Bapak-2 dan Ibu-2 semua,

Mengutip tulisan Bapak Irwan yang menyatakan bahwa 44,8% pelajar/mahasiswa di
Bandung telah melakukan hubungan seks bebas, saya kemudian bertanya-tanya:
Mungkinkah sepuluh tahun lagi saat balita-balita kita menjadi remaja, budaya
masyarakat kita tidak lagi hanya membolehkan hubungan seks bebas tetapi malah
telah beranjak menjadikannya sebagai suatu hak asasi. Mungkin, kelak jika ada
ustadz melarang seseorang berzina, ustadz itu akan di-komnas HAM-kan???

Perubahan budaya masyarakat kita yang semakin "permissive" merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat kita ingkari. Jika kita bergerak sebagai satu
individu, kita nyaris tidak dapat menghentikan/mengurangi kemunduran moral
seperti itu. Jika kita melarang anak-anak kita menonton televisi, cepat atau
lambat, kita akan dijauhi oleh anak kita. Anak-anak kita hidup bermasyarakat,
mereka punya teman dan merekapun akan saling bercerita tentang bagaimana mereka
diperlakukan oleh orang tuanya. "Wan, semalam aku nonton ada orang dipotong di
teve", kemudian temannya satu lagi menimpali, "Iya Wan, aku juga nonton, seru
banget lho! Dipotong tiga". Bagaimana mungkin si AWAN tidak tertarik untuk juga
menyaksikan di teve jika semua temannya memperbincangkan cerita yang sama???

Jika kita mencoba hidup terpisah sehingga anak-anak kita tidak bergaul dengan
anak-anak lain yang suka tontonannya tidak dibatasi? Dalam jangka satu atau dua
bulan kita akan ditangkap polisi dan TNI karena dikira anggota Jamaah Islamiyah,
dikira anggota teroris, dikira anggota kelompok ekstrim.

Melakukan gerakan moral bersama sehingga semua masyarakat akan tergerak untuk
menghentikan kemunduran moral ini? Ini suatu utopia .............. bagaimana
tidak, lha wong ratingnya acara yang menampilkan goyang Inul aja lebih tinggi
dari kuliah subuh :-(

Terus, apa yang harus kita lakukan?

Jujur aja, saya bingung nggak tahu harus ngapain.

Apalagi, kata orang, buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya. Saya dulu suka
sok pengen jadi play boy (walaupun selalu gagal karena ternyata saya tidak
seganteng Arjuna dan tidak segagah Rambo). Bagaimana jika si AWAN meniru tingkah
laku saya ??????????


Anggoro Yudho N.



                                                                                       
                                                   
                      "Moh. Zudhi Setiadi"                                             
                                                   
                      <[EMAIL PROTECTED]                                               
                                                 
                      mith.co.id>          To:     [EMAIL PROTECTED]                   
                                         
                                           cc:                                         
                                                   
                      08/05/2003 10:11 AM  Subject:                                    
                                                   
                      Please respond to            RE: [balita-anda] Diskusi : It may 
happened                                            
                      balita-anda                                                      
                                                   
                                                                                       
                                                   
                                                                                       
                                                   




Bapaks ,
Saya sependapat dengan Oom Irwan.
Bagaimanapun juga yang sangat perlu diseriusi adalah "preventive
action"-nya.

Kembali ke wacana yang dilempar Oom b_a, kalau misalnya sudah
terjadi.....bagaimana ?
Kalau boleh saya coba lemparkan suatu kaidah yang pernah saya baca di milis
lain :

"Suatu kemudharatan tidak boleh dihilangkan
dengan mendatangkan kemudharatan yang lain"

Free to be discussed kok....

salam
MZS
:)


-----Original Message-----
From: Irwan Ardiansyah [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, August 05, 2003 9:39 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Diskusi : It may happened


Pak Bambang,

Pemikiran itu dulu juga ada pada saya dan istri, betapa mengkhawatirkannya
pergaulan saat ini yang sewaktu - waktu bisa menjerat anak kesayangan kita.
Bila dibandingkan dulu, tantangan mengasuh anak saat ini sangat besar.
Pengaruh budaya barat yang kuat, arus informasi melalui media massa
khususnya film, kebebasan yang diagung-agungkan yang sering dalam artian
yang keliru serta tingkat kejahatan yang semakin merajalela, khususnya
narkoba, membuat kita sebagai orang tua harus waspada.

Media, khususnya menjadi salah satu faktor terpenting dalam perilaku anak -
anak. Berikut kutipan artikel  dari internet :
----------------
Dalam buku After the Death of Childhood, buku bagus ini bercerita tentang
matinya masa kanak-kanak, antara lain akibat kehadiran media. Mengapa
demikian? Media massa mengenalkan anak-anak pada kehidupan dewasa. Itulah
yang membuat anak-anak tercerabut dari masa kanak-kanak yang seharusnya.

