Hati Tak Berjendela [ijin cross-posting ya Pak]

Suatu hari sekitar jam dua siang, tiba-tiba datang se­orang wanita muda
sekitar usia 30 tahun, datang ke rumah penulis. Dari
penampilannya diduga bahwa wanita itu adalah seorang mahasiswa. Setelah
berbasa basi sebentar akhirnya dia mengaku bukan mahasiswa tetapi seorang
ibu rumah tangga. Setelah ditanyakan apa maksud kedatangannya, dengan
terbata-bata dan berlinangan air mata ia mengatakan bahwa hampir saja ia
bunuh diri menenggak obat serangga. Baygon.

Mendengar pengakuannya yang mengejutkan itu akhir­nya penulis membiarkan
kepadanya untuk membuka se­luruh isi hatinya, dan penulis menjadi pendengar
yang baik.

1. Mengapa Datang Kepada Penulis?
Menurut ceriteranya, pagi itu wanita tersebut sedang kusut fikiran dan
saking kalutnya ia bermaksud bunuh diri dengan cara meminum
baygon. Pada saat itu aliran listrik di lingkungan tempat tinggalnya sedang
mati, dan ketika baygon sudah dituang ke gelas, ketika sedang dipegang untuk
diminum, tiba-tiba listrik menyala dan radio langsung berbunyi. Seperti
diatur sutradara, suara di radio ternyata berisi siaran pengajian dari radio
Assyafi'iyyah dan pak kyai dalam pidato itu menyebut dosanya orang bunuh
diri.

Katanya selanjutnya, wanita itu tersentak kaget dan langsung timbul
kengerian serta takut melihat gelas yang sudah dituangi baygon.
Secara reflek wanita itu kemudian lari keluar rumah tanpa ingat mengunci
pintu dan lang­sung naik metro mini yang kebetulan sedang
berhenti, juga tanpa mengetahui entah mau ke mana. Ternyata metro mini itu
jurusan Pulo Gadung- Taman Mini, dan ketika lewat
Jatiwaringin, wanita itu melihat papan nama Pesantren Assyafi'iyyah, nama
yang mengingatkan suara radio yang telah "menyelamatkannya" dari maut.
Wanita itu kemudian minta turun dan langsung menuju kantor pesantren.

Di halaman kantor, wanita itu berpapasan dengan se­orang guru dan dengan
tidak sabar langsung mengatakan bahwa ia perlu bertemu dengan orang yang
bisa memberinya nasehat agar ia tidak bunuh diri. Mendengar penuturan yang
mengejutkan itu, pak guru yang kebetulan juga se­orang dosen dan seniman
bermaksud memperdaya penulis dengan mengatakan bahwa di sini ada orang yang
biasa menangani kasus-kasus semacam itu, dan ia menyebut nama penulis, dan
langsung memberi alamat rumah penulis yang tidak terlalu jauh dari
Pesantren. Ketika itu penulis kebetulan menjabat sebagai dekan Fakultas
Dakwah dan juga sekretaris Pesantren. Dengan olok-olok teman dosen itulah
akhirnya tanpa sengaja penulis kemu­dian menjadi konselor yang harus
memberikan layanan konseling agama.

2. Mengapa Wanita Itu Mau Bunuh Diri?
Dari penuturan wanita itu dapat disimpulkan bahwa problem kejiwaan klien
merupakan problem perkawinan, problem hubungan interpersonal suami dan
isteri. Mereka telah menempuh bahtera rumah tangga selama delapan tahun,
belum dikaruniai keturunan. Ekonomi rumah tang­ga mereka relatip tercukupi,
terbukti bahwa mereka telah memiliki rumah yang layak huni, suaminya bekerja
di peru­sahaan swasta dengan gaji yang mencukupi. Isterinya, meskipun pernah
mengecap pendidikan tinggi sampai sarjana muda tetapi tidak bekerja. Praktis
setiap hari kerja, isterinya hanya tingal sendirian, sementara suami pulang
kerja sekitar jam enam-tujuh sore.

Barangkali pasangan suami isteri itu sudah sangat me­rindukan keturunan,
tetapi diantara mereka tak pernah secara serius membicarakan problem itu.
Sang isteri adalah tipe wanita yang sangat setia dan percaya kepada suami.
Menurut ceriteranya selama delapan tahun hidup sebagai suami isteri tidak
pernah cekcok. Sang isteri meski harus selalu sendirian di rumah setiap hari
pada jam-jam kerja suaminya, tetapi kepercayaan dan kesetiaannya kepada
suami membuatnya tetap tenang. Rasa percaya diri dan ke-tenangan isteri
antara lain diperkuat oleh sejarah masa lalu, ialah bahwa sang suami adalah
mahasiswa yang dahulu kost di rumah orang tuanya, dan ketika kiriman biaya
kuliah terputus dari kampungnya di luar Jawa, orang tua wanita itu kemudian
menolong membiayai kuliahnya sampai selesai, dan selanjutnya diambil mantu.

Tanpa ada tanda-tanda mencurigakan, tiba-tiba suaminya menjadi acuh, dan
sering tidak menyentuh kopi dan makanan yang disediakan oleh isteri yang
setia itu. Ia berusaha mencari tahu problem apa yang sedang meng­ganggu
suaminya, samar-samar terdengar berita bahwa suaminya pacaran dengan wanita
teman sekerja di kantor. Tetapi setiap ditanyakan, suaminya diam membisu,
semakin ditanya semakin membisu. Sang isteri sebagai orang yang selalu
berfikir positip tentang suaminya, masih belum per­caya bahwa suaminya ada
main dengan wanita lain, tapi didiamkan oleh suami selama seminggu merupakan
beban yang sangat berat, apa lagi di rumahnya yang cukup besar itu memang
tidak ada orang lain yang bisa diajak bicara.

Ketika kebisuan suami mencapai hari yang ke lima belas, kekalutan fikiran
itu tak tertanggungkan. Ia tidak tahu harus apa, karena
selama ini hatinya tertumpah seluruh­nya untuk suaminya. Di diamkan suami
adalah kiamat baginya. Kekalutan fikiran dan perasaannya
membuatnya lupa siapa dirinya dan untuk apa ia hidup. Dunia terasa gelap,
dan kaki tak bisa lagi menginjak bumi. Pada hari ke lima
belas itulah, ketika jiwanya tak mampu lagi menang­gung derita didiamkan, ia
mengambil keputusan untuk menyudahi problemnya dengan meminum baygon.
Untung­lah suara radio yang tiba-tiba terdengar setelah listrik di rumah
menyala mengembalikan kesadarannya, dan menye­lamatkannya dari mati sia-sia.

3. Bagaimana Terapi Yang Tepat Untuknya?
Dari penuturan yang disampaikan wanita itu sambil terisak-isak menangis
tetapi lancar, nampak jelas bahwa penyebab kekalutan
fikiran itu lebih banyak disebabkan oleh kapasitas jiwanya yang sempit untuk
menampung derita. Ia termasuk tipe wanita yang lugu,
halus perasaan­nya dan tak pernah berfikir negatip pada suaminya. Baginya
suami adalah segalanya yang tak mungkin melakukan sesuatu yang menyakiti
hatinya. Jika samar-samar mende­ngar issu minor tentang suaminya, ia lebih
dahulu menepis dengan berkata dalam hati bahwa issu itu pasti tak benar.
Baginya kepulangan suami, teguran sapa suami sudah merupakan bukti bahwa
issu dari luar itu tidak benar. Ia lebih percaya kepada suami dibanding
kepada orang lain. Ia hanya mendengar kata-kata suami dan menutup rapat
kedua telinganya dari kata-kata orang lain. Hal itulah yang menyebabkan
bahtera rumah tangga berjalan aman selama delapan tahun meski belum
dikaruniai seorang anak.

Oleh karena itu ketika suaminya mulai cuek kepada­nya, ia merasa tertekan
karena ia tidak memiliki jendela lain untuk berkomunikasi.
Pusat perhatiannya dalam meng­hadapi kecuekan suaminya hanya satu, yaitu
menunggu kapan kekakuan itu mencair. Ketika kecuekan suaminya meningkat
menjadi membisu, perasaan tertekan itu men­jadi semakin dalam, seperti balon
yang selalu ditiup, menunggu meledak. Pada hari ke lima belas dari
membi­sunya suami itulah "balon" jiwanya meledak, mencari penyelesaian
dengan cara bunuh diri. Ia tidak menemukan jalan lain selain bunuh diri,
karena jiwanya tidak mempunyai jendela, tidak mempunyai ventilasi, karena
salurannya hanya satu yaitu kepada suami tercinta. Jika saluran satu-satunya
itu rapat, maka hanya ada satu jalan keluar, yaitu meledak. Untunglah suara
radio yang tiba-tiba berbunyi "menyelamatkannya".

