Mungkin ini yg Jeng Naning perlukan. Maaf kl kurang membantu.
Pls be patient, Mba...



  Widal Positif Belum Tentu Tifus

   Prof.Dr. Iwan Darmansjah, SpFK

   Bila musim sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota besar, sering 
ditemukan penyakit tifus yang merupakan penyakit usus halus. Penyebabnya 
beberapa tipe kuman Salmonella typhi.

   Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar, karena 
sumber air minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi syarat. Sayuran dapat 
saja dicuci dengan air kali yang juga dipakai untuk penampungan limbah. Kakus 
pun berakhir di got atau kali. Padahal kuman tifus berasal dari kotoran manusia 
yang sedang sakit tifus. Karena kota-kota besar merupakan kakus terbuka 
raksasa, maka kuman tifus pun berada dalam banyak minuman dan makanan yang 
lolos oleh proses memasak.

   Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak ada orang di Jakarta yang 
tidak pernah menelan kuman tifus ! Bila hanya sedikit kuman yang terminum, 
biasanya orang tidak terkena tifus. Namun, kuman yang sedikit demi sedikit 
masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi imun yang dapat dipantau dari darah; 
dikenal dengan reaksi Widal yang positif.

   Seseorang di Indonesia yang mempunyai reaksi Widal positif, belum berarti 
sakit tifus. Tapi bila reaksi Widal positif ini terjadi
   seumpama di Swiss, dan orang itu tidak pernah makan di pinggir jalan Jakarta 
serta tidak pernah diberi vaksin tifus, maka kemungkinan ia benar menderita 
tifus. Di negara maju sistem pembuangan limbah disalurkan melalui pipa-pipa 
tertutup sehingga tidak bercampur dengan kotoran manusia.

   Dewasa ini pemeriksaan Widal di laboratorium umum dilakukan begitu terdapat 
demam 1-3 hari. Bila reaksi Widal ditemukan positif, orang menjadi gelisah. 
Kadang-kadang ia makan obat antibiotik sendiri atau memperlihatkan hasil 
laboratorium itu kepada dokter. Sering terjadi, dokter langsung memberikan obat 
tifus kepadanya.

   Widal, seperti semua hasil laboratorium, harus diinterpretasikan dengan 
bijak. Tanda-tanda klinis penderita harus lebih diutamakan daripada reaksi 
Widal yang positif. Mengapa ? Karena hampir semua orang di Indonesia mempunyai 
reaksi Widal positif tanpa sakit tifus. Penderita tifus mulai demam rendah 
(subfebril) malam hari, hilang esoknya, terulang lagi malamnya, menjadi makin 
hari makin tinggi. Mulainya malam saja, kemudian siang juga. Tifus tidak pernah 
mulai dengan demam tinggi pada hari pertama sampai ketiga. Bila demam terus 
berlanjut dan pada hari ke 5 - 6 menjadi lebih tinggi, maka barulah tiba 
waktunya untuk memeriksa Widal dan melakukan pembiakan kuman dari darah. Hasil 
pembiakan kuman tifus yang positif merupakan bukti pasti adanya tifus. 
Sayangnya, hasil kultur kuman ini baru diketahui sesudah satu minggu (diluar 
negeri dalam 2 - 3 hari, dan ini merupakan tantangan untuk laboratorium kita).

   Angka reaksi Widal sendiri tidak ada artinya, karena naiknya suhu yang khas, 
perlahan, sampai tercapai suhu tinggi sesudah 5 - 6 hari merupakan simtom yang 
lebih penting untuk menduga adanya tifus. Demam tinggi yang terjadi sampai 4 - 
5 hari, tanpa tanda-tanda infeksi kuman yang jelas, lebih dari 90% 
kemungkinannya ialah infeksi oleh virus, yang tidak perlu diberi antibiotika.

   Berbeda dengan diet zaman dulu, kini tifus tidak memerlukan diet bubur yang 
ketat; nasi agak lembek sudah cukup. Daging, telur, ikan, ayam, tahu, tempe, 
sedikit sayur, dan buah boleh saja. Namun, yang pedas dan keras seperti kacang 
sebaiknya dihindarkan. Yang lebih penting ialah istirahat (tidur terlentang) 
sepanjang hari, sampai panas turun selama beberapa hari.

   Bila dirawat di rumah ia masih diperbolehkan berdiri dan jalan perlahan 
hanya satu kali sehari untuk buang hajat. Kencing dilakukan di tempat tidur 
saja. Suhu perlu dicatat empat kali sehari untuk ditunjukkan pada dokter yang 
merawat. Namun, penderita dilarang pergi ke tempat praktek dokter. Banyak 
pergerakan menyebabkan suhu naik lagi, karena kuman terlepas dari tempat 
perkembangannya di usus masuk ke dalam darah. Pergerakan banyak juga 
menimbulkan risiko usus pecah pada minggu ke 3 - 4. Dengan perawatan ini dan 
obat antitifus yang khusus, demam baru akan turun dalam 4 - 8 hari. Bila panas 
sudah turun
   dalam 1 - 2 hari setelah pengobatan, kemungkinan bukan tifus yang diderita.

   Sekali Lagi Mengenai Test Widal Utk Tifus
   Seorang wanita, 13 thn, yang bertubuh besar dan biasanya sehat, datang 
dengan demam 6 hari. Demam tidak terlalu tinggi dan datang hilang selama 5 hari 
dan terukur 39.5° C di kamar praktek. Pasien diantar ayahnya, membawa hasil 
laboratorium (inisiatif sendiri), termasuk nilai titer Widal (antara 0 dan 
1/160) yang semuanya normal. Ia mengeluh sakit kepala dan mual sebagai keluhan 
utama, serta berak encer 1 kali. Wajahnya menunjukkan ia menderita ringan saja. 
Saya beri surat periksa labor untuk tes urine lengkap dan kultur darah, yang 
hasilnya baru akan diperoleh beberapa hari lagi. Dengan diagnosis klinis tifus 
saya beri siprofloksasin dengan pesan tidak boleh jalan dan istirahat tidur di 
rumah. Tanggal 14 Des demam naik 40.1°C dan
   karena ayah panik, pasien dirawat di RS PI, dimana ia diberi infus 
cefotaxime. Tgl 16 Des saya menerima SMS , menyatakan hasil kultur darah tifus 
positif.

   Apakah Tes Widal harus dilakukan pada semua pasien demam?
   Sejak beberapa tahun terakhir pemeriksaan tes Widal menjadi rutin men screen 
penderita demam untuk penyakit tifus. Kebiasaan ini hanya terjadi di Indonesia. 
Entah asal mulanya dari mana sulit dilacak, karena hampir semua dokter 
spesialis dan umum melakukannya secara salah kaprah kolektif. Hal ini begitu 
menyolok, sehingga pasien sendiri meminta labor melakukannya bila demam. 
Pengelola labor-pun secara tidak etis menawarkan test ini kepada setiap pasien 
yang lagi
   demam. Pada hal, semua dokter harus tahu bahwa nilai titer Widal tidak bisa 
dipakai untuk mendiagnosis tifus. Semua buku kedokteran juga tidak ada yang 
akan membenarkannya. Sehingga tujuan komersial oleh para pelaku tidak bisa 
disingkirkan.

   Reaksi Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman Salmonella 
typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan makanan kita yang 
terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit tifus. Jakarta dan Indonesia 
merupakan reservoir raksaksa kuman salmonella dan lainnya. Semua manusia di 
Indonesia pasti pernah kemasukan kuman salmonella melalui food-chain ini. Bila 
kebetulan jumlah kuman yang tertelan cukup besar mungkin akan timbul penyakit 
tifus yang terutama ditandai oleh demam berkepanjangan sebagai ciri khas. Namun 
tidak semua demam adalah tifus. Tifus perlu dicurigai bila demam berlanjut 
sedikitnya 6-7 hari. Juga demam tifus pada hari2 permulaan hanya ringan, tidak 
konstan, naik-turun, dan hanya setelah 5-7 hari akan tinggi menetap, disertai 
badan pegal dan sakit kepala, serta kadang2 mual dan diare ringan. Diagnosis 
tifus bisa dicurigai setelah demam sekitar seminggu ditambah gejala2 diatas. 
Secara statistik juga demam tanpa adanya gejala positif yang mengarah ke 
penyakit lain, kemungkinan tifus adalah yang paling besar di Jakarta. Hal ini 
juga
   ditopang oleh musim kemarau dan banjir yang membawa kuman salmonella.

   Pemeriksaan labor untuk konfirmasi kecurigaan tadi ialah kultur darah, 
dilakukan sewaktu ada demam tinggi yang merupakan pertanda bahwa kuman sedang 
menyebar dalam darah (sehingga lebih mudah dikultur). Kultur tidak bia 
dilakukan pada hari2 permulaan demam karena cenderung masih negatif. Kita harus 
menunggu hingga demam sudah tinggi dan konstan.
   Sayangnya hasil kultur untuk kepastian diagnosanya baru diperoleh setelah 
4-6 hari. Namun pengobatan sudah bisa dilakukan atas dasar penilaian klinis, 
sambil menunggu hasil kultur. Test Widal tidak bisa dipercayai karena terlalu 
banyak test yang false
   positif maupun false negative.

   Test Widal hanya akan berguna untuk follow-up, terutama jaman dulu waktu 
mana belum ada antibiotika dan tifus bisa berlangsung 1 bulan atau lebih. Ia 
berguna untuk melihat apakah titernya naik selama penyakit tersebut. Inipun 
tidak berguna lagi karena obat antibiotic yang ampuh sudah tersedia dan akan 
menyembuhkan tifus dalam 7-10 hari, sehingga tidak perlu follow-up. Tingginya 
titer juga sangat individual dan tergantung kemampuan tubuh kita membuat 
antibody. Misalnya, saya
   mempunyai seorang pasien laki, muda yang selama lebih dari 6 bulan (tanpa 
demam) diberi antibiotika berganti2 oleh dokternya hanya karena titer Widalnya 
sangat tinggi (sekitar 1/8000) dan tidak mau turun. Tentu hal ini mubazir.
   Sekarang musim hujan lagi dan frekuensi tifus akan naik di Jakarta.  Bawalah 
tulisan ini dan berilah ke dokter anda bila anda disuruh periksa Widal.
   Be a `smart patient'!

   Makna Nilai Laboratorium
   Dengan adanya teknologi canggih, maka banyak orang mengira bahwa dengan 
memeriksakan diri di suatu laboratorium dapat menentukan penyakit yang 
dideritanya, misalnya bila terjadi demam. Asumsi ini tidak benar. Ilmu 
kedokteran mendiagnosa penyakit terutama dengan cara klinis, dan laboratorium 
merupakan pelengkap. Sering hasil laboratorium disertai dengan nilai-nilai 
normal disebelah nilai yang ditemukan, sehingga sangat sugestif bahwa bila 
nilai yang ditemukan itu di luar batas-batas normal, maka hal itu berarti 
"abnormal", dan abnormal diartikan "sakit". Hal ini TIDAK BENAR.

   Sebelum kita menarik kesimpulan seperti di atas perlu difahami beberapa hal: 
   1. Nilai laboratorium "normal" ditentukan oleh himpunan data nilai lab yang 
banyak sekali dari orang-orang yang dianggap dalam kondisi "normal" sehingga 
diperoleh batasan yang dianggap "normal" secara statistik. Namun manusia sangat 
bervariasi sehingga perolehan nilai lab itu perlu diinterpretasi secara ilmiah. 
Misalnya suatu nilai darah, seperti laju endap darah dapat dipengaruhi oleh 
ada-tidaknya haid, dan caveat ini tidak disebut dalam laporannya. Walaupun 
suatu nilai yang tinggi, misalnya 100 mm/1jam, dapat dihubungkan dengan suatu 
proses di tubuh seperti adanya infeksi atau adanya tumor bila memang didukung 
oleh keadaan klinis. Kekecualian pun bisa terjadi, artinya "tidak ada penyakit".