Sejak kecil anak-anak sejak kecil sudah mengenal banyak hal dari aspek
kehidupan orang dewasa, sehingga ia terperangkap dalam kedewasaan baik
secara fisik, psikologis, ataupun sosial. Anak-anak tahu hubungan
laki-perempuan, seks, kekerasan, dan perilaku-perilaku anti-sosial sejak
mereka masih sangat kecil. Dari mana? Dari media tentu. Padahal, anak-anak
belum siap untuk itu.

Lihatlah film kartun anak-anak. Isinya banyak yang terkait dengan hubungan
laki-perempuan dan seks. Popeye, Crayon Sinchan, dan Sailor Moon adalah
beberapa diantaranya. Kemudian, iklan TV. Mari lihat Irex, Promag, Rapet
Wangi, atau pompa air Sumitsu, dan juga beberapa iklan yang di perankan oleh
Inul.

Atau, lihatlah tabloid-tabloid porno yang dijajakan di pinggir jalan.
Anak-anak setiap saat dapat melihatnya. Mereka sejak kecil sudah melihat
gambar perempuan dewasa nyaris telanjang, dan itu seks. Kemudian, ada pula
sinetron, telenovela atau film yang menampilkan hubungan laki-perempuan atau
seks secara eksplisit. Sekaligus, dari kisah-kisahnya anak-anak dapat
menangkap cerita tentang penyelewengan, perceraian, dan krisis hubungan
laki-perempuan lainnya.

Ada pula videoclip yang menjual seks. Ada perempuan-perempuan nyaris
telanjang di danau yang menari dan bergoyang sensual. Belum lagi, syair yang
dinyanyikan yang kadangkala mengandung muatan seks pula. Kemudian, mereka
juga belajar kekerasan dari media melalui film kartun, film dewasa, dan
sinetron. Dari sini kadang-kadang anak belajar bahwa kekerasan adalah jalan
keluar untuk menyelesaikan masalah.

Mereka juga mengenal horor sejak mereka sangat kecil. Kemungkinan karena
dirumah para orang dewasa menonton acara TV Ghost Stories, Percaya tak
Percaya atau serial yang menampilkan Mak lampir. Sekaligus, dengan menonton
acara-acara yang demikian, anak-anak berkenalan dengan dunia klenik. Daftar
ini akan bertambah panjang jika kita juga berbicara tentang profanity,
kata-kata vulgar, kasar, dan tidak sopan yang sering jadi langgam bicara
para tokoh yang tampil di sinetron atau film.

Bahkan, menyedihkan sekali, kalau toh anak-anak kita jejali dengan hanya
materi TV berlabel "acara anak-anak", mereka juga tidak dapat terbebas dari
virus yang buruk itu. Anak-anak yang tampil dalam acara anak-anak banyak
yang telah teracuni, tampil bak orang dewasa. Mereka sungguh-sungguh
miniatur orang dewasa. Gaya bicara dan penampilan anak-anak itu persis
seperti orang dewasa, karena mereka meniru gaya orang dewasa. Contohnya
adalah Joshua.

Jadi begitulah. Potret media kita memang mengkhawatirkan buat anak-anak
kita. Karena itu, sedapat mungkin, jauhi anak kita dari media-media yang
potensial membawanya ke arah pengenalan kehidupan orang dewasa. Kalau toh
kita dengan selektif mengizinkan anak kita mengkonsumsi media, jangan
biarkan dia mengkonsumsinya sendirian. Dampingi anak kita, ajak dia bicara
jika ada muatan media yang kita rasakan "terlalu dewasa". Tentu saja anak
perlu mengenal kehidupan orang dewasa, tapi itu nanti, pada saat yang tepat.
------------------------------------
Apa yang salah dengan anak - anak sekarang ? Sedari kecil mungkin mereka
telah dididik dengan baik, diajarkan agama dengan kuat dan dipagari dengan
disiplin. Tetapi sewaktu besar, banyak kasus yang menunjukkan betapa
bingungnya orang tua karena si anak sering berubah dari ajaran2 orang
tuanya.

Bayangkan, polling di Bandung baru - baru ini menunjukkan bahwa 44,8 %
remaja (mahasiswa dan pelajar) telah melakukan hubungan seks diluar nikah.
51,5 % diantaranya dilakukan di kost - kostan. Nauzubillah.

Saya percaya beberapa hal yang dapat menjaga anak2 kita dari pergaulan yang
tidak benar :
1. Agama, sedari kecil sudah didik agama yang kuat. Mengaji, misalnya, bukan
hanya di otak sebagai hapalan, tetapi juga di hati sebagai pemahaman. Untuk
orang tua, tidak ada kata terlambat untuk belajar kembali. Dalam penerapan
agama, sedapat mungkin tidak ada exception (khususnya untuk yang sudah aqil
baliq). cara berpakaian, cara bergaul harus diingatkan agar sesuai dengan
ajaran agama.

