Sila di pelajari..

UU No. 13 th 2003..

Ttp tergantung juga kebijakan perusahaan..



BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 150

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini
meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang
berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan
atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun
usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.

Pasal 151

(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja.

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan
kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau
dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
benar-benar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 152

(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara
tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
disertai alasan yang menjadi dasarnya.

(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
apabila telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat
(2).

(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat
diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan,
tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Pasal 153

(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan
:

a.    pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus;

b.    pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

c.    pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d.    pekerja/buruh menikah;

e.    pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;

f.      pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan,
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau
perjanjian kerja bersama;

g.    pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h.    pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i.      karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna
kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j.      pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan
dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal 154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan
dalam hal :

a.       pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b.       pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara
tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c.       pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perundang-undangan; atau

d.       pekerja/buruh meninggal dunia.

Pasal 155

(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.

(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya.

(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan
tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh.

Pasal 156

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling
sedikit sebagai berikut :

a.  masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b.  masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua)
tahun, 2 (dua) bulan upah;

c.  masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d.  masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat)
tahun, 4 (empat) bulan upah;

e.  masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tahun, 5 (lima) bulan upah;

f.    masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 6 (enam) bulan upah;

g.  masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h.  masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i.    masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan sebagai be-rikut :

a.  masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 2 (dua) bulan upah;

b.  masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c.  masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua
belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d.  masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15
(lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e.  masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18
(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f.    masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari
21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g.  masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari
24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h.  masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh )
bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :

a.  cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b.  biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c.  penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
(lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d.  hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 157

(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang
seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

a.  upah pokok;

b.  segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan
kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu
yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu
harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap
selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh
pekerja/buruh.

(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar
perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali
penghasilan sehari.

(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan
satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari
adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas)
bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah
minimum provinsi atau kabupaten/kota.

(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya
didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung
dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Pasal 158

(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai
berikut :

a.  melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
milik perusahaan;

b.  memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;

c.  mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di
lingkungan kerja;

d.  melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e.  menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja;

f.    membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g.  dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan;

h.  dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i.    membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

j.    melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung
dengan bukti sebagai berikut :
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).

(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas
dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung,
selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 159

Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

Pasal 160

(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha
tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada
keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus)
dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus)
dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus)
dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh
perseratus) dari upah.

(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling
lama 6 (enam) bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh
ditahan oleh pihak yang berwajib.

(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan
pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam)
bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh
dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan
pekerja/buruh kembali.

(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam)
bulan berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.

(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan
ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

(7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat
(5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal 161

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 162

(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,
memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang
tugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha secara
langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.

(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus memenuhi syarat :

a.    mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;

b.    tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c.    tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran
diri.

(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan
sendiri dilakukan tanpa pene-tapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

Pasal 163

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak
bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan
perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di
perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal 164

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak
atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2)
uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah
diaudit oleh akuntan publik.

(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2
(dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force
majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).

Pasal 165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/
buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak
atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 166

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia,
kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya
sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).

Pasal 167

(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah
mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar
penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima
sekaligus dalam program pensiun se-bagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.

(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam
program pensiun yang iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan
pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang
pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program
pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ti-dak menghilangkan hak pekerja/buruh
atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 168

(1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih
berturut-turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan
bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara
patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena
dikualifikasikan mengundurkan diri.

(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh
masuk bekerja.

(3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang
besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 169

(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :

a.  menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

b.  membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c.  tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih;

d.  tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/
buruh;

e.  memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan; atau

f.    memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut
tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

(2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).

(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3).
 

Pasal 170

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi keten-tuan Pasal
151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat
(3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh
upah dan hak yang seharusnya diterima.

Pasal 171

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan
Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima
pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan
gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan
hubungan kerjanya.

Pasal 172

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat
akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah
melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan
kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).


-----Original Message-----
From: Dwi Wahyono [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, July 05, 2007 10:00 AM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Adakah yang HRD disini? Mohon Info Kompensasi
Pesangon dong....


Dear Moms & Dads....

Adakah yang kerja di bagian HRD? saya perlu info nih..tentang
perhitungan pesangon untuk karyawan yang mengundurkan diri ataupun
dipecat ? Mungkin ada formula tertentu? syukur2 ada peraturan dr
Pemerintahnya.. Via Japri saja ya....

Terima kasih....

Wassalam,
dwi wahyono

-- 
[70449090][dwiwahyono.blogspot.com][YM: dwiwahyono_mail]

--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke