> "Anak Perempuan Hasil Incest Lebih Rentan > terhadap Penyakit Genetik" > > Pengantar Opini > Sebagai isu kekerasan seksual, kasus incest sebenarnya bukanlah kasus baru. > Fakta tentang incest sering kali tidak muncul karena dianggap aib keluarga. > Padahal menyimpan dan menyembunyikan fakta incest bak menyimpan api dalam > sekam. > Tetapi masalahnya, pendampingan kasus incest bukanlah hal yang mudah. Butuh > keberanian dari berbagai pihak, terutama keluarga, untuk bisa melihat ini > secara proporsional dan berpihak kepada korban. > > Dua tokoh yang kami wawancarai berikut mungkin bukan nama asing di > lingkungan pemerhati kesehatan perempuan dan Islam. Pertama kita akan > berbicang lebih detil dengan Ibu Dr. Ramonasari, Kepala divisi Kesehatan > Reproduksi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jakarta. Dan > tokoh yang lainnya adalah KH. Husein Muhammad. Keduanya mencoba berbagi > mengenai masalah incest dari dua kacamata yang berbeda; perspektif medis dan > perspektif agama. Pada akhirnya, semuanya berpulang kepada kearifan pembaca > untuk menilai dan merenungi semua informasi yang kami angkat dalam rubrik > "opini". Selamat membaca! > > > Wawancara redaksi Swara Rahima dengan Dr. Ramonasari, Kepala divisi > Kesehatan Reproduksi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) > Jakarta. Perempuan kelahiran 19 Mei 1956 yang juga pernah bekerja sebagai > koordinator klinik Griya Sahari PKBI dan aktif sebagai trainer sex education > HIV/AIDS, mengomentari seputar incest dari perspektif medis. Berikut kutipan > wawancaranya. > > Swara Rahima (SR) : Apa yang dimaksud incest? > Ramona (R) : Incest adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi > antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah. Dalam hal ini > hubungan seksual sendiri ada yang bersifat sukarela dan ada yang bersifat > paksaan. Nah, yang paksaan itulah yang dinamakan perkosaan. Jika itu terjadi > antara dua orang yang bertalian darah itulah yang dinamakan incest. Dan > kasus incest yang lebih banyak diketahui masyarakat adalah perkosaan incest. > > SR : Hubungan darahnya sedekat mana? > R : Cukup dekat misalnya antara kakak dengan adik, ibu dengan anak, bapak > dengan anak, atau paman dengan keponakannya. Dalam artian yang masih sangat > dekat hubungannya. Tetapi yang benar dikatakan incest itu yang murni > hubungan sedarah seperti kakak dengan adik, atau bapak dengan anak. > > SR : Dari segi medis, apakah anak hasil hubungan incest akan menderita > kelainan? > R : Tidak setiap pernikahan incest akan melahirkan keturunan yang memiliki > kelainan atau gangguan kesehatan. Jadi detilnya seperti ini, bisa saja > gen-gen yang diturunkan baik dan melahirkan anak yang normal. Walaupun > begitu, kelemahan genetik lebih berpeluang muncul dan riwayat genetik yang > buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang tua > yang memiliki kedekatan keturunan. Pada kasus incest, penyakit resesif yang > muncul dominan. Namun gangguan emosional juga bisa timbul bila perlakuan > buruk terjadi saat pertumbuhan dan perkembangan janin pra dan > pascakelahiran. > > Apabila terjadi kelahiran, anak perempuan lebih rentan dan berpeluang besar > terhadap penyakit genetik yang diturunkan orangtuanya. Incest memiliki > alasan lebih besar yang patut dipertimbangkan dari kesehatan medis. Banyak > penyakit genetik yang berpeluang muncul lebih besar. Sebut saja pada > genetik, kromosom yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia), > Leukodystrophie atau kelainan pada bagian saraf yang disebut milin, ada > bagian dari jaringan penunjang pada otak yang mengalami gangguan yang > menyebabkan proses pembentukan enzim terganggu. Selain itu albino (kelainan > pada pigmen kulit) dan keterlambatan mental (idiot) serta perkembangan otak > yang lemah. Banyak penyakit keturunan yang akan semakin kuat dilahirkan pada > pasangan yang memiliki riwayat genetik buruk dan terjadi incest. Namun, yang > harus diwaspadai juga kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat > ibu mengandung dan adanya