Mengenal Penyakit Kawasaki ANCAMAN TAK SERINGAN NAMANYA Mendengar namanya yang mirip merk sepeda motor asal Jepang, orang mungkin akan tersenyum. Namun, sebetulnya bahaya kematian mengancam penderitanya yang mayoritas balita. Ditambah lagi, sampai sekarang belum ditemukan penyebabnya.
MIRIP CAMPAK Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, bahkan kalangan medisnya, penyakit Kawasaki yang pertama kali ditemukan di Jepang pada 1967 ini, memang belum banyak dikenal. Nama aslinya sebetulnya mucocutaneus lymph node syndrome, tapi lebih dikenal dengan nama Penyakit Kawasaki (PK) sesuai dengan mana penemunya, Dr. Tomisaku Kawasaki. Meski jarang terekspos, sebenarnya sejak 1997 Dr. Najib Advani SpAK. Mmed. Paed., spesialis anak konsultan-ahli jantung anak dari Rumah Sakit Internasional Bintaro, sudah menemukan puluhan kasus PK. Sebetulnya, apa sih PK? "PK merupakan penyakit vaskuler vaskulitis, penyakit yang menyerang pembuluh darah. Mungkin karena baru-baru ini saja diekspos, jadi dikira penyakit baru di Indonesia. Ditambah lagi, belum semua dokter tahu yang diderita pasiennya adalah kawasaki," ujar Najib. Hal ini wajar lantaran PK "pintar" mengelabui sehingga banyak yang mengira campak. Pemunculan PK ditandai dengan demam tinggi hingga 41 derajat Celcius minimal lima hari, ruam merah berbagai bentuk di seluruh tubuh, lidah dan bibir merah seperti stroberi, bengkak pada tangan dan kaki, mata merah tanpa disertai belek dan pembesaran kelenjar getah bening di salah satu sisi leher. "Selain itu, kulit tangan dan kaki mengelupas." Bila pada campak panas akan hilang saat ruam muncul, pada PK panas bisa bertahan 1 - 4 minggu. Perbedaan lainnya, pada campak mata yang merah disertai belek, dan batuk pileknya lebih parah. Najib mengakui, sampai sekarang belum diketahui penyebab PK. Itu sebabnya, kawasaki belum bisa dikatakan sebagai virus, bakteri atau lainnya. Alat bantu di laboratorium yang bisa memastikan penyakit ini juga belum ada. Yang menyedihkan, 80 persen penderita PK adalah balita, dengan mayoritas usia 1 - 2 tahun. Najib bahkan pernah punya pasien PK berusia tiga bulan. "Di luar negeri pernah dilaporkan ada penderita yang baru berusia 12 hari. Justru pada bayi inilah lebih susah diketahui gejalanya," jelas Najib sambil menambahkan, sampai sekarang para ahli terus mengadakan penelitian untuk mencari penyebab PK. CACAT JANTUNG Bila tidak segera diobati, seminggu setelah muncul, penyakit ini bisa mengenai jantung. Inilah yang paling ditakutkan, lantaran PK mampu merusak arteri koroner yang mengalirkan darah ke jantung. Bila arteri ini rusak, jantung tidak bisa mendapatkan darah yang cukup, sehingga otot jantung akan mati dan mengakibatkan kematian penderita. "Ini mirip penyakit jantung yang dialami orang dewasa. Prosesnya memang berbeda, tapi pada akhirnya merusak arteri koroner dan dapat menyebabkan kematian. Penderita bisa mati mendadak karena pembuluh arteri koroner pecah, bisa juga karena gagal jantung," tutur Najib sambil menambahkan, pada masa awal jantung mulai terserang, tidak bisa diketahui secara fisik dari luar. Untuk mendeteksi kelainan arteri koroner dan gangguan fungsi jantung, setiap penderita PK harus menjalani pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan ekokardiografi (Eko). "Sebab, meskipun sudah sembuh, setelah dewasa jantungnya bisa cacat, misalnya sesak napas dan terkena serangan jantung," jelas ketua Ikatan Dokter Jantung Anak Indonesia yang berkantor di Sub Bag. Kardiologi Anak Bag. I Kes. Anak FKUI-RSCM ini. Selain mengenai jantung yang menyebabkan 1 - 5 persen penderitanya meninggal, PK juga bisa menyerang sendi panggul, ginjal dan hati. Najib pernah mempunyai pasien yang sangat sulit berjalan karena sendi panggulnya terserang. "Untung setelah diobati dia bisa kembali berjalan seperti biasa," ujarnya. Yang juga perlu diwaspadai, PK membuat trombosit naik pada minggu kedua tanpa diketahui sebabnya. Kenaikannya bisa mencapai 2 juta/m3, padahal pada kondisi normal trombosit hanya berkisar pada angka 200 ribu - 400 ribu/m3. Kenaikan trombosit yang tinggi ini bisa mengakibatkan penyumbatan di pembuluh darah di jantung, sehingga darah menjadi kental. Makin rusaklah jantung. BISA SEMBUH TOTAL Lantaran sering diduga penyakit campak atau penyakit lain, pengobatannya pun jadi tidak tepat sasaran. Menurut Najib, itu sebabnya banyak orang tua kecewa karena penyakit anaknya tak kunjung sembuh meski sudah diobati. Sementara, makin lama penyakit ini bercokol di tubuh, akibatnya bisa makin fatal. Pasien Najib yang berusia tiga bulan seperti diceritakan di atas, mengalami demam 18 hari sebelum diketahui ia terkena PK. Terkadang, lanjut Najib, PK bisa sembuh sendiri setelah demam berhari-hari. Dengan catatan, jantung penderita tidak terserang. Lalu, meski arteri koroner punya kemampuan untuk sembuh sendiri karena memiliki daya remodelling, pengobatan tetap tidak bisa hanya mengandalkan tubuh. Tak perlu khawatir. PK bisa kok diobati. Namun, bila kondisi jantung parah, sebagian ahli berpendapat, PK memudahkan penderita mengalami penyakit jantung koroner setelah dewasa kelak. Di Jepang sudah ada pasien seperti ini. Pengobatan jantung bisa dilakukan dengan melakukan operasi by pass jantung, atau bahkan cangkok jantung. "Di Indonesia belum ada pasien yang harus operasi by pass, apalagi sampai meninggal. Semua masih bisa diobati dengan baik," jelas Najib yang juga jadi pengajar di FKUI. Pengobatan terhadap penderita PK sendiri dilakukan dengan memberikan cairan imunoglobulin lewat infus dalam 10 -12 jam. Selain itu, aspirin juga diberikan untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah dan mengencerkan darah. *** IBARAT GUNUNG ES Umumnya, seminggu setelah diobati kondisi pasien PK sudah mulai bagus, tapi bila jantung terserang bisa berminggu-minggu. Bisakah PK kambuh lagi? "Ya, tapi kemungkinannya hanya tiga persen. Yang jelas, belum terbukti menular. Pada pasien saya yang berusia tiga bulan, setelah diobservasi beberapa lama, ternyata saudara kembarnya yang juga tinggal serumah tidak tertular." Namun, lagi-lagi karena penyebab PK belum jelas, tindakan pencegahan pun tidak bisa dilakukan. Yang bisa dilakukan orang tua hanya bersikap waspada. Bila anak mengalami gejala-gejala seperti yang disebutkan sebelumnya, ketua Unit Kerja Kardiologi di Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menyarankan agar segera dibawa ke dokter. "Jangan ragu ke dokter lain bila dokter pertama mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebab, bisa jadi itu PK. Jangan buang waktu karena penyakit ini menjalar terus. Sayang bila terlambat didiagnosa," tandas Najib yang terus menyosialisasikan penyakit ini, khususnya di kalangan dokter di seluruh Indonesia. "Dokter tidak bisa disalahkan bila tidak tahu, karena dulu tidak ada mata kuliah itu. Saya sendiri baru tahu karena mendapat mata kuliah ini waktu menempuh pendidikan di luar negeri." Menurutnya, kasus PK di Indonesia ibarat gunung es. Yang sekarang terungkap baru permukaannya saja, dan ia yakin lebih banyak kasus PK yang tidak diketahui. "Di Indonesia, diperkirakan akan ditemukan sekitar 3 - 5 ribu kasus PK per tahun, bila menghitung balita di Indonesia yang jumlahnya sekitar 22 juta dan perbandingan dengan negara tetangga." GRACE MENYIMPAN SISA PK Segalanya terjadi begitu cepat pada kehidupan si kecil Grace Octavia Tanus (7), putri bungsu Asui (34) dan Tony (36). Baru 4 Juli silam ia mulai demam tinggi hingga 39,5 derajat Celcius, tak sampai 2 minggu kemudian ia divonis mengalami pembengkakan arteri koroner karena PK. Pada hari kedua Grace demam, muncul ruam merah di seluruh tubuhnya. Berikutnya, gejala-gejala PK bermunculan. Hari kelima, Asui yang bekerja di kawasan Jakarta Barat membawa Grace ke rumah sakit. Meski sudah mencurigai Grace terkena PK, dokter belum berani menyimpulkan dan hanya memberi antibiotika biasa. "Kondisi Grace semakin buruk. Antibiotikanya tidak mempan," ujar Asui saat ditemui di Puri Indah, Jumat (5/8). Hari ke-10, dokter baru menegakkan diagnosa Grace menderita PK. Hari itu juga Grace diberi imunoglobulin sebanyak 10 botol, sesuai dengan berat badannya. "Panasnya lalu turun. Besoknya, bercak merah juga hilang. Kondisinya membaik, sehingga dia bisa pulang ke rumah tanggal 17 Juli," tutur Asui. Meski dari luar Grace terlihat seperti anak sehat yang lain, ia ternyata menyimpan sisa PK. Baru dua hari di rumah, Grace mengalami sesak napas. Tubuhnya lemas sehingga kembali dibawa ke rumah sakit. "Karena terlambat didiagnosa, arteri koronernya membengkak, tapi sekaligus menyempit. Kalau pada anak pembengkakan umumnya terjadi hanya 2 mm, arteri Grace membengkak hingga 7 mm. Karena terlalu besar, Dr. Najib menyarankan kami berobat ke Jepang," ujar Asui yang tak menyangka hidupnya berubah sedrastis itu. Karena penyakitnya ini, Asui tak membolehkan Grace lelah. "Daripada capek jalan, dia kami gendong." Mama Shafa -----Original Message----- From: Ida Maria [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, September 25, 2007 1:49 PM To: balita-anda@balita-anda.com Subject: [balita-anda] Tanya sakit Kawasaki Dear Parent Apakah ada yang ngenal penyakit ini (kalau saya salah menyebutkan tolong di benarkan ) karena hari Senin kemarin saya jenguk anak teman umur 7 tahun terserang penyakit ini . yang gejalanya seperti gondokan dan panas yang tinggi . Mohon informasinya terima kasih Mama Achdan -------------------------------------------------------------- Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com Info balita: http://www.balita-anda.com Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]