BINTANG
FLM

 

 

Oleh
: Dr. H. K. Suheimi

 

 

 

            Saya
senang menonton flm, lebih-lebih kalau flmnya menayangkan bintang flm
kesayangan dan bintang flm favorit saya, maka mata saya tak lepas-lepasnya dari
layar. Kemanapun ia melangkah dan apapu yang dilakukannya selalu saya simak dan
saya ikuti sambil tiap sebentar berdecah kagum akan caranya, akan gayanya dan
akan penampilannya. Bintang flm itu
sangat menarik karena dia memberi kepuasan dan kesenangan bagi para
penontonnya. Saya sebagai penontonpun ingin ketemu dengan bintang pujaan dan
bintang kesayangan. Maka sering bintang ini dikerumuni para pengagumnya kalau
sesekali ia datang ke daerah atau ketempat tinggal para penggemarnya. Yang
membuat saya tertarik adalah cara dia bermain, actingnya, keseriusan dan 
kesungguhannya
dan karena sibintang itu selalu berusaha setiap detik dan setiap saat ia dalam
keadaan prima dan menyadari dirinya bahwa ia sedang diatas pentas dan ia sedang
ditonton.

            Lalu saya teringat akan
pameo-pameo ”Dunia ini adalah sandiwara”. Kita semua sedang berada diatas
pentas, pentas kehidupan. Yang menonton dan memperhatikan, bukan sembarang
orang, karena kita sedang ditonton dan diamati dengan teliti oleh pengamat dan
peneliti yang amat hebat, demikian hebatnya, Dia dapat melihat gerak-gerik dan
tingkah laku kita sekecil apapun, bahkan Dia dapat mengetahui apa yang berdetak
dan tersembunyi didalam lubuk hati kita. Dia adalah Allah, tidak pernah dia
tidur tak pernah dia mengntuk, miliknya apa yang di langit dan di bumi. Kita
tak pernah luput dari tontonanNya. Allah adalah penonton yang terbaik,
sedangkan kita ibarat bintang flm yang sedang bermain di pentas, yaitu pentas
dunia dan pentas kehidupan, kita adalah bintang flm dan sekaligis pemainnya.
Menyadari bahwa kita sedang berada di atas pentas dan menyadari bahwa kita
sedang di tonton setiap detik dan setiap saat dan setiap gerak kehidupan. Tentu
kita berusaha menjadi bintang flm yang baik, tentu kita berusa untuk merebut
piala citra dan berusaha untuk memperoleh piala oscar, sebagai supremasi. Piala
citra dari Allah, oscar dari Tuhan karena kita berhasil menyajikan dan
memperlihatkan bahwa kita adalah baik didepan mataNya. Lulus dalam ujianNya.

            Betapa bangganya seorang
bintang flm, bila dapat merebut piala itu. Dia berhasil merebut piala itu
karena dalam bermain diatas pentas dia mengatur setiap kata yang diucapkan,
setiap langkah yang dilangkahkan dan setiap gerak dan digeriknya yang sesuai
dan disenangi dan dikagumi penontonnya. Setiap detik dari kehidupannya selalu
berfikir bagaimana berpenampilan yang baik dimata dan dihati penontonnya.
Demikian pulalah betapa suka citanya seorang hamba bila yang memberi piala
citra dan yang memberi oscar itu adalah Allah s.w.t sewaktu dia kembali
menghadap keharibaanNya. Apalagi dengan undangan dan panggilan kesayangan
seperti tertera dalam surat Fajar : ”Wahai jiwa yang tenang dan tentram,
kembalilah pada Tuhan yang telah menjadikanmu dalam keadaan redha dan diredhai.
Masuklah kedalam golongan hambaKu dan masuklah kedalam syorgaKu”.

            Menyadari bahwa kita
sedang ditonton, bahwa kita sedang dilihat serta kita sedang diamati dan
diperhatikan, akan menyebabkan kita akan lebih hati-hati dalam bertindak dan
hati-hati dalam melakukan sesuatu. Dan sebagai seorang bintang, kita akan malu
memperlihatkan permainan yang jelek. Kita akan malu kalau diketahui berbohong,
kita akan malu kalau diketahui sedang mencuri dan merampok. Kita akan malu
kalau ketahuan sedang mengambil hak orang banyak dan mengkorupsi milik bangsa
dan negara. Kita akan malu kalau langkah kita adalah langkah-langkah yang
sumbang dan keliru. Dan lebih malu lagi kalau tertangkap sedang melakukan
perbuatan yang tak terpuji.

            Allah adalah penonton yang
teramat baik Dia mengamati setiap apapun yang terjadi pada diri kita, dimanapun
kita berada. Untuk itu maka kita akan merasa sangat malu melakukan perbuatan
yang tercela dan tak terpuji, sehingga kita malu melakukannya. Budaya malu
inilah yang menyebabkan manusia itu terhormat dan dihormati, rasa malu itulah
yang menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya diatas pentas
dunia ini. Rasa malulah yang menyebabkan manusia bermartabat dan mempunyai
harkat kemanusiaan yang tinggi, karena malu adalah sebagian dari iman.

            Nabi Muhammad pernah
bersabda : ”Bila tak malu, maka kerjaknlah apa yang kamu suka”.

            Malu berkaitan dengan
harga diri dan kehormatan. Ia menawarkan sikap dan tingkah laku yang terpuji. 
”Malu
tidak menghasilkan kecuali kebaikan. Ia akan menimbulkan empat perangai yang
terpuji.

            Pertama sabar, Yakni tabah
dan mengendalikan diri ketika hati mendidih.

            Kedua kesucian sehingga
menghindar dari dorongan seksual atau ingin kaya secara tak sah.

            Ketiga keberanian,
walaupun mengorbankan kepentingan pribadi.

            Keempat adalah adil yaitu
menempatkan sesuatu pada tempatnya.

            Sifat-sifat itulah yang
menjadikan seseorang segan melanggar dan berupaya untuk tidak salah. Dan kalau
bersalah yang menyentuh banyak orang, rasa malu mengundangnya berani
bertanggung jawab, sehingga mengakui secara jantan kesalahan, dan bukan
berkilah, apalagi bertahan pada posisi kesalahan.

            Ungkapan para Nabi diatas
akan jadi malapetaka jika ia dipahami sebagai anjuran melakukan apa saja selama
yang dilakukan itu tidak mengakibatkan rasa malu. Bukankah ada orang yang
bermuka tebal, memiliki hati tapi tak merenung, mempunyai mata namun tidak
melihat dan telinga tapi tak mendengar. Yang tidak memiliki rasa malu akan
melakukan apa saja. Walaupun pelanggaran baik agama budaya ataupun adat
istiadat. Menulis atau membicarakan seseorang secara umum memang dilarang agama
karena mempermalukannya. Namun ada juga yang dibenarkan, yaitu ketika yang
bersangkutan sendiri secara jelas. Melakukan pelanggaran atau bersikukuh dalam
kesalahan. Ketika itu membicarakan aibnya tidak lagi memalukannya. Bukankah
rasa malunya telah pupus? Anda jangan berkata ”kalau begitu apa guna
membicarakannya? Gunanya untuk kita dan mereka yang masih memiliki sedikit rasa
malu.

            Malu karena dia yakin
bahwa dia sedang ditonton, dia sedang dilihat setiap gerak geriknya oleh Allah
s.w.t, karena dia yakin se yakin-yakinnya bahwa Allah itu Maha Melihat sebagai
tertera dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 265 : ”Allah Maha Melihat apa
yang kamu perbuat”.

 

 

Padang 16 April 1994    



Terima Kasih



Prof.H.K.Suheimi, SpOG(K)





http://www.hospital-pmc.com

http://www.ksuheimi.blogspot.com/

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke