups is now Yahoo! Groups Click here for more details http://click.egroups.com/1/11231/1/_/477090/_/982045345/ ---------------------------------------------------------------------_-> ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED] pada body : SUBSCRIBE HIZB) ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED] pada body: UNSUBSCRIBE HIZB) ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan ) ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net ) ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED] ) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Pengirim: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>