********************************
Bila anda mampu berpikir kritis analisis,
    Manfaatkan ruang "Artikel" Eskol-Net
Untuk menuangkan ide dan gagasan anda!
    Kirimkan ke [EMAIL PROTECTED]
***Jangan sia-siakan talenta anda****
********************************

Artikel Eskol-Net
=============
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
"ORANG KRISTEN DAN POLITIK"
(Menggagas Sikap Politik Orang Kristen
        di Era Reformasi Politik)
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Oleh: Drs. Kris Nugroho, M.A
(Pengamat Politik Universitas Airlangga-Surabaya)
...........................................................................
Situasi politik yang kian tak menentu dan panas  menjelang  Sidang Istimewa
(SI) MPR/Pemilu Juni 1999 (kalau jadi) memunculkan pertanyaan : apa yang
seharusnya dilakukan orang Kristen dalam situasi politik saat ini ?  Ikut
berpolitik ?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu terlebih dulu dijelaskan apa
pengertian “politik”.  Ada banyak pengertian/defenisi “politik”. Di
antaranya menyatakan politik adalah proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat bagi masyarakat/proses alokasi dan distribusi
nilai-nilai otoritatif dalam masyarakat.
Inti proses politik adalah : 1) keputusan yang mengikat, 2) masyarakat, 3)
melibatkan sejumlah ketentuan-ketentuan politik (parpol, kelompok
kepentingan, dsb), 4) untuk kepentingan dan kebaikan bersama.
Politik dalam arti normatif di atas, mengasumsikan peristiwa politik adalah
peristiwa pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang terjadi di dalam
lembaga-lembaga pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif atau pun
yudikatif.  Out put (hasil) peristiwa politik ini adalah peraturan dan
kebijakan yang dibuat pemerintah atau pemerintah secara bersama-sama dengan
lembaga legislatif (DPR). Hasil keputusan politik ini memiliki daya paksa
daya “paksa”—karena itu dikatakan mengikat—kepada masyarakat agar tunduk
pada keputusan tersebut.
Agar keputusan politik itu tetap terjaga dalam rambu-rambu demi mencapai
cita-cita bersama yang dianggap ideal seperti keadilan, kemakmuran,
demokrasi, pemerataan dsb serta tidak menyimpang dari hakekat kebaikan dan
kepentingan bersama, maka masyarakat perlu mengawasi jalannya proses
politik.  Bentuk pengawasan masyarakat ini dilakukan agar kepentingan
masyarakat terlindungi atau agar keputusan politik itu tidak dicemari oleh
kepentingan yang justru bertentangan dengan cita-cita kebaikan bersama
tadi.
Adalah hak bebas setiap anggota masyarakat, secara langsung (lewat petisi,
utusan, demo) atau tak langsung (perantara para wakil dan partai politik,
pemilu) untuk mempengaruhi proses politik dalam pemerintahan.  Dengan
demikian, masyarakat dan individu, terlibat dalam proses politik demi
menjaga agar tujuan kehidupan politik tetap berjalan pada landasan moral,
etika, kebaikan, dan kepentingan bersama.
Kekuasaan pemerintahan konsultatif tidak tak terbatas dan bisa dievaluasi
lewat sarana pemilihan umum. Rakyat punya hak untuk menolak suatu
pemerintahan jika pemerintahan ini tidak mampu mewujudkan kebaikan bersama.
Atau dalam pelaksanaannya, pemerintahan tersebut ternyata menyimpang dari
misi idealnya untuk mewujudkan kebaikan bersama bagi semua orang.
Untuk mewujudkan kebaikan bersama, mutlak perlu dibentuk pemerintahan yang
terbuka, bertanggung jawab dan yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip
kesetaraan dalam keberagaman—yang selama 30 tahun telah diabaikan,
dinihilkan  lewat penyeragaman pemikiran ideologi sehingga masyarakat tak
punya “kreatifitas” dalam berbeda pendapat dengan pemerintah.
