Dear All,
      Ini saya dapat artikel ttg emboli dari NAKITA...moga bermamfaat yahhh....
      untuk mbak winda...."don't worry mbak, banyak berdoa...pasti hati tenang 
deh...katanya klo lagi hamil ngga boleh mikir2 yang ngga2..positive thinkinglah...! 
waktu saya hamil pertama kali juga punya perasaan yg sama seperti yg mbak alami "

      Salam,
      mama alphin




      EMBOLI AIR KETUBAN

      Jangan anggap remeh. Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi 
yang berat dapat mengakibatkan kematian ibu. 

      Emboli air ketuban (EAK), menurut dr. Irsjad Bustaman, SpOG, adalah masuknya 
cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud 
komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit 
janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. 


      Umumnya EAK terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan setelah usia 
kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara 
mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami 
trauma/benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun kasus EAK yang paling sering 
terjadi, lanjut Irsjad, justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu 
melahirkan (postpartum). Baik persalinan pervaginam maupun sesar,tak ada yang bisa 
aman 100 persen dari risiko EAK. "Sebab, sewaktu proses persalinan normal maupun 
sesar, banyak vena yang terbuka yang memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi 
darah sekaligus menyumbat pembuluh darah balik itu," ujar ginekolog lulusan FKUI yang 
antara lain berpraktek di RS Duren Sawit Jakarta. 


      Secara sederhana, lanjutnya, EAK bisa dijelaskan sebagai berikut, "Saat 
persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. 
Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban 
beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Pada giliran 
berikutnya, air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu." Nah, 
jika sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke 
jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. 


      Kondisi tersebut bisa diperberat dengan terjadinya gangguan pembekuan darah. 
Adanya penyumbatan pada vena, lanjut Irsjad, secara otomatis akan mendorong tubuh 
mengeluarkan zat-zat antibeku darah untuk membuka sumbatan tersebut. Jika didiamkan, 
zat antibeku darah akan habis. Padahal, habisnya zat penting ini bisa berujung pada 
pendarahan di jalan lahir atau di bagian tubuh lainnya. Inilah yang disebut dengan 
DIC/disseminated intravascular coagulation atau gangguan pembekuan darah. "Jika tidak 
mendapat pertolongan segera, ibu akan mengalami kejang-kejang karena otaknya 
kekurangan oksigen. Bahkan bisa berakibat kematian," ujar Irsjad. 


      SULIT DICEGAH 


      Kendati begitu, tuturnya, tak selamanya EAK berujung maut mengingat kasusnya 
mengenal gradasi berat-ringan yang ditentukan kondisi sumbatan pada vena. Sumbatan 
yang ringan biasanya hanya akan membuat ibu mengalami sesak napas sesaat. Namun EAK 
yang berat, seperti yang menyumbat paru-paru dan jantung serta membuat gangguan 
pembekuan darah, umumnya akan mengakibatkan kematian pada ibu. 


      Yang memprihatinkan, proses EAK bisa berlangsung sedemikian cepat. Tak heran 
kalau dalam waktu sekitar sejam sesudah melahirkan, nyawa ibu yang mengalami EAK tak 
lagi bisa tertolong. Apalagi EAK boleh dibilang muncul secara tiba-tiba tanpa bisa 
diduga sebelumnya dan prosesnya pun berlangsung begitu cepat. Dapat dimengerti jika 
angka kematian ibu bersalin dengan kasus EAK masih cukup tinggi, sekitar 86 persen. 


      Sementara terapi yang bisa dilakukan untuk menangani EAK, di antaranya terapi 
supportive/sesuai dengan gejala yang timbul. Jika gejala yang ditemukan berupa sesak 
napas, ibu akan diberi oksigen atau respirator. Dengan bantuan ini, andai sumbatan 
yang terjadi hanya sedikit, dalam beberapa waktu gejala sesak napas akan segera 
berlalu. Namun bila gangguannya berupa pembekuan darah atau ibu mengalami perdarahan 
hebat, tak ada lain yang bisa dilakukan kecuali transfusi darah. 


      Sayangnya, kejadian EAK sulit dicegah karena sama sekali tak bisa diprediksi. 
Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan otopsi. Artinya, setelah ibu meninggal, 
baru bisa terlihat di mana komponen-komponen air ketuban tersebar di pembuluh darah 
paru. Bahkan pada beberapa kasus, ditemukan air ketuban di dahak ibu yang mungkin 
disebabkan ekstravasasi, yakni keluarnya cairan ketuban dari pembuluh darah ke dalam 
gelembung paru/alveoli. "Biasanya, kalau paru-paru sudah tersumbat, ibu akan 
terbatuk-batuk dan mengeluarkan dahak yang mengadung air ketuban yang disertai rambut, 
lemak, atau kulit bayinya." 


      Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena secara 
garis besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka amat penting untuk 
mengamati gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami sesak napas, wajah kebiruan, 
terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan 
atau adanya gangguan perdarahan. 


      JARANG TERJADI 


      Risiko EAK, lanjut Irsjad, tak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli 
paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan dari 
bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK. 
Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan 
selanjutnya akan mengalami kasus serupa. Begitu juga sebaliknya. 


      Menurut Irsjad, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kejadian EAK. 
Pertama, his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan 
obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol. Kedua, adanya bakteri dalam 
air ketuban. Sedangkan faktor ketiga adalah mekonium atau tinja janin terdapat dalam 
air ketuban yang merupakan salah satu pertanda kondisi gawat janin di mana janin dalam 
keadaan kekurangan oksigen. Akibatnya, terjadi peningkatan gerakan usus ibu yang 
membuat janin terberak-berak. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang 
acap kali menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus EAK. "Tapi para ibu hamil tak perlu 
khawatir. Toh, kasus ini jarang terjadi. Angka kejadian EAK di Asia Tenggara hanya 1 
di antara 27.000 persalinan. Yang penting, persiapkan selalu kehamilan yang sehat dan 
jangan lupa berdoa pada Yang Maha Kuasa." 


      Lalu bagaimana dampak EAK pada bayi? Menurut Irsjad, sama sekali tak ada. 
Pasalnya, EAK umumnya terjadi sesaat seusai proses persalinan. Jadi, bayi tidak akan 
mengalami gangguan apa pun.   

      Faras Handayani. Ilustrator: Pugoeh 

     

      Sekilas Tentang Air Ketuban


      Air ketuban, jelas Irsjad, merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim 
dan memiliki berbagai fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin 
dapat bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari 
luar, barier terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh 
janin. Ia juga membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan 
berlangsung maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan 
amniosentesis. 


      Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel 
darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan 
mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air 
ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin.Pada kehamilan normal, saat cukup 
bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc. 


      Faras
     

Kirim email ke