----- Original Message -----
From: Arland
Sent: Monday, June 12, 2006 1:40 PM
Subject: NU : FAHAM ASWAJA YANG DIANUT NU Paham Ahlussunnah wal Jamaah
yang dianut NU
Berkembangnya Ahlussunah wal Jamaah di Indonesia
berbarengan dengan berkembangnya Islam di Indonesia yang dibawa oleh para wali.
Di pulau Jawa, peranan Walisongo sangat berpengaruh dalam memantapkan eksistensi
Ahlussunnah wal Jamaah. Namun, Ahlussunnah wal Jamaah yang dikembangkan
Walisongo masih dalam bentuk ajaran-ajaran yang sifatnya tidak dilembagakan
dalam suatu wadah organisasi mengingat ketika itu belum berkembang
organisasi.
Pelembagaan ajaran Ahlussunah wal
Jamaah di Indonesia dengan karakter yang khas terjadi setelah didirikannya
Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. NU adalah sebagai satu-satunya organisasi
keagamaan yang secara formal dan normatif menempatkan Ahlussunnah wal Jamaah
sebagai paham keagamaan yang dianutnya. (12
KH. M. Hasyim Asy'ari sebagai salah seorang pendiri NU, telah merumuskan konsep Ahlussunnah wal Jamaah dalam kitab al-Qânûn al-Asâsiy li Jamiyyah Nahdlah al-Ulamâ. Al-Qânûn al-Asâsiy berisi dua bagian pokok, yaitu : (1) risalah Ahlussunnah wal Jamaah, yang memuat
tentang kategorisasi sunnah dan bidah dan penyebarannya di pulau Jawa, dan
(2) keharusan mengikuti mazhab empat,(13 karena
hidup bermazahab itu lebih dapat menyatukan kebenaran, lebih dekat untuk
merenungkan, lebih mengarah pada ketelitian, dan lebih mudah dijangkau. Inilah
yang dilakukan oleh salafunâ al-shâlih (generasi terdahulu yang
salih).(14
Mengenai istilah Ahlussunnah wal Jamaah, KH. M. Hasyim Asyari dengan mengutip Abu al-Baqa' dalam bukunya, al-Kulliyyât, mengartikannya secara bahasa sebagai jalan, meskipun jalan itu tidak disukai. Menurut syara', sunnah adalah sebutan bagi jalan yang disukai dan dijalani dalam agama sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. atau tokoh agama lainnya, seperti para sahabat. Sebagaimana dikatakan Syeikh Zaruq dalam kitab Uddah al-Murîd, menurut syara', bid'ah adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip bagian agama, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. (15 Yang menarik dalam Qânûn Asâsiy adalah bahwa KH. M.
Hasyim Asy'ari melakukan serangan keras kepada Muhammad Abduh, Rasyid Ridha,
Muhammad Ibn Abd al-Wahhab, Ibn Taimiyah, dan dua muridnya Ibn al-Qayyim dan
Ibn Abd al-Hadi yang telah mengharamkan praktek yang telah disepakati umat
Islam sebagai bentuk kebaikan seperti ziarah ke makam Rasulullah. Dengan
mengutip pendapat Syeikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muti'i dalam risalahnya
Tathîr al-Fu'âd min Danas al-'Itiqâd, KH. M. Hasyim
Asy'ari menganggap kelompok ini telah menjadi fitnah bagi kaum muslimin, baik
salaf maupun khalaf. Mereka merupakan aib dan sumber perpecahan bagi kaum
muslimin yang mesti segera dihambat agar tidak menjalar ke mana-mana.
(16
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Ahlussunnah wal Jamaah tersebut
mengalami proses pergulatan dan penafsiran yang intensif di kalangan warga NU.
Sejak ditahbiskan sebagai paham keagamaan warga NU, Ahlussunnah wal Jamaah
mengalami kontekstualisasi yang beragam. Meskipun demikian, kontekstualisasi
Ahlussunnah wal Jamaah, tidak menghilangkan makna dasarnya sebagai paham atau
ajaran Islam yang pernah diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw. bersama
para sahabatnya.
Titik tolak dari paham Ahlussunnah wal Jamaah terletak pada prinsip dasar
ajaran Islam yang bersumber kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Ada
beberapa tokoh-tokoh NU yang menafsirkan paham Ahlussunnah wal Jamaah, di
antaranya adalah KH. Bisri Mustofa, KH. Achmad Siddiq, KH. Saefuddin Zuhri, KH.
Dawam Anwar, KH. Said Aqil Siradj, KH. Sahal Mahfuzh, KH. Wahid Zaini, KH.
Muchith Muzadi, dan KH. Tolchah Hasan.
Oleh para ulama NU, Ahlussunnah wal Jamaah dimaknai dalam dua pengertian.