Perlu diketahui, bahwa pertarungan politik di era reformasi ini dapat
direduksikan ke dalam 3 pola : pola reformasi total, pola reformasi gradual
konstitusional dan pola status quo.  Reformasi total menganggap
Pemerintahan sekarang (BJ. Habibie) gagal melakukan pembaruan politik. Pola
reformasi gradual konstitusional menganggap reformasi politik perlu
dilaksanakan secara gradual agar tidak menciptakan goncangan politik yang
meluas.  Pola status quo menolak sama sekali perubahan politik dan berupaya
mempertahankan kepentingan politik rezim lama.
Terjadinya perselisihan politik tingkat tinggi di kalangan politisi partai
politik, tokoh/kelompok ormas dan elit penguasa menyangkut kepentingan
kepemimpinan nasional mendatang berimbas pada munculnya konflik horizontal
dalam masyarakat, seperti pemanfaatan isu SARA dan kekerasan politik massa.
Menentukan partai mana yang akan dipilih , membutuhkan perdebatan hati
nurani bahkan pergumulan dalam doa.  Apabila terjadi ketiadaan partai
politik yang betul-betul mengemban misi kristiani membuat kita harus
memperhatikan dengan cermat partai politik apa yang “sedekat mungkin” mampu
menghasilkan iklim sejuk yang memungkinkan kita berkarya dengan baik
sebagai umat Tuhan. Secara moral partai ini harus memiliki KEPEMIMPINAN
YANG BERMORAL dan BER-ETIKA mulai sesuai kriteria kristiani.
Mengapa Umat Kristen harus berpolitik.  Karena kita ada di dunia, kita
tidak bisa melepaskan diri dari “peristiwa-peristiwa dunia”, termasuk
kehidupan politik.  Secara duniawi, kehidupan kita adalah produk peristiwa
politik, yaitu ditentukan oleh keputusan-keputusan politik yang dibuat oleh
para pemimpin kita.  Sebagian besar kehidupan kita, yaitu bagaimana kita
seharusnya berperilaku dalam masyarakat dan tunduk pada pemerintah adalah
bukti bahwa kita tidak tak bisa melepaskan diri dari fakta-fakta politik
yang menuntut kita untuk bersikap tertentu sebagai warga negara.
Kita tunduk /taat pada UUD, UU, peraturan dan hukum adalah bukti diri kita
adalah produk dari suatu peristiwa politik.  Dengan demikian, kita
sebetulnya telah berpolitik secara pasif, yaitu tunduk pada aturan/hukum
yang sifatnya “memaksa” kita untuk berperilaku sosial tertentu.
Kita akan berpolitik secara aktif jika turut menentukan keberadaan diri
kita dalam suatu peristiwa politik, misalnya ikut mempengaruhi pembuatan
keputusan politik, ikut pemilu, ikut mengajukan petisi atau ikut menjadi
anggota suatu partai politik.
Dengan demikian “berpolitik” dapat diibaratkan sebagai suatu “aktivitas
atau pekerjaan”  yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, bermoral,
untuk kebenaran dan keadilan. Bagi orang kristen, “berpolitik” bukanlah hal
tabu. Tuhan ingin kita berkarya di semua bidang kehidupan—yang sekuler
ini—agar menjadi “garam dan terang dunia” (Matius 5 : 13-16).
Kalau pun orang Kristen dipercaya menjadi pemimpin masyarakat, ia harus
mampu berkarya dengan baik, penuh tanggung jawab, punya hikmat, takut akan
Tuhan dan mengedepankan suara kebenaran.
Kalau pun orang Kristen berkedudukan “hanya” sebagai warga negara biasa, ia
harus cerdik, waspada dan tidak terbuai bujuk rayu yang menyesatkan (Matius
7:15). Kita akan setia kepada pemerintah jika memang pemerintah berjalan
dalam visi dan misi Tuhan (Roma 13:1-7). Tapi, kita juga patut
“mengingatkan” pemerintah jika mereka menyimpang dari tugas untuk membawa
kebaikan bagi semua orang.  Semoga Tuhan memampukan kita.


"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
BII Cab. Pemuda Surabaya, a.n. Robby (FKKS-FKKI) Acc.No. 2.002.06027.2
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke