Kembali bapak masih belum bisa lepas dari bujukan daya "BELI" komponen impor.
Saya coba lagi.... dengan perumpamaan lain. Ada dua orang yang memegang 1000 dollar. Saya gak mau bilang rupiah lagi karena dari pandangan anda daya beli harus dengan dollar. Jadi, si A pegang seribu dollar, sementara si B juga 1000 dollar. Bedanya, si A adalah pekerja kantor dari perusahaan asing yang tiap bulan dibayar 100 dollar. Sementara si B adalah pengangguran, yang kebetulan guanteng pintar ngomong dan mukanya sangat terpercaya. Jadilah setelah merayu-rayu BCA, Bank Central Amerika, ia dipercayai untuk memegang 1000 dollar (pinjaman). Kedua-duanya, si A dan si B, mempunyai DAYA BELI 1000 dollar. Anda mau pegang si A atau si B... mana yang jadi miskin duluan? Penguatan dollar tidak menunjukkan Indonesia ini adalah si A atau si B. Penguatan rupiah atas dollar memang menunjukkan peningkatan daya beli seperti yang anda katakan, tapi efek psikologisnya sudah kelihatan dari yang anda tulis sebelum-sebelumnya... maunya beli barang saja (gara-gara penguatan dollar)... yang anda fokuskan selalu penulisan, beli ini beli itu.... Anda gak bilang saya bisa kerja ini atau kerja itu kalau terjadi penguatan rupiah atas dollar. --- On Fri, 13/8/10, Rachmad M <rachm...@yahoo.com> wrote: From: Rachmad M <rachm...@yahoo.com> Subject: Re: [Keuangan] Menkeu Nilai Penguatan Rupiah Justru Merugikan To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Received: Friday, 13 August, 2010, 3:51 PM Wah ya jangan gitu cara pandangnya. Beri argumentasi yang tepat sehingga kita sepakat bahwa perlemahan mata uang rupiah yang notabene juga perlemahan daya beli Rakyat Indonesia dapat diterima akal sehat. Alias kita kontra terhadap peningkatan daya beli masyarakat dan sebagian kecil meniknmati keuntungan dari mata uang asing yang menguat untuk foya2 di LN :-( RM [Non-text portions of this message have been removed]