So Tragic....

Wassalam,
TIARA 


-----Original Message-----
From:   ªï" ^_^ [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent:   02 October 2003 13:04
To:     [EMAIL PROTECTED]


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
 
Rabu, 10/1/2003 KD, Pemuda Prancis ini tubuhnya lumpuh tak berdaya, tinggal ibu 
jarinya yang bisa digerakkan. Matanya buta. Mulutnya tak mampu berkata-kata alias 
bisu. Tak tahan atas penderitaannya, Vincent Humbert (22) merencanakan kematiannya 
sendiri-dengan bantuan ibunya, Marie Humbert (47). 
Melalui ibunya pula, Vincent mengumumkan rencananya untuk mengakhiri hidupnya kepada 
media massa. Namun, keduanya tak mengungkapkan tanggalnya secara pasti. 
Vincent, akhirnya meninggal, Jum'at (26/9) pagi. Dua hari setelah Marie menyuntik anak 
lelaki yang dicintainya itu dengan obat bius. Tindakan euthanasia dilakukan Marie 
ketika dia berkunjung ke rumah sakit tempat anaknya dirawat. Kematian Vincent, memicu 
perdebatan di Prancis soal diperbolehkan atau tidaknya praktik euthanasia (Hak untuk 
Mati). 
Di Eropa Barat, hanya Belgia dan Belanda yang melegalisasi Hak untuk Mati(euthanasia). 
Itu pun dengan rambu-rambu yang cukup keras dan seksama. 
Marie mengatakan, "Aku ingin memberinya hadiah kematian, setelah memberinya kehidupan 
saat melahirkan." Ia pun rela menanggung risiko atas tuduhan 'pembunuhan dengan 
sengaja' yang kemungkinan besar akan ditimpakan padanya. 
Pada Rabu (24/9), dua hari sebelum Vincent menghembuskan nafasnya, Marie langsung 
ditahan polisi karena Vincent langsung koma, setelah dia menyuntikkan obat bius ke 
tubuh anaknya.
Dokter-dokter di rumah sakit tempat Vincent dirawat pun melanggar tradisi kebijakan 
medis. Mereka mengatakan pada hari Jum'at itu-saat kematian Vincent-mereka 
menghentikan semua pengobatan aktif. Dan, pasien muda itu, akhirnya meninggal beberapa 
jam kemudian. 
Vincent menderita cacat tubuh yang tak terperikan, setelah mengalami kecelakaan mobil 
pada 24 September 2000. Semenjak itu, dia dirawat di rumah sakit Berck-sur-Mer, 
Normandy, selama 3 tahun. Kondisinya sangat sengsara. Sembilan bulan pertama setelah 
kecelakaan dia bahkan dalam keadaan koma. 
Hanya ibu jari tangan kanannya yang masih bisa digerakkan. Jempol itulah yang 
digunakannya untuk berkomunikasi dengan ibunya. Ia menekan telapak tangan ibunya, bila 
huruf yang dibacakan Marie-dengan suara sangat keras-sesuai yang diinginkannya. 
Semakin lama didera penderitaan akibat cacat tubuhnya yang luar biasa, Vincent tak 
ingin melanjutkan hidupnya lagi. 
Pada November 2002, dia memohon kepada Presiden Prancis Jacques Chirac untuk 
memberikan Hak untuk Mati. Chirac kemudian menulis surat dan menelepon Vincent di 
rumah sakit bahwa dia tak dapat memenuhi permintaan pemuda malang itu. 
Vincent kemudian menyusun rencana kematiannya sendiri bersama ibu yang setia 
mendampinginya. Dengan segala keterbatasannya pula, dia menulis buku -lagi-lagi dengan 
bantuan sang ibu- berisi penjelasan mengapa dia melakukan tindakan euthanasia. 
Marie, ibu yang penuh kasih itu, akhirnya dikenai tuduhan mengakhiri hidup anaknya 
dengan sengaja pada Rabu (23/9) 2003 --tepat tiga tahun setelah kecelakaan tragis yang 
menimpa Vincent, dan bersamaan dengan peluncuran buku anaknya yang diberi judul "Je 
vous demande le droit de mourir," atau "I Ask You for the Right to Die" 
