---------- Forwarded message ---------- From: Eko Bambang Subiyantoro Date: May 31, 2006 12:44 PM Subject: CiKEAS Pengungsi Perempuan Butuh Selimut dan Pembalut, Pemerintah Beri Mie Instan
http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-620%7CX Selasa, 30 Mei 2006 Kabar dari Gempa Yogyakarta Pengungsi Perempuan Butuh Selimut dan Pembalut, Pemerintah Beri Mie Instan Jurnalis: Eko Bambang S Jurnalperempuan.com-Bantul. Antara kebutuhan masyarakat yang terkena gempa dengan bantuan yang diberikan pemerintah tidak nyambung. Masyarakat sangat membutuhkan sekali kebutuhan tenda, selimut, kasur, sarung, pakaian dalam dalam pembalut khususnya untuk perempuan, justru bantuan yang datang adalah mie instan, air mineral dan beberapa biskuit. Menurut penduduk yang tinggal di sejumlah tenda, kebutuhan mereka tidak hanya makan ya, tetapi juga membutuhkan lainnya seperti pakaian bersih, selimut dan kasur untuk tidur. Menyedihkannya, selain kebutuhan itu bukan kebutuhan utama yang diharapkan untuk saat ini, jumlah bantuan yang diberikan relatif dan tidak memadai untuk posko yang jumlahnya besar. Situasi ini seperti yang disampaikan oleh ibu-ibu di dukuh Kerten, Imogiri Bantul. Di dukuh ini dapat dipastikan seluruh rumah seratus persen hancur. Tidak ada satupun yang tersisa. Di dukuh tersebut terdapat 60 rumah dan sekitar 300 jiwa baik anak-anak, dewasa dan lanjut usia. Di Dukuh ini hanya tertinggal puing dan kenangan, sisanya adalah kehancuran. Semua warga bergotong royong membangun posko bersama dan dapur bersama. Ibu-ibu di desa ini menganggap bahwa kebutuhan mendesak mereka adalah tenda, selimut, kasur dan pembalut. Tetapi yang datang malah air mineral dan mie instan. "Kita sih terima bantuan mie instan dan air mineral, tetapi jumlahnya sedikit, sementara kita orangnya banyak dan bantuan itu dikumpulkan semua, padahal kebutuhan orang disini beda-beda" ujar ibu Jannah. "Makanan dan minuman kita sih perlu, tetapi kebutuhan kita kan tidak hanya itu, kebutuhan kita banyak, salah satunya ya tenda, justru menjadi kebutuhan mendesak," ujar Jannah. Jannah mungkin masih beruntung dia tahu ada bantuan yang datang, meskipun dia tidak menikmati. Lain halnya dengan Ibu sinna, di dusun yang sama dirinya malah tidak mengetahui ada bantuan yang datang dari pemerintah. Bahkan ia sama sekali tidak menerima bantuan. Seperti halnya ibu Jannah, tenda, kasur dan selimut adalah kebutuhan utama ibu Sinna, karena hanya itulah yang dibutuhkan sementara rumahnya hancur karena gempa bumi. Tidak sesuainya antara kebutuhan masyarakat yang menjadi korban gempa dengan bantuan pemerintah yang datang disebabkan mekanisme penyaluran bantuan tidak berdasarkan pada tabulasi kebutuhan masyarakat. Pemerintah hanya menyalurkan saja bantuan yang datang melalui mekanisme kecamatan dan kecamatan langsung mengirimkannya kepada lurah atau desa untuk dibagikan ke dusun-dusun. Menurut M.Munir, "Mekanisme pembagian ini sudah menjadi keputusan pemerintah Kabupaten Bantul. Kami ditingkat kecamatan hanya membagikan jika bantuan datang. Prinsipnya sama rata. Berapapun bantuan yang datang, untuk Kecamatan Imogiri langsung kami bagi di delapan desa, selajutnya desa membagi rata kepada tiap dusun," ujar Munir. Mekanisme demikian memang merata semua desa dan dusun pasti terkirim bantuan, tetapi apakah ada jaminan semua warga bisa menikmati bantuan ini? Dan apakah bantuan itu sesuai dengan kebutuhan mereka? Inilah masalahnya, karena dari 6 lokasi yang dipantau oleh jurnalis jurnal perempuan di kecamatan Imogiri, hanya dua keluarga yang mengaku telah menerima bantuan. Dan itupun jumlahnya kecil. Lalu bagaimana keluarga lain? Bagaimana dengan kebutuhan masyarakat tersebut bisa terpenuhi? Inilah pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan segera, sebelum masyarakat menjadi semakin tidak percaya kepada aparatur.