   2. Ada nilai lab yang mempunyai batasan normal sempit, dan perolehan nilai 
dil luar batasan ini berarti pasti abnormal (sakit). Misalnya, tinggi-rendahnya 
hemoglobin (Hb) dapat memastikan adanya anemia ("kurang darah"), dan dapat 
ditentukan secara konsensus, dibawah nilai Hb berapa, diperlukan transfusi 
darah. Contoh lain, misalnya, nilai fungsi ginjal, kreatinin, mempunyai batasan 
normal yang sempit, dan di atas batasan ini menunjukkan semakin berkurangnya 
fungsi ginjal secara pasti. Terdapat hubungan jelas antara bertambahnya nilai 
kreatinin dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga diketahui pada nilai berapa 
perlu dilakukan tindakan cuci darah misalnya.

   3. Sebagian nilai lab mempunyai batasan lebar dan arti yang kadang- kadang 
tidak terlalu penting bila batasan "normal" dilampaui. Memperoleh nilai reaksi 
Widal positif untuk menandakan adanya antibody terhadap kuman tifus dalam tubuh 
kita merupakan suatu nilai lab yang sering dirisaukan oleh penderita bila ada 
demam. Dalam terbitan INTISARI bulan ???.telah dibahas mengenai arti suatu 
reaksi Widal yang positif, yang belum tentu berarti menderita tifus. Widal 
positif tanpa adanya demam khas selama kurang-lebih seminggu bukanlah tifus. 
Reaksi Widal positif hanya disebabkan oleh tercemarnya sumber air minum di 
kota-kota besar Indonesia oleh kuman Salmonella typhi dari penderita tifus.

   4. Nilai tinggi kolesterol dan asam urat dewasa ini juga merupakan momok 
untuk mereka yang suka makan enak dan banyak. Segala gejala yang dirasakan 
seperti pegal, linu, sakit kepala, sakit sendi, dikhawatirkan sebagai 
akibatnya. Sebagian besar hal ini tidak benar, dan kenaikan sedikit diatas 
"normal" tidak perlu dirisaukan; apalagi diharuskan makan obat. Biasanya dengan 
melakukan diet yang baik nilai- nilai ini sudah turun ke normal. Sebaliknya 
makan obat disertai makan banyak berlemak tentu merupakan tindakan tidak 
rasional.

   5. Pemeriksaan lab juga sering berlebihan; semua fungsi fisiologis 
diperiksakan tanpa adanya petunjuk klinis apa yang hendak diketahui. 
Pemeriksaan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan 
menghamburkan biaya. Sebaiknya pemeriksaan lab perlu direncanakan dengan baik 
oleh dokter anda dan untuk menghemat biaya perlu dibatasi jenisnya. Hasil lab 
yang sering diperlihatkan kepada dokter anda setelah anda sendiri memintanya di 
laboratorium biasanya mengandung banyak kekurangan karena tidak dipilih menurut 
kebutuhan yang riel. Interpretasi hasilnya juga tidak dapat dilakukan sendiri 
tanpa pengetahuan lebih lanjut.

   Iwan Darmansjah ___________________________________________

-----Original Message-----
From: Naning Dwiyanti [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, November 05, 2007 9:15 AM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: Re: [balita-anda] Pagi Kelabu hiks...


Makasih mbak Tika atas share nya
kyknya mirip ama kasusnya Danish
aq itu jg mikrnya krn tumbuh gigi n sariawan, tp kok sempat panas bgt kuatir 
klo ntar DB, ato typhus :( tp kok sariawannya pagi td muncul nanah kecil2 d 
bibir dalamnya, jd malah bingung ??

Moms..
klo misal hasil widal positif kan lom tentu typhus
klo yg typhus itu widal n tambah gejala apa lg ya yg nunjang diagnosisnya, jd 
gk langsung hantam aja. apa perlu opname klo ntar hasil tes widal positif, aq 
hrs gmn??

Mohon share ya, klo ada artikelnya bagi ya moms...


suwun






--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke