Seminggu yang lalu anak saya yang pertama sakit panas, dan slalu aja membingungkan 
saya. Panasnya sampai 40 derajat. Saya takut aja knapa-knapa. Alhamdulilah hanya 2 
hari aja. dan "hanya" diobatin dengan Tempra. Tadinya saya emang khawatir banget, 
takut aja kalo sampe 40 lebih & takut kalo sampe step/kejang. Tapi menurut dokternya, 
kalo si anak ini punya bakat step, dengan panas 37 - 38 aja dia udah bakal kena step. 
Ya alhamdulilah aja hanya dengan tempra dia bisa sembuh.
Begini rekans balita anda, ini saya sekalian sharing apa aja yang dibahas oleh dr. 
wati waktu presentasi minggu lalu. Intinya sih sama dengan apa yang saya ceritakan 
kepada rekans mengenai pemberian obat-obatan pada anaks. Kebetulan dr. wati ini (juga 
dr. Ariyono dari RS Hermina) tergabung dalam Rasional Use of Drugs Comittee. Selama 
ini dr. Wati selalu meminimize pemberian obat-obatan kepada anaks & juga bayi, apalagi 
yang namanya antibiotik. Menurut mereka, smua obat-obatan dapat merusak lever 
seseorang. (Kebetulan lagi, dr. wati ini selain DSA dia juga pediatric hepatologist). 
Intinya : 

- Pemberian obat-obatan kepada anaks & bayi harus seminimal mungkin, karena pemberian 
obat-obatan yang sering kepada anaks & bayi akan merusak ginjal & lever mereka. 

- Sebagai ortu kita harus kritis dan pintar dalam menangani anaks. Health care 
seyogyanya jangan menjadi tanggung jawab dokter sepenuhnya, karena dokter akan merasa 
full authority, powerful, bisa arogan. Konsep doctor knows best kayaknya sudah usang. 
Cari dokter yang mau menerangkan, mau berdiskusi, mau mendengar keluh kesah orang tua 
(orang tua bersama anak lebih banyak dibanding dokter - karena itu - keluhan orang tua 
tdk boleh di ignore.) Kita sebagai ortu jangan berpikiran bahwa Doctor = Magician. 
Habis berobat ke dokter, dikasih obat trus HARUS sembuh. Hal ini yang membuat para 
dokter kasih obat-obatan yang berat, biar tuntas (katanya...!!!), padahal dikemudian 
hari akan merugikan anaks kita.... Kita berhak menanyakan kepada Sang Dokter, obat apa 
aja yang akan diberikan kepada anaks kita. Kita berhak nanya kegunaan obat tersebut. 
jangan sampai dalam 1 puyer terdapat 2 macam antibiotik. Dan juga makanya kita harus 
mulai belajar mengenai obat-2an, apa aja yang termasuk antibiotik, mana yang ringan, 
mana yang berat... (repot juga ya... tapi buat anak kita why not ???) Karena yang 
terjadi saat ini, dokter-2 yang pegang kendali. kadang kalo kita tanya macem-2 suka 
dibilang cerewet lah, atau malah dibalik ("lho yang dokter khan saya, bukan anda 
!!!"). Kita boleh kok bertanya kepada Komite tsb diatas yang kebetulan ada di RSCM 
kalo kita ingin tau lebih banyak mengenai obat-obatan yang diberikan kepada anaks 
kita. Saya sih biasanya kalo habis bertandang ke "lain hati" selalu menginformasikan 
ke dr. wati ini, (copy resepnya di fax kan ke beliau). 

- Suatu penyakit harus dapat didiagnosa dulu oleh dokter sebelum dokter itu memberikan 
obat-obatan. Sebagai contoh, waktu anaks saya sakit batuk & pilek gak sembuh-2 (karena 
diantara anaks saya ini selau bergantian sakitnya), tapi saat saya bawa ke dsa yang 
lain for second opinion, anaks saya disuruh melalui berbagai macam tes dari tes darah, 
mantoux, urine dll. (yang ada dibenak saya, ada apa dengan anak saya padahal sakitnya 
cuman batuk pilek tapi kok disuruh tes macem-macem). Belum lagi anaks saya diberikan 
berbagai macam obat-2an yang tergabung dalam PUYER. 1 jenis puyernya aja ada 5 jenis 
obat-2an, belum lagi puyer yang lain. Mau dikasih berapa macam obat ya anaks saya. 
Padahal saat itu oleh dokternya ini belum tahu sakitnya anaks saya (karena masih 
disuruh test macem-2). Karena saya ragu-2 saya tidak membawa anaks saya ke lab tuk di 
test melainkan saya akhirnya memutuskan kembali lagi ke dr. wati. Menurut beliau, 
"kemungkinan" dr yang sebelumnya ini "menduga" anaks saya kena TBC. Tapi menurut 
beliau lagi, memvonis seseorang terkena TBC itu tidak gampang. Karena harus 
dikonsultasikan juga dengan ahli paru-paru. Dan juga apabila seseorang sudah divonis 
terkena TBC dia harus minum berbagai macam obat-2an yang tidak boleh putus selama 
beberapa bulan. Jangan hanya karena anaks sakit batuk gak sembuh-2 trus dia "diduga" 
terkena TBC. Padahal ada banyak faktor yang mendukung seseorang itu batuknya gak 
sembuh-2 salah satu faktornya bisa alergi (debu, AC, stuff toys, dll) dan bisa juga 
seseorang itu punya asma. 

- mengenai imunisasi MMR yang dapat mengakibatkan autis, sampai saat ini belum ada 
yang dapat membuktikan bahwa MMR dapat menyebabkan autis pada anak. Yang mungkin 
terjadi adalah, dapat "memicu" timbulnya autis. hal ini dapat terjadi karena adanya 
faktor genetik dari sang anak tsb. Jadi kita melihatlah ke "belakang" apakah diantara 
keluarga kita ada yang terkena autis ??? Faktor lingkungan juga mempengaruhi yaitu 
dengan adanya mercuri disekeliling kita, bisa menjadi faktor pemicu seseorang terkena 
autis.

- Mengenai "panas" pada anaks, ada yang 3 hari, 5 hari & paling lama terjadi sampai 2 
minggu. Obat yang aman diberikan yaitu tempra atau panadol. 

Tapi tetep aja saya "panik" kalo anaks saya panas. Memang hanya saya kasih tempra, 
tapi kalo gak ketemu dokter wati ini tuk dipriksa lebih lanjut, rasanya saya belum 
tenang. Buktinya kamis pagi anak saya panas, siang ada presentasi dr wati (& 
dijelaskan pula mengenai "panas" ini), tapi jumat sorenya saya tetep aja maksa ketemu 
dokter wati. 

Apalagi ya.... banyak sih yang di "paparkan" oleh dr.wati ini karena mulai jam 13.30 
dan baru kelar jam 15.30. Mungkin mbak Lidia atau mbak Monik mau nambahin ?? 

Mohon maaf kalo ada salah-salah kata ataupun salah-salah ketik.... Mungkin kalo ada 
yang salah dan kurang dalam memaparkannya, mbak lidia ataupun mbak monik saya harapkan 
"kehadirannya" tuk mengoreksinya..... 

Thanks.... atas waktunya...... dan maaf kalo kepanjangan...



---------------------------------
Do you Yahoo!?
Yahoo! Tax Center - forms, calculators, tips, and more

Kirim email ke