rasa penolakan secara emosional dari ibu. > > SR : Apakah kasus seperti ini banyak terjadi ? > R : Bila yang dibayangkan akan lahir anak "monster" tentu saja tidak, karena > bila dilihat dari beberapa kasus, anak yang lahir biasanya sehat dan > lucu-lucu saja. Karena kebetulan si bapak "biologis"nya dan si ibu > "biologis" itu kebetulan memang tidak menurunkan sesuatu penyakit kepada > anak- anaknya atau kebetulan kedua-duanya dalam kondisi sehat. Tetapi segala > sifat yang buruk yang diturunkan akan bertambah lebih buruk sifatnya. Dan > sesungguhnya masalah yang lebih penting dicermati dari kasus anak hasil > incest (terutama perkosaan incest) ini adalah karena kondisi yang tidak > sehat. Tidak sehat dalam konteks sosial maksudnya. Ini berkaitan juga dengan > konstruksi sosial tentang keluarga. Misalnya masyarakat mengenal ayah dan > anak sebagai satu kesatuan keluarga. Tetapi jika terjadi kasus incest, > dimana ayah telah menghamili anak perempuannya, maka bila lahir anak dari > anak perempuan tersebut maka status ayah itu menjadi ganda, ayah sekaligus > kakek. Itulah yang menyebabkan incest dapat menimbulkan tekanan psikologis > yang sangat berat bagi korbannya. > > SR : Bagaimana dengan kasus di beberpa suku di Indonesia yang membolehkan > perkawinan sedarah (incest) ini? > R : Kalau di suku-suku itu yang terjadi adalah hanya kawin antar saudara, > bukan segaris misalnya ayah ke anaknya, atau paman ke keponakannya. Jadi > sudah menyebrang ke garis darah yang kedua misalnya sepupu jauh, atau anak > om dengan anaknya tante, dan itu bukan incest. > > SR : Apakah PKBI mendapatkan banyak laporan atau menangani kasus incest? > R : Kami tidak terlalu banyak mendapat laporan tentang kasus itu. Mungkin > ini ada kaitannya dengan anggapan umum masyarakat yang masih memandang bahwa > mengadukan kasus ini menjadi sangat memalukan. Data secara angka kami tidak > punya. Akan tetapi bukan berarti kasus incest ini tidak ada di masyarakat. > Mungkin saja sebagian masyarakat masih merasa lebih nyaman dengan > menutup-nutupi kasus ini. > > SR : adakah kasus perkosaan incest yang terjadi selain dari ayah ke anak > perempuan? > R : Yang banyak terekspos adalah perkosaan dari ayah kepada anak perempuan. > Tetapi ada juga kasus perkosaan incest yang dilakukan anak laki-laki kepada > Ibunya. Saya tidak tahu apakah karena si ibu masih bisa menahan diri untuk > tidak mengungkap ini atau apa. Tetapi bila hal ini sampai terjadi, mungkin > saja didasarkan karena kelainan si anak yang terlalu mencintai ibunya yang > dalam ilmu psikologi disebut dengan istilah Oedipus compleks, yaitu anak > yang sangat memuja ibunya sehingga anak menganggap ibu sebagai perempuan > yang lain yang bukan sebagai ibunya. Memang kasus perkosaan incest tidak > banyak data laporannya. Saya tidak mengatakan tidak ada, tetapi mungkin > laporannya lebih sedikit dari fakta yang sesungguhnya terjadi. > > SR : Apakah karena dianggap tabu untuk diungkap? > R : Ya, hal ini memang dianggap masih sangat tabu untuk dibicarakan di > masyarakat. Kalaupun ada, lebih banyak laporan tersebut berasal dari > masyarakat bukan dari korban atau pelakunya sendiri. > > SR : Kalau menurut ibu sendiri bagaimana seharusnya kita mengadvokasi > masalah ini? > R : Advokasinya salah satunya adalah dengan memberikan informasi > sebanyak-banyaknya mengenai masalah incest. Sebenarnya, incest itu bukan > kejadian tiba-tiba dimana si kakak ketemu adik langsung berhubungan, tidak! > Dan kalau mau dibilang penyebabnya adalah faktor kemiskinan 100%, tidak > juga! Tetapi biasanya karena rumah mereka sangat sempit. Lalu tidak > mempunyai akses untuk main keluar, sangat terbatas. Kalau keluar harus > mengeluarkan uang, gaul dengan teman-teman misalnya. Yang ada di rumah, satu > kamar ramai-ramai. Yang ada lama-lama orang terangsang nafsu biologisnya. > > SR : Apakah ini ada kaitannya dengan pengetahuan agama? > R : Saya kira tidak juga. Bukankah agama sudah ada sejak dari zaman dulu? > Kita lahir sudah ada agama, tetapi yang aneh-aneh juga tetap ada. Bukan > berarti pelaku