sebuah pelajaran
----- Original Message ----- 
From: Miseri 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, September 04, 2002 3:38 PM
Subject: sebuah pelajaran


Kalau udah pernah baca, delete aja....: 

Suatu ketika di sebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas 
drama 
yang meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi disana. Setiap 
anak 
mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang 
diperankannya. 
 Semuanya tampak serius, sebab Pak Guru akan memberikan hadiah 
kepada anak 
 yang tampil terbaik dalam pentas. Sementara di depan panggung, semua 
orangtua 
 murid ikut hadir dan menyemarakkan acara itu. 

 Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan 
maksimal. 
Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, 
ada 
juga yang menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan di bahu. Di 
sudut 
 pak tua yang pemarah, sementara di sudut lain, terlihat anak dengan 
wajah 
sedih, 
 layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para 
orangtua 
dan  guru kerap terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung. 

 Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Dan itu berarti, sudah 
saatnya 
Pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak 
tampak 
berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama 
yang 
terbaik. Dan komat-kamit mereka berdoa, supaya Pak Guru menyebutkan 
nama 
mereka, dan mengundang ke atas panggung untuk menerima hadiah. Para 
orangtua 
pun ikut berdoa, membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik. 

 Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia 
menyebutkan 
 sebuah nama. Ahha...ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah lah 
yang 
menjadi 
 juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira. "Aku 
menang...", 
begitu ucapnya. Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi kedua 
orangtuanya 
yang tampak bangga. 

 Tepuk tangan terdengar lagi. Sang orangtua menatap sekeliling, 
menatap ke 
seluruh hadirin. Mereka bangga. 

 Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit 
bertanya 
kepada sang jagoan, "Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas 
mendapatkannya. 
Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus sekali. Apa 
rahasianya 
ya, sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu pasti rajin mengikuti 
latihan, tak  heran jika kamu terpilih menjadi yang terbaik.." tanya 
Pak 
Guru, "Coba kamu ceritakan kepada kami semua, apa yang bisa membuat 
kamu 
seperti ini.." 

 Sang anak menjawab, "Terima kasih atas hadiahnya Pak. Dan 
sebenarnya saya 
 harus berterima kasih kepada Ayah saya dirumah. Karena, dari Ayah 
lah saya 
 belajar berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah lah saya meniru 
perilaku 
 ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka, bukan hal yang sulit 
untuk 
 menjadi pemarah seperti Ayah." Tampak sang Ayah yang mulai 
tercenung. Sang 
 anak mulai melanjutkan, "Ayah membesarkan saya dengan cara seperti 
ini, 
 jadi peran ini, adalah peran yang mudah buat saya..." 

 Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap. 
Begitupun 
kedua orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk. 
Jika 
sebelumnya mereka merasa bangga, kini keadaannya berubah. Seakan, 
mereka 
berdiri sebagai terdakwa, di muka pengadilan. Mereka belajar sesuatu 
hari 
itu. Ada yang perlu diluruskan dalam perilaku mereka. 

 ~~~ 

 Teman, setiap anak, adalah duplikat dari orang di sekitarnya. 
Setiap anak 
adalah peniru, dan mereka belajar untuk menjadi salah satu dari kita. 
Mereka 
akan belajar untuk menjadikan kita sebagai contoh, sebagai panutan 
dalam 
bertindak dan berperilaku. Mereka juga akan hadir sebagai sosok-sosok 
cermin 
bagi kita, tempat kita bisa berkaca pada semua hal yang kita lakukan. 
Mereka 
laksana air telaga yang merefleksikan bayangan kita saat kita menatap 
dalam 
hamparan perilaku yang mereka perbuat. 

 Namun sayang, cermin itu meniru pada semua hal. Baik, buruk, terpuji 
 ataupun tercela, di munculkan dengan sangat nyata bagi kita yang 
berkaca. 
 Cermin itu juga menjadi bayangan apapun yang ada di depannya. 
Telaga itu 
 adalah juga pancaran sejati terhadap setiap benda di depannya. Kita 
tentu 
tak 
 bisa, memecahkan cermin atau mengoyak ketenangan telaga itu, saat 
melihat 
 gambaran yang buruk. Sebab, bukankah itu sama artinya dengan 
menuding diri 
 kita sendiri? 

 Teman, saya ingin berpesan kepada kita semua, "berteriaklah kepada 
anak-anak kita saat kita marah, maka, kita akan membesarkan seorang 
pemarah. 
Bermuka ketuslah kepada mereka saat kita marah, maka kita akan 
membesarkan 
seorang pembenci, dan biarkanlah mulut dan tangan kita yang bekerja 
saat 
kita marah, maka kita akan belajar menciptakan seorang yang penuh 
dengki..." 

 Peran apakah yang sedang kita ajarkan kepada anak-anak kita saat 
ini? 
Contoh apakah yang sedang kita berikan kali ini? Dan panutan apakah 
yang 
sedang kita tampilkan? 

 Teman, percayalah, mereka akan selalu belajar dari kita, dari orang 
yang 
terdekatnya, dari orang yang mencintainya. Merekalah lingkaran 
terdekat 
kita, tempat mereka belajar, menerima kasih sayang, dan juga tempat 
mereka 
meniru dalam berperilaku. 

 Saya berharap, bisa menjadi orang yang sabar saat melihat seorang 
anak 
menumpahkan air di gelas yang mereka pegang. Saya berharap menjadi 
orang 
yang ikhlas, saat melihat mereka memecahkan piring makan mereka 
sendiri. 
Sebab, bukankah mereka baru "belajar" memegang gelas dan piring itu 
selama 5 
tahun, sedangkan kita telah mengenalnya sejak lebih 20 tahun?  Tentu 
mereka 
akan butuh waktu untuk bisa seperti kita..... 

 BAGI YG BELUM BERKELUARGA DAPAT BELAJAR DARI SEKARANG !!! 






---
Checked by AVG, Gratisan ajah
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.505 / Virus Database: 302 - Release Date: 30/07/03

Kirim email ke