--- On Wed, 11/19/08, Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] "Out of Sundaland" (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan Terbaru (2008) To: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Wednesday, November 19, 2008, 7:57 AM Pak Prajuto, Betul Pak, itu kalau kita menerima implikasi hipotesis Oppenheimer (1998). Dari sejarah yang pernah diajarkan kepada kita, penghunian Kepulauan Indonesia melalui dua gelombang migrasi dari Yunan, Cina Selatan : (1) gelombang proto-Melayu, (2) gelombang deutero-Melayu. Teori ini dibangun berdasarkan peninggalan artefak dan linguistik, seperti penelitian-penelitian sarjana Belanda/Jerman awal abad 20 Sttuterheim dan van der Tuuk. Sekarang, dalam era modern, dengan majunya biologi molekuler sebagai kontribusi paleo-antropologi ternyata yang terjadi adalah "Arus Balik" : justru dari Indonesia ke arah utara dan baratlaut (dari selatan ke utara). Meskipun demikian, para ahli genetika molekuler pun tak semua sependapat dengan Oppenheimer (1998). Contohnya adalah penelitian DNA/genome atas sampel darah yang dilakukan Lembaga Eijkman Indonesia atas beberapa suku bangsa di Indonesia (lihat ulasannya di National Geographic Indonesia beberapa bulan lalu tentang migrasi manusia modern) tak mendukung penelitian Oppenheimer dan timnya dari University of Oxford, tetapi membenarkan pendapat lama (utara ke selatan). salam, awang --- On Wed, 11/19/08, Prajuto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Prajuto <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] "Out of Sundaland" (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan Terbaru (2008) To: "Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Wednesday, November 19, 2008, 6:39 AM Pak Awang, Jadi pelajaran SMP dulu katanya penduduk Indonesia migrasi dari indocina 12K dan 8K tahun yang lalu (Adjisaka dkk?, sehingga kita wajahnya seperti orang Thai), bertentangan dengan teori Oppenheimer ini dong Pak… Salam, Pjt From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Tuesday, November 18, 2008 9:38 PM To: Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Subject: Re: [Forum-HAGI] "Out of Sundaland" (Oppenheimer,1998) : Perdebatan Terbaru (2008) Pak Prajuto, Yang dihipotesiskan Oppenheimer (1998) adalah manusia modern terakhir, sekitar 10.000 tahun yang lalu. Sedangkan, "Out of Afrca" adalah migrasi manusia modern pertama 150.000-120.000 tahun yang lalu, itu dibahas dalam buku Oppenheimer yang lain "Out of Eden" (2004). Jadi, konteksnya lain. "Out of Africa " pertama dilakukan oleh Homo erectus sekitar 1.7-1.5 Ma. salam, awang --- On Tue, 11/18/08, Prajuto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Prajuto <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Forum-HAGI] "Out of Sundaland" (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan Terbaru (2008) To: " Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia " <[EMAIL PROTECTED]> Date: Tuesday, November 18, 2008, 1:54 PM Saya pernah dengar dari National Geographic (2x) bahwa asal usul manusia dari Afrika Timur sesuiai studi DNA dari beberapa contoh perwakilan ras yang ada di seluruh dunia (ini bukan bantahan lho)….. From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Tuesday, November 18, 2008 12:12 PM To: IAGI; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [Forum-HAGI] “Out of Sundaland” (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan Terbaru (2008) Rekan-rekan yang suka membaca atau mempelajari buku-buku tentang migrasi manusia modern berdasarkan analisis genetika molekuler (DNA), pasti pernah membaca nama Stephen Oppenheimer. Oppenheimer adalah salah satu tokoh utama bidang ini, yang produktif menuliskan hasil-hasil risetnya. Saat ini, Oppenheimer yang semula seorang dokter anak dan pernah bertugas di Afrika , Malaysia , dan Papua New Guinea ; adalah research associate di Institute of Human Sciences , Oxford University . Salah satu bukunya yang terkenal “Out of Eden : the Peopling of the World” (2004), cetakan terbarunya baru saya beli dua minggu lalu. Ini adalah sebuah buku yang komprehensif tentang sejarah penghunian semua daratan di Bumi oleh manusia modern berdasarkan analisis DNA pada semua bangsa. Oppenheimer memang pernah terlibat dalam suatu proyek raksasa untuk pemetaan genome manusia seluruh dunia. Dari situ ia mendapatkan data untuk menyusun bukunya. Melalui buku ini, kita bisa menebak dengan mudah bahwa Oppenheimer adalah seorang pembela pemikiran migrasi manusia : Out of Africa, dan menyerang Multiregional. Saya tak akan menceritakan buku tersebut, saya akan bercerita tentang bukunya yang lain, yang menyulut perdebatanl. Tahun 1998, Oppenheimer menerbitkan buku yang menggoncang kalangan ilmuwan arkeologi dan paleoantropologi,”Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia”. Buku ini penting bagi kita sebab Oppenheimer mendasarkan tesisnya yang kontroversial itu atas geologi Sundaland. Secara singkat, buku ini mengajukan tesis bahwa Sundaland adalah Taman Firdaus (Taman Eden), suatu kawasan berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, lalu para penghuninya mengungsi ke mana-mana : Eurasia, Madagaskar, dan Oseania dan menurunkan ras-ras yang baru. Dari buku Oppenheimer inilah pernah muncul sinyalemen bahwa Sundaland adalah the Lost Atlantis – benua berkebudayaan maju yang tenggelam. Tesis Oppenheimer (1998) jelas menjungkirbalikkan konsep selama ini bahwa orang-orang Indonesia penghuni Sundaland berasal dari daratan utama Asia , bukan sebaliknya. Apakah Oppenheimer benar ? Penelitian dan perdebatan atas tesis Oppenheimer telah berjalan 10 tahun. Saya ingin menceritakan beberapa perdebatan terbaru. Sebelumnya, saya ingin sedikit meringkas tesis Oppenheimer (1998) itu. Dalam “ Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, Oppenheimer berhipotesis bahwa bangsa-bangsa Eurasia punya nenek moyang dari Sundaland. Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian atas geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi. Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland mempunyai kebudayaan yang tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan muka laut ini telah menyebabkan manusia penghuni Sundaland menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi. Terjadilah gelombang besar migrasi ke arah Eurasia. Oppenheimer melacak jalur migrasi ini berdasarkan genetika, linguistik, dan folklore. Sampai sekarang orang-orang Eurasia punya mitos tentang Banjir Besar itu, menurut Oppenheimer itu diturunkan dari nenek moyangnya. Hipotesis Oppenheimer (1998) yang saya sebut ”Out of Sundaland” punya implikasi yang luas. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland. Adam dan Hawa bukanlah ras Mesopotamia, tetapi ras Sunda (!). Nah...implikasinya luas bukan ? Hipotesis Oppenheimer (1998) segera menyulut perdebatan baik di kalangan ahli genetika, linguistik, maupun mitologi. Saya akan meringkas beberapa perdebatan pro dan kontra yang terbaru (2007-2008). Di buku-bukunyanya yang terbaru (Out of Eden, 2004; dan Origins of the British, 2007), Oppenheimer tak menyebut sekali pun tesis Sundaland-nya itu. Sanggahan terbaru datang dari bidang mitologi dalam sebuah Konferensi Internasional Association for Comparative Mythology yang berlangsung di Edinburgh 28-30 Agustus 2007. Dalam pertemuan itu, Wim van Binsbergen, seorang ahli mitologi dari Belanda, mengajukan sebuah makalah berjudul ”A new Paradise myth? An Assessment of Stephen Oppenheimer’s Thesis of the South East Asian Origin of West Asian Core Myths, Including Most of the Mythological Contents of Genesis 1-11”. Makalah ini mengajukan keberatan-keberatan atas tesis Oppenheimer bahwa orang-orang Sundaland sebagai nenek moyang orang-orang Asia Barat. Binsbergen (2007) menganalisis argumennya berdasarkan complementary archaeological, linguistic, genetic, ethnographic, dan comparative mythological perspectives. Menurut Binsbergen (2007), Oppenheimer terutama mendasarkan skenario Sundaland-nya berdasarkan mitologi. Pusat mitologi Asia Barat (Taman Firdaus, Adam dan Hawa, kejatuhan manusia dalam dosa, Kain dan Habil, Banjir Besar, Menara Babel) dihipotesiskan Oppenheimer sebagai prototip mitologi Asia Tenggara/Oseania, khususnya Sundaland. Meskipun Oppenheimer telah menerima tanggapan positif dari para ahli arkeologi yang punya spesialisasi Asia Tenggara, Oppenheimer tak punya bukti kuat atau penelitian detail untuk arkeologi trans-kontinental dari Sundaland ke Eurasia . Binsbergen (2007) menantang hipotesis Oppenheimer atas argumen detailnya menggunakan comparative mythology. Beberapa keberatan atas hipotesis tersebut : (1) keberatan metodologi (bagaimana mitos di Sundaland/Oseania yang umurnya hanya abad ke-19 AD dapat menjadi nenek moyang mitos di Asia Barat yang umurnya 3000 tahun BC ?), (2) kesulitan teoretis akan terjadi membandingkan dengan yakin mitos yang umurnya terpisah ribuan tahun dan jaraknya lintas-benua, juga yang sebenarnya isi detailnya berbeda; (3) pandangan monosentrik (misal dari Sundaland) saja sudah tak sesuai dengan sejarah kebudayaan manusia yang secara anatomi modern (lebih muda daripada Paleolitikum bagian atas); (4) Oppenheimer tak memasukkan unsur katastrofi alam yang bisa mengubah jalur migrasi manusia.; (5) mitos bahwa Banjir Besar menutupi seluruh dunia harus ditafsirkan atas pandangan dunia saat itu, bukan pandangan dunia seperti sekarang. Dalam pertemuan comparative mythology sebelumnya ( Kyoto , 2005, Beijing 2006), Binsbergen mengajukan pandangan yang lebih luas dan koheren tentang sejarah panjang Old World mythology yang mengalami transmisi yang komplek dan multisentrik, tak rigid monosentrik seperti hipotesis Oppenheimer (1998). Winsbergen juga mendukung tesisnya itu berdasarkan genetika molekuler menggunakan mitochondrial DNA type B. Itulah sanggahan terbaru atas tesis Oppenheimer (1998). Dukungan terbaru untuk hipotesis Oppenheimer (1998), baru-baru ini datang dari sekelompok peneliti arkeogenetika yang sebagian merupakan rekan sejawat Oppenheimer. Kelompok peneliti dari University of Oxford dan University of Leeds ini mengumumkan hasil peneltiannya dalam jurnal “Molecular Biology and Evolution” edisi Maret dan Mei 2008 dalam makalah berjudul “Climate Change and Postglacial Human Dispersals in Southeast Asia” (Soares et al., 2008) dan “New DNA Evidence Overturns Population Migration Theory in Island Southeast Asia” (Richards et al., 2008). Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA menantang teori konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara saat ini (Filipina, Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolithikum) tahun yang lalu. Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah sebaliknya dan lebih awal, bahwa penduduk Taiwan berasal dari penduduk Sundaland yang bermigrasi akibat Banjir Besar di Sundaland. Pemecahan garis-garis mitochondrial DNA (yang diwarisi para perempuan) telah berevolusi cukup lama di Asia Tenggara sejak manusia modern pertama kali datang ke wilayah ini sekitar 50.000 tahun yang lalu. Ciri garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi pada saat yang bersamaan dengan naiknya mukalaut di wilayah ini dan juga menunjukkan migrasi ke Taiwan, ke timur ke New Guinea dan Pasifik, dan ke barat ke daratan utama Asia Tenggara – dalam 10.000 tahun. Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa haplogroup E, suatu komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA mitokondria), berevolusi in situ selama 35.000 tahun terakhir, dan secara dramatik tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia Tenggara pada periode sekitar awal Holosen, pada saat yang bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi laut-laut Jawa, Malaka, dan sekitarnya. Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan Oseania lebih baru, sekitar 8000 tahun yang lalu. Ini membuktikan bahwa global warming dan sea-level rises pada ujung Zaman Es 15.000–7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human diversity di wilayah ini. Oppenheimer dalam bukunya “ Eden in the East” (1998) itu berhipotesis bahwa ada tiga periode banjir besar setelah Zaman Es yang memaksa para penghuni Sundaland mengungsi menggunakan kapal atau berjalan ke wilayah-wilayah yang tidak banjir. Dengan menguji mitochondrial DNA dari orang-orang Asia Tenggara dan Pasifik, kita sekarang punya bukti kuat yang mendukung Teori Banjir. Itu juga mungkin sebabnya mengapa Asia Tenggara punya mitos yang paling kaya tentang Banjir Besar dibandingkan bangsa-bangsa lain. Nah, begitulah, cukup seru mengikuti perdebatan yang meramu geologi, genetika, biologi molekuler, linguistik, dan mitologi ini. Pihak mana yang mau didukung atau disanggah ? Sebaiknya, masuklah lebih detail ke masalahnya agar argumen kita kuat, begitulah menilai perdebatan. Salam, awang _______________________________________________Pertemuan Ilmiah Tahunan HAGI ke-33 "Geohazard : A Challenge for Geophysics" 3 - 5 November 2008Hyatt Regency Hotel, Bandung , Jawa Barat_______________________________________________The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing [EMAIL PROTECTED] _______________________________________________ Pertemuan Ilmiah Tahunan HAGI ke-33 "Geohazard : A Challenge for Geophysics" 3 - 5 November 2008 Hyatt Regency Hotel, Bandung, Jawa Barat _______________________________________________ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. [EMAIL PROTECTED] www.hagi.or.id