Jauh-jauh hari sebelumnya, Marie -melalui serangkaian wawancara-berkata kepada 
surat-surat kabar bahwa dia dan anak laki-lakinya memiliki sebuah "rencana". Dan 
terjadilah tindakan euthanasia itu ... 
"Aku sangat bahagia. Kakakku akhirnya terbebas dari penderitaannya, seperti yang dia 
inginkan," kata adik laki-laki Vincent, Laurent Humbert kepada televisi LCI. "Itu 
pertolongan yang sangat luar biasa." 
Ayah Vincent bahkan memohon kepada dokter untuk menghentikan semua usaha menyelamatkan 
anaknya setelah istrinya melakukan euthanasia terhadap Vincent, dan anak itu berada 
dalam keadaan koma. 
"Semua usaha yang dilakukan istriku gagal, jika dokter berupaya membuatnya tetap 
hidup," ujar sang ayah kepada radio Eropa 1, Kamis (25/9), sehari sebelum kematian 
anaknya. 
Sebelum kematiannya diumumkan, kasus Vincent sudah memicu perdebatan terbuka di 
kalangan politisi Prancis soal legalisasi Hak untuk Mati. 
"Setelah kematian Vincent, perdebatan masih terbuka, dan kami harus melanjutkan 
pembahasannya tanpa prasangka," kata Menteri Kesehatan Prancis Jean-Francois Mattei. 
Kata atau istilah euthanasia bahkan tak pernah disebut-sebut dalam hukum di Prancis. 
Tindakan tersebut biasanya disebut dengan bermacam istilah, seperti "Pembunuhan dengan 
sukarela" ; "Pembunuhan", atau terkadang disebut dengan "Kegagalan membantu seseorang 
dalam keadaan bahaya." 
Akibatnya, Marie Vincent akan dikenai tuduhan diantara ketiga kategori tersebut. 
Namun, Menteri Kehakiman Prancis meminta Jaksa untuk "menerapkan tuduhan dengan rasa 
kemanusiaan yang besar", mengingat penderitaan batin ynag dialami ibu dan anak 
laki-lakinya itu. 
Selama ini, dokter-dokter di Prancis -setelah berkonsultasi dengan keluarga pasien - 
diam-diam menghentikan pengobatan terhadap pasien-pasien yang penderitaanya sangat 
luarbiasa, dan tidak ada harapan sembuh. 
Tim dokter yang menangani Vincent mengatakan, "Kami memutuskan menghentikan semua 
pengobatan, setelah Vincent disuntik obat bius oleh ibunya, dan dalam keadaan koma. 
Keputusan sulit itu dibuat bersama setelah berdiskusi cukup lama," kata Dr Frederic 
Chaussoy, Kepala Unit Gawat Darurat "Heliomarin Center", tempat Vincent dirawat selama 
3 tahun ini. 
Sebaiknya, pemerintah segera membuat peraturan jelas soal euthanasia," kata Chaussoy 
ketika diwawancarai radio RTL. "Anda tidak bisa meminta bantuan dokter untuk 
menyelesaikan masalah ini," lanjutnya. 
Dalam bukunya, Vincent menulis, "Aku tak akan pernah melihat buku ini, sebab aku sudah 
mati pada 24 September 2000 -- tepat pada saat kecelakaan itu. Sejak hari itu, aku tak 
lagi hidup. Aku hanya dibuat hidup oleh dokter. Aku dibiarkan tetap hidup, entah untuk 
apa? Dan untuk siapa? Aku tak tahu. Yang aku tahu, selama ini aku hidup dalam 
kematian..." 
"Aku bahagia jika kasusku mengundang kehebohan, sebab itu akan membantu (bukan aku), 
tetapi orang lain yang mengalami keadaan sepertiku. Jika kematianku dapat membantu 
orang-orang yang mengalami penderitaan luar biasa seperti aku, aku bahagia..." 
Pada halaman terakhir bukunya, Vincent menulis," Jangan menghakimi dan menyalahkan 
ibuku. Apa yang dilakukannya, adalah bukti cintanya yang luar biasa terhadap aku, anak 
yang dikasihinya..." 
sumber: [kafe dago]










---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke