Pembukuan dibuat, salah satunya untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu. Pembukuan lajimnya terdiri dari bukti transaksi, jurnal, buku besar, buku pembantu. Pembukuan yang diselenggarakan harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum dan diterapkan secara konsisten.
Apabila menggunakan ERP yang integrated untuk holding company berikut anak2 perusahaannya dan server disimpan diluar negeri, akan tetapi system yang ada bisa provide semua ini maka seharusnya tidak ada masalah dimanapun pembukuan itu dikerjakan dan siapa yang mengerjakan. Apabila pada waktu dilakukan audit, ternyata dari pembukuan yang diselenggarakan pemeriksa tidak dapat menghitung berapa jumlah pajak yang terutang maka pemeriksa bisa menetapkan sendiri besarnya pajak terutang. Pendapat lain dipersilahkan. BR, Gianto Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: "Mahesa Jenar" <niba...@yahoo.com> Sender: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Tue, 7 Sep 2010 22:28:03 To: Ahli Keuangan<ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com> Reply-To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Pembukuan dilakukan di luar negeri Mas Devry Bonte, Terima kasih sharingnya. Mungkin yg masih kurang jelas dari aturan tersebut adalah mengenai sanksinya. Apakah ada aturan pelaksanaan yg menyebutkan sanksi jika pembukuan tidak dilakukan di Indonesia? Salam, MJ -----Original Message----- From: devry bonte <devryiskan...@yahoo.com> Sender: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Wed, 8 Sep 2010 00:33:11 To: <AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com> Reply-To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Pembukuan dilakukan di luar negeri Dear Mahesa Jenar, Dari segi perpajakan Indonesia, maka berdasarkan UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) No. 28 tahun 2007 pasal 28 mengenai pembukuan adalah sebagai berikut : Pasal 28 (1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. (2) Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. (3) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. (4) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (5) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. (6) Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. (7) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. (8) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. (9) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. (10) Dihapus. (11) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. (12) Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Salam, Devry --- On Tue, 9/7/10, Mahesa Jenar <niba...@yahoo.com> wrote: From: Mahesa Jenar <niba...@yahoo.com> Subject: [Keuangan] Pembukuan dilakukan di luar negeri To: "Ahli Keuangan" <ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com> Date: Tuesday, September 7, 2010, 9:19 PM Rekan Yth. Mohon penjelasan apakah ada peraturan undang-undang yang mengatur bahwa pembukuan untuk transaksi yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia harus dilakukan di Indonesia? Jika kasusnya seperti ini apakah diperbolehkan: Perusahaan ABC adalah PMA berkedudukan di Indonesia yang regionally mempunyai headquarter di Singapura. Demi untuk efisiensi, maka di PT ABC ini tidak ada Finance/Accounting Dept secara utuh. Proses pembukuan, input data ke system, dan reporting dilakukan oleh ABC Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura. Di PT ABC Indonesia hanya ada seorang finance officer yang tugasnya men-scan dokumen2 yang diterima dari pihak ke-3 (seperti invoice, faktur pajak, dll) yang nantinya dikirim by email ke ABC Pte Ltd untuk dilakukan posting ke system sampai dengan proses pembayarannya. Sedangkan dokumen asli tetap disimpan di PT ABC Indonesia. Mohon informasi peraturan undang-undang yang terkait dengan kasus di atas. Terima kasih. MJ [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]