2. Tanggung jawab. Sering kita menganggap bahwa anak2 sering mengalami
"kebingungan identitas" atau "krisis identitas". Mengutip salah satu artikel
di website, John W Santrockseorang pakar psikologi perkembangan dengan
bukunya berjudul Adolescence (2001) menunjukan bahwa kebingungan indentitas
hanyalah mitos. Ada remaja-remaja yang tidak perlu sibuk mencari jati-diri.
Mereka telah mengenali dirinya, tujuan hidupnya dan makna hidupnya karena
sedari kecil telah memiliki keyakinan, komitmen hidup serta persepsi tentang
tanggungjawab (perceived responsibility) yang kuat. Inilah yang membuat
hidup mereka lebih terarah, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh sebayanya.

Tanggung jawab, misalnya, dapat kita ajarkan dari yang kecil. Mengasuh
binatang peliharaan misalnya, menjaga barang pemberian orang tua, menjaga
rumah, jalan2 keluar rumah dan lain - lain. Sebaliknya bila terlalu
dikekang, dikhawatirkan anak akan menjadi kuda yang lepas, berlari tidak
terkendali dan bertindak semaunya sendiri.

3. Keterbukaan. Penjelasan dan informasi kepada si anak disampaikan dengan
cara yang benar, bukan dengan dongeng atau takhayul. Bila sudah cukup umur,
bila perlu diajarkan dengan benar apa itu narkoba, seks bebas dan aborsi,
apa penyebabnya, apa konsekwensinya. Saya teringat waktu SMP dulu pernah
diminta menghadiri seminar dari kantor ayah saya bekerjasama dengan
Kepolisian, yang memutar video tentang orang yang kecanduan narkoba. Setelah
menonton video itu saya mengerti konsekwensi narkoba dan menjadi ngeri
sendiri. Dari awalnya coba - coba, bisa jadi ketagihan. Padahal dalam banyak
kasus narkoba, coba - coba adalah salah satu penyebab utamanya. Melalui cara
ini, waktu itu saya paham atas kesadaran sendiri  dan bukan dipaksakan.

Cara yang sama mungkin bisa dilakukan, misalnya : kunjungan ke pusat
rehabilitasi narkoba, pengetahuan tentang aborsi atau kunjungan ke panti
asuhan, khususnya untuk kasus anak2 yang ditelantarkan.

4. Selektif media. Sekarang teknologi TV sudah memungkin untuk mem-block
siaran TV tertentu. Anjuran untuk mendampingi anak pada saat menonton TV
juga sangat- sangat baik. Jadi anak diberi pengertian dengan apa yang dia
tonton. Parents mungkin masih ingat kalo dulu ada adegan ciuman saja, kita
disuruh tutup mata. Sekarang, kenapa harus ada exception ? Setahu saya
siaran TV tertentu seperti TPI dan TV7 lebih fokus ke keluarga, mungkin bisa
jadi referensi teman2. Atau kita "block' acara nonton TV hanya sampai jam 7.
Sesudah itu kita berinteraksi secara personal : main game bareng, bantu buat
PR, bacain dongeng dll. Film, buku atau majalah konsumsi dewasa mbok kita
simpan yang baik. Insya allah aman.

5. Waspada lingkungan. Lingkungan-lah yang sering mempengaruhi anak kita
sehingga bergeser dari garis ajaran orang tuanya. Karena itu teman,
lingkungan sekolah, lingkungan bermain perlu dicermati. Anyway, sepanjang si
anak punya keyakinan agama dan tanggung jawab diri yang kuat, insya allah
tidak terpengaruh.

6. Kasih sayang, tentunya. Kebersamaan dan kasih sayang orang tua akan
menjadi benteng pertahanan yang kuat sehingga anak tidak perlu mencari
pelarian yang keliru atas masalah - masalahnya.

Untuk muslim, mungkin Anda ingat dengan ayat ini, "Dan ketahuilah bahwa
hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi
Allah pahala yang besar." [Al-Anfaal:28].  Jangan sampai kita merasa bangga
dengan achievement anak2 kita yang mungkin bertentangan dengan agama,
sehingga disisi lain kita diam - diam menabung pertanggungjawaban yang berat
di akhirat. Nauzubillah. Semoga ini juga peringatan untuk saya dan keluarga.

Mohon ma'af bila sharing pemikiran ini terlalu panjang dan kurang berkenan.


Papanya Carissa


---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

---------------------------------------------------------------------

>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/

>> Info balita, http://www.balita-anda.com

>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]








---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke