jika kasusnya diangkat ke atas sehingga lebih luas, maka sebenarnya 
masalah penegakan etika dan aturan main wartawan tidak hanya seksi 
infotainment, tetapi juga pwi (persatuan wartawan indonesia).
saya sering geram kalau melihat bagaimana wartawan mengorek berita 
dari nara sumber pejabat dan artis, yang sepertinya tidak ada batas 
jarak sama sekali.
namun di sisi lain juga sering nara sumbernya memang sengaja 
menyampaikan berita yang tidak sesuai dengan etika dan aturan main 
profesi yang bersangkutan, misalnya para pengacara, advokat, polisi, 
jaksa, ataupun hakim.
di bidang hukum kan berlaku aturan main agar tidak ada pengadilan 
oleh pres dalam kaitannya dengan azas praduga tak bersalah, tetapi 
nyatanya para profesional penegak hukum justru ramai-ramai 
memberikan wawancara di luar arena sidang atas perkara yang sedang 
diproses, apalagi kalau sudah menyangkut masalah terorisme, makna 
berita kemudian berubah menjadi makna kampanye.
pernah terjadi dalam kasus oma irama lawan inul, hampir semua 
organisasi profesi seperti parsi dan pwi ramai-ramai mengeluarkan 
statement resmi yang menjadi pembela inul, persis seperti masa orla 
dan orba yang ramai-ramai menyampaikan dukungan pernyataan atau yel-
yel sehingga kasusnya jadi melebar keman-mana dan dibungkus dalam 
kredo ikut aku atau lawan kami, merdeka atau mati, yang akhirnya 
kasus hukum melebar menjadi kasus perang atau politik.
begitu juga dalam kasus faisal lawan korbannya, para person dan 
organisasi wanita termasuk para ahli hukum wanita memberikan 
pernyataan atas nama wanita yang membela wanita dan menyudutkan 
faisal.
kini yang sedang ramai adalah kasusnya rafy lawan tamara.
bagaimana selanjutnya dengan profesi lainnya, seperti dokter, 
akuntan, polisi, militer, guru, dosen, birokrat sipil, artis, dsb?

--- In idakrisnashow@yahoogroups.com, "Ida arimurti" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
INFOTAINMENT LAKUKAN INSTROSPEKSI DIRI UNTUK PERBAIKAN TINGKAH LAKU
WARTAWANNYA
Jakarta, 21/11 (ANTARA) - Ketua Departemen Infotainment Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), Hans
Miller Banureah, mengaku bahwa kalangan infotainment sedang melakukan
langkah-langkah perbaikan bagi para wartawannya.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam diskusi yang diselenggarakan Dewan
Pers di Jakarta, Senin, yang mengangkat tema "Pekerja Infotainmen 
dan Privasi Selebritas".
Para pekerja infotainment seringkali mendapat kritik mengenai gaya
liputan mereka, mulai dari sisi
privasi sampai cara-cara mengorek informasi yang dianggap sangat
pribadi.
Cara mereka memaksa narasumber bicara dengan menggebrak mobil mereka,
ataupun menyodorkan mikrofon sedemikian dekat dengan mulut 
narasumber juga merupakan salah satu hal yang mendapat kritik.
"Kami dari infotainment sekarang memang sedang berintrospeksi diri. 
Kami sadar bahwa menggebrak mobil orang itu tidak benar," kata Hans 
Miller, yang juga merupakan Wakil Pemimpin Redaksi Cek dan Ricek 
RCTI.
Proses introspeksi disebut Hans Miller adalah dengan mengadakan
pelatihan bagi para wartawan infotainment tersebut, selain 
menetapkan suatu standar pengetahuan bagi para jurnalis tersebut, 
misalnya dengan pembekalan butir-butir Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI).
Hadir juga sebagai pembicara Direktur Institute for Media and Social
Studies (IMSS), Veven Sp. Wardhana, peneliti di Lembaga Studi Pers 
dan Pembangunan, Ignatius Haryanto dan ketua umum Parsi, Anwar Fuadi.
Mengenai liputan yang dilakukan wartawan infotainment, Haryanto
menyoroti masalah adanya ranah pribadi yang tidak seharusnya 
diliput, tetapi hal tersebut tetap disajikan sebagai hiburan bagi
masyarakat, misalnya gosip perceraian artis.
"Infotainment seringkali tidak dapat membedakan yang mana yang 
merupakan masalah personal dan mana yang merupakan masalah publik," 
katanya.
Dua hal yang dianggap merupakan "kesalahan" terbesar para wartawan
infotainment adalah memasukkan opini dalam pemberitaan serta tidak 
adanya pemberitaan seimbang, sesuai dengan KEWI.
Semestinya, para pekerja infotainment yang telah mendapatkan 
pengakuan sebagai wartawan dari PWI pada 9 Februari 2005, harus 
tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik PWI, yang antara lain 
menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menghindarkan cara-cara 
penulisan yang bersifat pelanggaran kehidupan pribadi, sensasional, 
immoral atau melanggar kesusilaan (Pasal 3 ayat 5 KEJ-PWI).
"The more you praise and celebrate your life the more there is in 
life to celebrate"






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Create your own customized LAUNCHcast Internet Radio station. 
Rate your favorite Artists, Albums, and Songs. Skip songs. Click here!
http://us.click.yahoo.com/r4oloD/xA5HAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke