-----Original Message-----
From: Sunny <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: 2008-03-13 06:02:58 GMT+08:00
Subject: [zamanku] Belum Tua, Dilarang Bicara

http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/21169/309/


      Belum Tua, Dilarang Bicara  



      Kamis, 13-03-2008 | 00:30:10  
      Menjadi generasi muda di negeri ini, tidak segampang di negeri lain. 
Sering kali kekuatan kaum muda, hanya menjadi komoditas. Bisa dihitung dengan 
jari, tidak lebih dari susunan jumlah jari manusia. Dalam semua lini, terutama 
bidang politik tidak banyak peran generasi muda dalam hal ini usia 30 tahun ke 
bawah.

      Entah sadar atau tidak, peraturan perundang-undangan justru menafikan 
peran pemuda dalam berbagai bidang, terutama politik. Bukan bermaksud 
menggugat, kesan yang kaum muda tangkap adalah begitu. Jargon bahwa umur muda 
masih labil, emosional dan kurang pengalaman, hanya merupakan antitesis dari 
kelemahan politisi tua. Pola pikir mereka justru lebih permisif dan terbuka 
terhadap lobi kepentingan kelompok, bukan aspirasi rakyat.

      Keterlambatan dan berlarut-larutnya pengesahan RUU Pemilu DPR, DPD dan 
DPRD menjadi bukti persaingan elit kepentingan partai lama - partai baru yang 
dimotori generasi sepuh. Poin krusial dan menjadi perdebatan antara lain jumlah 
anggota DPR (maksimum 560 orang), Alokasi kursi tiap daerah pemilihan (3-10 
kursi), pembatasan peserta pemilu (Electoral Threshold tiga persen atau 
Parliamentary Threshold 2,5 persen), disepakati pada Senin (3/3).

      Wacana penghapusan Pemilu Langsung oleh KH Hasyim Muzadi, menambah 
kemunduran pola pikir. Mengembalikan Pilkada Gubernur/Bupati melalui DPRD, 
hanya menguatkan peran parpol dan melegalkan money politics ala Orba serta 
mengiris reformasi yang diusung kaum muda terpelajar.

      Kembali ke persoalan, pengakuan terhadap kaum muda baik laki-laki maupun 
perempuan tidak banyak perubahan. Perspektif UU Parpol dalam hal ini 
penyelenggara pemilu (KPUD) dan pencalonan anggota perempuan di legislatif, ada 
perubahan tapi tidak signifikan. Dalam hal persyaratan anggota KPUD, 
menyertakan perempuan minimal 30 persen dalam keanggotaan merupakan langkah 
maju. Tetapi, agak bermasalah dengan batasan umur yang ditetapkan yakni minimal 
30 tahun.

      Di kabupaten pemekaran seperti Tanah Bumbu, partisipasi politik perempuan 
berusia di atas 30 tahun sangat jarang. Selain karena kodrati kebanyakan ibu 
rumah tangga, menyebabkan efektivitas mereka menurun. Bukan hanya perempuan, 
batasan usia menghambat partisipasi pemuda (laki-laki) dalam berpolitik. 
Batasan usia anggota KPUD, mematikan demokrasi dalam level menengah (kabupaten).

      Untuk Tanah Bumbu, sebagai daerah baru seharusnya peran pemuda diutamakan 
dalam partisipasi membangun daerah termasuk bidang politik. Generasi muda yang 
unggul, harus terlindas peraturan yang suci layaknya alkitab. Sinyalemen adanya 
calon titipan anggota KPUD oleh penguasa semakin terbuka, guna memuluskan dan 
mengamankan 'peta' persaingan pemilu legislatif dan eksekutif.

      Selama Orde Baru, ada upaya memanjakan dan mengerdilkan peran pemuda 
dalam partisipasi pembangunan. Padahal, dalam pikiran yang bebas dan merdeka, 
RA Kartini yang meninggal pada usia 24 tahun sudah menjadi 'Ibu Kita'. Sudirman 
yang saat berusia 30-an tahun, dijadikan Panglima Besar. Obbortus intelektual 
yang mati muda pada usia 27-an seperti Soe Hok Gie, JF Kennedy, Chairil Anwar. 
Maka sangat relevan dan bermakna, jika kita sanggup berhenti berpikir bahwa 
Laki-laki dan perempuan usia 25-an tahun dianggap ABG dan dibatasi haknya dalam 
berpolitik. Semoga.

      Oleh :
      Syaipul Adhar
      Mahasiswa S2 Program MEP Unlam
      e-mail: [EMAIL PROTECTED] Alamat e-mail ini telah diblok oleh spam bots, 
Anda membutuhkan Javascript untuk melihatnya 
     

Kirim email ke