Melihat tipologi kejiwaan wanita itu maka saya selaku konselor menanyakan
kembali; sudah berapa lama suami mendiamkannya. Dengan sangat antusias ia
menyebut angka lima belas, seakan angka lima belas itu adalah jumlah yang
sangat besar. Mengapa angka lima belas itu dipandang sebagai jumlah yang
sangat besar adalah karena wanita itu tidak memiliki bandingan angka lain.

Saya sebagai konselor agama berusaha untuk mengubah pandangan wanita itu
tentang ukuran besar dan kecil. Saya mengatakan bahwa lima belas hari itu
waktu yang sangat pendek, sebab ada orang lain yang didiamkan suaminya
sampai tiga bulan, dan setelah dilewati dengan sabar akhirnya keadaan pulih
kembali seperti sedia kala. Saya menasehati wanita itu agar sabar menanggung
perasaan itu sampai tiga bulan, Insya Allah nanti jalan ke luar akan datang
dengan sendirinya.

Rupanya, angka tiga bulan itu kemudian menjadi jen­dela yang meniupkan
harapan baginya, sehingga setelah pertemuan hari itu, ia sering melaporkan
perkembangan hubungannya dengan suaminya kepada saya melalui surat. Ia
selalu menghitung hari-hari yang dilewatinya, dan dengan cemas menunggu
habisnya waktu tiga bulan itu. Saya tahu bahwa tidak ada jaminan setelah
tiga bulan itu kebisuan suaminya akan mencair, tetapi kurun waktu itu
sekurang-kurangnya memberikan peluang kepada wanita itu untuk melihat dunia
lain, bahwa dalam hidup itu banyak kemungkinan, ada pertemuan, ada
perpisahan, ada perte­muan kembali, ada juga pertemuan dengan yang baru dan
sebagainya, dan bahwa kesemuanya itu mengandung hikmah asal bisa memetiknya.
Ia harus bisa melihat bahwa hidup itu bukan hitam putih, tetapi
berwarna-warni.

Konseling itu juga saya berikan secara tertulis, dengan menulis surat
disertai kata-kata mutiara, ayat Qur'an dan hadis yang relevan dengan
keharusan sabar menanggung derita, dan bahwa orang yang sabar senantiasa
disertai rahmat Tuhan. Kehausannya kepada bimbingan sampai-sampai - katanya
lewat surat - ia membaca nasehat tertulis saya sampai lima kali, dan bahkan
surat konseling saya itu selalu dibawa di dalam tas, untuk selalu dibaca
ulang jika fikirannnya sedang kusut.

Rumah tangga pasangan itu akhirnya tidak dapat di­selamatkan, tetapi wanita
itu dapat menerima kenyataan. Setelah ia berpindah kota,
korespondensi dengan saya tetap berlangsung, ia selalu melaporkan
perkembangan perasa­annya dalam menghadapi problema hidupnya, dan saya pun
sering membalasnya dengan konsisten memberikan layanan konseling agama.
Ketika ia mengambil keputusan untuk tinggal di Eropa dengan maksud mencari
dunia baru dan melupakan kegetiran hidup rumahtangganya, saya memberikan
saran agar ia jangan lupa salat lima waktu dan usahakan menggunakan jilbab
(busana muslimah) sebagai identitas diri, ternyata dari Eropa ia berkirim
surat bahwa ia melaksanakan saran saya.

Perjalanan hidup yang berliku-liku akhirnya mengan­tarnya untuk menikah lagi
dengan laki-laki muslim Eropa, dan selama ini, sekurang-
kurangnya kartu lebaran masih selalu dikirimkan kepada saya, Alhamdulillah.

Wassalam,
agussyafii- http://mubarok-institute.blogspot.com/

--
feel complicated? be with me..
http://myidol88.blogspot.com

Kirim email ke