perkosaan incest itu orangnya tidak beragama, tidak juga. > Kadang pelakunya itu sangat rajin sholatnya atau ke gerejanya rajin, tetapi > incestnya rajin juga. > > SR : Bagaimana dengan pendidikan seks sebagai alternatif advokasi? > R : Ya harus! Karena kita harus memberitahu masalah ini dengan lebih > proporsional. Hanya tidak bisa tiba-tiba kita memberitahukan > kelainan-kelainan tersebut. Sebab kita seharusnya juga bisa menerangkan hal > yang lain. Karena ini adalah bagian dari penerangan kesehatan reproduksi > dimana hak orang-orang untuk mendapat informasi seluas-luasnya serta yang > baik dan benar. Hanya sampai sekarang mengenai pendidikan seks sendiri masih > kontroversi. Karena bicara kesehatan reproduksi ada kaitannya dengan > pendidikan seks. Pendidikan seks oleh sebagian masyarakat masih dianggap > mengajarkan hubungan seks kepada anak-anak, padahal masyarakatnya mungkin > juga tidak mengerti, kenapa hubungan antar darah tidak bagus. Hal ini > seperti saya katakan sebelumnya berkaitan juga dengan beberapa penyakit yang > memang genetis seperti penyakit hemofilia -penyakit sel darah merah yang > pecah yang mengakibatkan anak harus terus menerus mendapatkan tranfusi- yang > mungkin juga diidap oleh anak hasil hubungan incest. > > SR : Dalam konteks ini apakah pendidikan sex cukup disampaikan dengan cara > informal atau harus cara formal? > R : Sebetulnya formal lebih bagus. Hanya kurikulumnya sudah sanggup belum? > Karena pendidikan seks itu sendiri terbagi menjadi beberapa tahap, ada > pendidikan seks untuk anak, untuk remaja dan untuk dewasa. Sampai sekarang > penyedianya juga belum mampu, bacaannya juga belum terlalu banyak, cari > modelnya juga belum fariatif, dan model kurikulumnya belum ada. Nah, > alternatif lain bila secara formal belum dikasih maka sebaiknya kita > menginformasikan itu secara informal. Hanya masalahnya masyarakat kita sudah > terlalu alergi dengan kata pendidikan seks. Dan yang alergi itu justru dari > masyarakat tua, jadi lebih banyak penolakannya dulu dibanding penerimaan. > Dan ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Karena jangankan kasus > perkosaan incest, perkosaan biasa saja saya yakin kasusnya lebih tinggi > daripada fakta yang ada > > SR : Apakah hubungan seksual kepada anak tiri bisa disebut incest? > R : Memang dengan anak tiri tidak ada hubungan darah dan dia tidak termasuk > hubungan sedarah (incest). Hanya saja bila mempertimbangan kekerasan seksual > yang dialaminya, si anak tetap sebagai anak dan orang tua manapun tidak > berhak memperlakukannya sewenang-wenang, apalagi sampai memperkosanya. > > SR : Jika dikaitkan dengan budaya patriarkhi bagaimana? > R : Ya, biasanya laki-laki memang memiliki rasa kepemilikan terhadap > anaknya, terhadap keluarganya hingga dia merasa berhak melakukan apapun, > apalagi misalnya dia merasa sebagai satu-satunya mencari nafkah keluarga. > Tentu saja ini bias gender dan ini memang masuk dalam akar budaya yang > disebut dengan budaya patriarkhi tadi. > > SR : Kembali ke pernyataan ibu tadi yang mengatakan bahwa kasus incest > sering terjadi di kalangan masyarakat yang miskin, tetapi bila merujuk dari > fakta yang terdapat di Kalyanamitra (sebuah LSM perempuan), ada juga pelaku > incest yang jelas-jelas berasal dari kalangan menengah atas dan mereka > sangat mengerti agama seperti Kyai atau pastur. Bagaimana pendapat ibu > tentang ini? > R : Yang namanya kyai, pastur, pejabat atau orang kaya sekalipun mereka > tetap manusia. Masalahnya masyarakat kita masih sering mengkultuskan > orang-orang tersebut di atas. Kyai atau pastur dianggap tidak mungkin > melakukan hal-hal seperti incest dll. Dan ini adalah sebuah kelakuan bodoh > yang masih tetap dipelihara masyarakat. Dan ini justru sesungguhnya > memberikan peluang bagi terjadinya penyelewengan - penyelewengan. Orang > kalau selalu dikultuskan semakin lama akan semakin gila, gila dalam arti > nalarnya tidak jalan lagi. Nah, kalau nalarnya tidak jalan apapun > dilakukan. ] (dd) > --------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]