Pertama, Ahlussunah Wal Jamaah sudah ada sejak zaman
sahabat nabi dan tabi'in yang biasanya disebut generasi salaf. Pendapat ini
didasarkan pada pengertian Ahlussunah Wal Jamaah, yakni mereka yang selalu
mengikuti sunnah Nabi Saw. dan para sahabatnya.
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa Ahlussunah Wal
Jamaah adalah paham keagamaan yang baru ada setelah munculnya rumusan teologi
Asy'ari dan Maturidi dalam bidang teologi, rumusan fiqhiyyah mazhab empat dalam
bidang fikih serta rumusan tashawuf Junayd al-Bagdadi dalam bidang tashawuf .
(17
Pengertian pertama sejalan dengan sabda Nabi Saw.: Hendaklah kamu sekalian
berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan sunnah al-khulafâ al-râsyidin yang
mendapat petunjuk (HR. at-Tirmidzi dan al-Hakim). Dalam hadits tersebut, yang
dimaksud bukan sahabat yang tergolong al-khulafâ al-râsyidûn saja, tetapi juga
sahabat-sahabat lain, yang memiliki kedudukan yang penting dalam pengamalan dan
penyebaran Islam.
Nabi Saw. bersabda: Sahabat-sahabatku seperti bintang (di atas langit)
kepada siapa saja di antara kamu mengikutinya, maka kamu telah mendapat
petunjuk. (HR. al-Baihaqi).
Sesudah genersi tersebut, yang meneruskan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah
adalah para tabiin (pengikut sahabat), sesudah itu dilanjutkan oleh
tabiit-tabiin (generasi sesudah tabiin) dan demikian seterusnya yang kemudian
dikenal sebagai penerus Nabi, yaitu ulama.
Nabi Saw. bersabda: Ulama adalah penerang-penerang dunia,
pemimimpin-pemimpin di bumi, dan pewarisku dan pewaris nabi-nabi (HR. Ibn Ady)
(18 . Itu sebabnya, paham Ahlussunnah wal jamaah, sesungguhnya adalah
ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, sahabat, tabiin, dan generasi
berikutnya.
Pengertian ini didukung oleh KH. Achmad Siddiq yang mengatakan bahwa
Ahlussunnah wal Jamaah adalah pengikut dari garis perjalanan Rasulullah Saw.
dan para pengikutnya sebagai hasil permufakatan golongan terbesar umat
Islam.(19 Pengertian ini dipertegas lagi oleh KH. Saefudin Zuhri yang
mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah segolongan pengikut sunnah
Rasulullah Saw. yang di dalam melaksanakan ajaran-ajarannya berjalan di atas
garis yang dipraktekkan oleh jama'ah (sahabat Nabi). Atau dengan kata lain,
golongan yang menyatukan dirinya dengan para sahabat di dalam mempraktekkan
ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw., yang meliputi akidah, fikih, akhlaq, dan
jihad.(20
Namun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, makna
Ahlussunnah wal Jamaah di lingkungan NU lebih menyempit lagi, yakni kelompok
atau orang-orang yang mengikuti para imam mazhab, seperti Maliki, Hanafi,
Syafii, dan Hanbali dalam bidang fikih; mengikuti Abu al-Hasan al-Asyari
dan Abu Mansur al-Maturidi dalam bidang tauhid, dan Junaid al-Bagdadi dan
al-Ghazali dalam bidang tashawuf. (21
Pengertian ini dimaksudkan untuk melestarikan, mempertahankan, mengamalkan
dan mengembangkan paham Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini bukan berarti NU
menyalahkan mazhab-mazhab mutabar lainnya, melainkan NU berpendirian bahwa
dengan mengikuti mazhab yang jelas metode dan produknya, warga NU akan lebih
terjamin berada di jalan yang lurus. Menurut NU, sistem bermazahab adalah sistem
yang terbaik untuk melestarikan, mempertahankan, mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam, supaya tetap tergolong Ahlussunnah wal Jamaah. (22
Di luar dua pengertian di atas, KH. Said Agil Siradj memberikan pengertian
lain. Menurutnya, Ahlussunnah wal Jamaah adalah orang-orang yang memiliki
metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan
atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya,
Ahlussunnah wal Jamaah harus diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah
wal Jamaah bukan sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara
berpikir tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu
generasi tabi'in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam
menyikapi situasi politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan berarti
bahwa Ahlussunnah wal Jamaah sebagai manhaj al-fikr adalah produk yang bebas
dari realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang
melingkupinya. (23
Sejak berdirinya, NU telah menetapkan diri sebagai jamiyah yang berakidah
Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam Muqaddimah Qânûn Asâsiy-nya, pendiri
jamiyyah NU, KH. M. Hasyim Asyari menegaskan, Hai para
ulama dan pemimpin yang takut pada Allah dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah
dan pengikut imam empat, kalian sudah menuntut ilmu agama dari orang-orang yang
hidup sebelum kalian. Dari sini, kalian harus melihat dari siapa kalian mencari
atau menuntut ilmu agama Islam. Berhubung dengan cara menuntut ilmu pengetahuan
sedemikian itu, maka kalian menjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi
pintu-pintu gerbangnya ilmu agama Islam. Oleh karena itu, janganlah memasuki
rumah kecuali melalui pintunya. Siapa saja yang memasuki suatu rumah tidak
melalui pintunya maka pencurilah namanya!
Bagi NU, landasan Islam adalah al-Quran, sunnah (perkataan, perbuatan dan
taqrîr/ketetapan) Nabi Muhammad Saw. sebagaimana telah dilakukan bersama para
sahabatnya dan sunnah al-khulafâ al-rasyidîn, Abu Bakr al-Shiddiq, Umar ibn
al-Khaththab, Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib. Dengan landasan ini,
maka bagi NU, Ahlussunnah wal Jamaah dimengerti sebagai para pengikut sunnah
Nabi dan ijma para ulama. NU menerima ijtihad dalam konteks bagaimana ijtihad
itu dapat dimengerti oleh umat. Ulama pendiri NU menyadari bahwa tidak seluruh
umat Islam dapat memahami dan menafsirkan ayat al-Quran maupun matn (isi)
hadits dengan baik. Di sinilah peran ulama, yang sanadnya
(mata rantai) bersambung sampai ke Rasulullah Saw., diperlukan untuk mempermudah
pemahaman itu.
Dalam menggunakan landasan itu, ada tiga ciri utama Ahlussunnah wa
al-Jamaah yang dianut NU, :
pertama, adanya keseimbangan antara dalil aqliy (rasio)
dan dalil naqliy (al-Quran dan al-Hadits), dengan penekanan dalil aqliy
ditempatkan di bawah dalil naqliy.
Kedua, berusaha sekuat tenaga memurnikan akidah dari
segala campuran akidah di luar Islam.
Ketiga, tidak mudah menjatuhkan vonis
musyrik, kufur dan sebagainya atas seseorang yang karena sesuatu sebab belum
dapat memurnikan akidahnya.
Dalam hal tashawuf, NU berusaha mengimplementasikan îmân, islâm dan ihsân
secara serempak, terpadu dan berkesinambungan. Berlandaskan tashawuf yang
dianut, NU dapat menerima hal-hal baru yang bersifat lokal sepanjang dapat
meningkatkan intensitas keberagaman. Dengan tashawuf yang dianut, NU juga
berusaha menjaga setiap perkembangan agar tidak menyimpang dari ajaran
Islam.
footnote :
12) Tashwirul Afkar, Edisi No 1 Mei-Juni 1997, hlm.
3-4
13)Lihat al-Qânûn al-Asâsiy KH. Hasyim Asyari,
Ahlussunnah wal Jamaah, (Yogyakarta: LKPSM, 1999).
14) Ibid., hlm. 16 15) Ibid., hlm. 2 16) Ibid., hlm. 8 17) Tashwirul Afkar, Edisi No 1 Mei-Juni
1997, hlm. 3
18)KH. A. Wahid Zaini, Dunia Pemikiran Kaum
Santri, (Yogyakarta: LKPSM, 1999, hlm. 39-41. Lihat pula KH. A. Muchith Muzadi,
NU dan Fiqih Kontekstual, (Yogyakarta: LKPSM,1995), hlm. 20.
19) HM. Hasyim, Latif, Ahlussunnah Waljamaah, diterbitkan Majlis Taif Wa Tarjamah LP Maarif Jawa Timur, 1979, hlm 3. 20) KH. Saefudin Zuhri, Menghidupkan Nilai-Nilai Ahlussunnah wal Jamaah dalam Praktek, IPNU Jakarta, 1976, hlm. 7. Lihat pula KH. M. Tolhah Hasan, Ahlussunnah Waljamaah, Pengertian dan Aktualisasinya, dalam Imam Baihaqi (ed), Kontroversi Ahlussunnah wal Jamaah: Aula Perdebatan dan Reinterpretasi, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 86-87. 21) A. Wahid Zaini, op.cit., hlm.
51
22) KH. A. Muchith Muzadi, op.
cit., hlm. 29
23) KH. Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah
dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: LKPSM, 1999), hlm 4.
=============
by arland
from
PBNU Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. YAHOO! GROUPS LINKS
|
- [mencintai-islam] NU : FAHAM ASWAJA YANG DIANUT NU Arland