Artikel aj a yaaaa


dari milis _sehat_

ASD adalah Atrial Septal Defect atau lubang di dekat serambi. ASD
merupakan salah satu PJB atau Penyakit Jantung bawaan (penyakit jantung
yang dibawa sejak lahir).



Penyakit Jantung Bawaan harusnya bisa dideteksi sejak dini. Tapi saya
juga tidak tau ya kenapa tidak terlihat sejak awal. Ciri utama PJB
adalah berat badan bayi atau anak sulit berkembang tapi dari sisi
pertumbuhan tinggi badan normal. Makanya umumnya anak2 yang menderita
PJB terlihat kurus. Ciri yang utama dan bisa terlihat jelas adalah
penampilan pasien biru karena ada percampuran darah kotor dan darah
bersih.



Memang menurut artikel mengenai PJB yang saya, umumnya pasien tidak
terlihat biru karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke
sirkulasi darah kotor.



Untuk lebih jelasnya, saya copy-kan artikel mengenai PJB yang saya
dapatkan sewaktu anak saya divonis menderita TAPVD (salah satu PJB) dan
Alhamdulillah sudah dioperasi pada usianya 3,5 bulan.



Regards,
Ariena Forlia Rosanty

PENANGANAN MEDIS PADA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Dr. Anna Ulfah Rahayoe, SpJP(K)

PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab. Faktor-faktor ini adalah: infeksi virus
pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), obat-obatan atau
jamu-jamuan, alkohol. Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga
menjadi penyebab meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya
sindroma Down (Mongolism) yang acapkali disertai dengan berbagai macam
kelainan, dimana PJB merupakan salah satunya. Merokok berbahaya bagi
kehamilan, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dalam kandungan
sehingga berakibat bayi lahir prematur atau meninggal dalam kandungan.

PJB terjadi pada 8-10 bayi diantara 1000 bayi lahir hidup. Penyakit ini
merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi (kira-kira 30% 
dari
seluruh kelainan bawaan), dan paling sering menimbulkan kematian
khususnya pada neonatus. Setengah dari kasus PJB semestinya sudah dapat
dideteksi pada bulan pertama kehidupan, karena memperlihatkan
tanda-tanda yang memerlukan pertolongan segera.

Penyakit Jantung Bawaan dan Penanganan Medis (non bedah)

Berdasarkan penampilan fisik, PJB secara garis besar dibagi atas 2
kelompok, yakni PJB tidak biru (asianosis) dan PJB biru (sianosis).
Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara garis besar dibagi atas 3
kelompok, yakni:

1) Adanya penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung, yakni: katup atau salah satu bagian pembuluh darah
diluar jantung. Penyempitan ini menimbulkan gangguan aliran darah dan
membebani otot jantung. Pada kasus-kasus dengan penyempitan yang berat,
aliran darah ke bagian tubuh setelah area penyempitan akan sangat
menurun, bahkan terhenti sama sekali pada pembuntuan total.

A. STENOSIS (PENYEMPITAN) KATUP PULMONAL

Terjadi pembebanan pada jantung kanan, yang pada akhirnya berakibat
kegagalan jantung kanan. Makna istilah ini bukanlah jantung gagal
berdenyut, melainkan jantung tak mampu memompakan darah sesuai 
kebutuhan
tubuh dan sesuai jumlah darah yang kembali ke jantung. Tanda gagal
jantung kanan adalah: pembengkakan kelopak mata, tungkai, hati dan
penimbunan cairan di rongga perut. Penanganan medis yang dapat
dilakukan: pelebaran katup dengan balon (Balloon Pulmonal Valvotomy =
BPV).

B. STENOSIS (PENYEMPITAN) KATUP AORTA

Terjadi pembebanan pada jantung kiri, yang pada akhirnya berakibat
kegagalan jantung kiri, yang ditandai oleh: sesak, batuk kadang-kadang
dahak berdarah (akibat pecahnya pembuluh darah halus yang bertekanan
tinggi di paru). Penanganan yang dapat dilakukan: pelebaran katup 
dengan
balon (Balloon Aortic Valvotomy = BAV).

C. ATRESIA (PEMBUNTUAN) KATUP PULMONAL

Pada kasus ini katup pulmonal sama sekali buntu, sehingga tak ada 
aliran
darah dari jantung ke paru. Pasien hanya dapat bertahan hidup bila
pembuluh darah duktus arteriosus tetap terbuka (yang mengalirkan darah
dari pembuluh aorta ke pembuluh darah paru).

Biasanya pembuluh ini akan menutup pada minggu pertama kehidupan bayi,
dan bila itu terjadi akan berakibat fatal. Untuk mempertahankan duktus
arteriosus tetap terbuka, diperlukan obat: Prostaglandin E-1. Namun 
obat
ini sifatnya hanya sementara, dan harus segera diikuti dengan tindakan
bedah.

D. COARCTATIO AORTA

Pada kasus ini area lengkungan pembuluh darah aorta mengalami
penyempitan. Bila penyempitannya parah, maka sirkulasi darah ke organ
tubuh di rongga perut (ginjal, usus dll), serta tungkai bawah sangat
berkurang, dan kondisi pasien memburuk. Seperti halnya pada atresia
katup pulmonal, pada Coarctatio Aorta yang berat Prostaglandin E-1 
perlu
diberikan untuk mempertahankan pembukaan duktus arteriosus. Untuk
selanjutnya, tindakan pelebaran dengan balon atau pembedahan perlu
dilakukan.


2) Adanya lubang pada sekat pembatas antar ruang jantung (septum),
sehingga terjadi aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke
ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri
lebih tinggi dibanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi 
adalah
dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan/banjir
(contoh: ASD = Atrial Septal Defect/ lubang di sekat serambi , VSD =
Ventricular Septal Defect/ lubang di sekat bilik). Aliran pirau ini 
juga
bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh
pulmonal tetap terbuka (PDA = Patent Ductus Arteriosus).

Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi
darah kotor, maka penampilan pasien tidak biru (asianosis). Namun, 
beban
yang berlebihan pada jantung akibat aliran pirau yang besar dapat
menimbulkan gagal jantung kiri maupun kanan. Tanda-tanda aliran darah
paru yang berlebih adalah: debaran jantung kencang, cepat lelah, sesak
nafas, pada bayi sulit menyusu, pertumbuhan terganggu, sering batuk
panas (infeksi saluran nafas bagian bawah).

Dalam kondisi seperti tersebut diatas, perlu diberikan obat-obatan yang
bermanfaat untuk mengurangi beban jantung, yakni obat diuretik
(memperlancar kencing) dan obat vasodilator (pelebar pembuluh darah).

A. ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD) = lubang di sekat serambi

Lubang ASD kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah : Amplatzer
Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan
melalui pembuluh darah di lipatan paha. Namun sebagian kasus tak dapat
ditangani dengan metode ini, dan memerlukan pembedahan.

B. VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD) = lubang di sekat bilik

Pada VSD tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan
penyumbat Amplatzer, namun sebagian besar kasus memerlukan pembedahan.

C. PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) = pembuluh penghubung aorta dan
pembuluh darah paru terbuka

PDA juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat
Amplatzer, namun bila PDA sangat besar tindakan bedah masih merupakn
pilihan utama. PDA pada bayi baru lahir yang premature dapat dirangsang
penutupannya dengan menggunakan obat Indomethacine.


3) Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi
tertukar (pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan
pembuluh darah pulmonal/paru keluar dari bilik kiri). Kelainan ini
disebut transposisi arteri besar (TGA = Transposition of the Great
Arteries). Akibatnya darah kotor yang kembali ke jantung dialirkan lagi
ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis/biru di bibir, mukosa mulut
dan kuku. Bayi dapat bertahan hidup bila darah kotor yang mengalir ke
seluruh tubuh mendapat pencampuran darah bersih melalui PDA atau lubang
di salah satu sekat jantung (ASD/VSD).

Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru (darah
yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah kotor). 
Dalam
keadaan demikian, dapat dibuat lubang di sekat serambi melalui metode
non bedah yang disebut Balloon Atrial Septostomy (BAS). Sementara
menunggu persiapan untuk melakukan prosedur ini, PDA yang bermanfaat
untuk menjamin pencampuran darah bersih perlu dipertahankan, yakni
dengan memberikan Prostaglandin E-1.

Namun semua ini hanya bersifat sementara, bila kondisi pasien membaik,
operasi untuk menukar posisi pembuluh darah yang terbalik ini perlu
dilakukan.

Disamping kelainan pada anatomi jantung, PJB juga dapat menyangkut
kelainan pada pusat listrik jantung beserta sistim hantarannya. Pusat
jantung yang lemah atau adanya blok pada sistim hantaran listrik
jantung, berakibat denyut jantung/nadi yang pelan, sehingga tak
mencukupi kebutuhan sirkulasi tubuh. Untuk itu perlu pemasangan alat
pacu jantung (pacemaker). Pada anak yang sudah cukup besar pemasangan
pacu jantung dapat dilakukan tanpa bedah, namun pada bayi masih
diperlukan pembedahan.



KESIMPULAN

Variasi penyakit jantung bawaan sangat banyak, dan masing-masing
memerlukan tindakan yang berbeda. Sebagian besar jenis penyakit jantung
bawaan yang sering dijumpai telah diuraikan disini, dan pembicaraan
terfokus pada masalah penanganan medis (non bedah).


DAFTAR PUSTAKA

*            American Heart Association. Family Health: Children and 
Heart
Disease, How A Cardiologist Diagnoses Heart Defects. American Heart
Association Website, USA, 2000.
*            Davies L dan Mann M. Heart Children: A Practical Handbook 
for
Parents of Babies and Children with Heart Conditions. Heart Children 
Inc
New Zealand and Australia Cardiac Association Ltd., Parent to Parent
Family Resource Centre, Auckland, 1992.
*            Heartkids Victoria Incorporated, Family Support Group.
Frequently Asked Questions. Department of Cardiology, Royal Children's
Hospital Website, Melbourne, 2000.
*            Putra ST, Advani N dan Rahayoe AU. Dasar-dasar Diagnosis 
dan
Tatalaksana Penyakit Jantung pada Anak. Simposium Nasional Kardiologi
Anak I, Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia, Jakarta, 1996.









http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0507/06/kesehatan/1868338.htm

Menambal Jantung Bocor demi Anak 
 
Oleh: Evy Rachmawati 
    Penyakit jantung bukan hanya monopoli orang dewasa, melainkan juga dialami 
anak-anak. Sejak masih dalam rahim, manusia rentan terhadap kelainan jantung 
bawaan yang terjadi pada masa pembentukan organ tubuh vital itu.
  Pusat Jantung Nasional Harapan Kita menyebutkan, dari seribu bayi yang lahir 
hidup di berbagai daerah di Tanah Air, enam hingga sembilan di antaranya 
mengidap kelainan jantung bawaan. Dengan demikian, tiap tahun sedikitnya 40.000 
bayi hidup dengan jantung bocor.
  Mayoritas bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) itu meninggal 
sebelum berusia satu tahun. Sementara bayi yang bisa diselamatkan melalui 
pembedahan hanya 800 hingga 900 kasus per tahun, sebagian besar dilakukan di 
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
  Berbeda dengan angka kasus penyakit jantung reumatik yang cenderung menurun 
dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kasus kelainan jantung bawaan justru 
tidak menurun. ”Penyakit jantung bawaan sudah terjadi ketika bayi masih dalam 
kandungan,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof dr 
Bambang Madiyono SpJP, SpA (K).
  Terjadinya kelainan jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi oleh 
beberapa faktor, termasuk genetik. ”Pembentukan jantung janin yang lengkap 
terjadi pada akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan 
pembentukan jantung, terutama pada tiga bulan pertama usia kehamilan,” kata 
Bambang.
  Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan jantung yang terjadi pada 
masa kehamilan tiga bulan pertama, antara lain paparan sinar rontgen, trauma 
fisik dan psikis, serta minum jamu atau pil kontrasepsi.
  Kelainan jantung bawaan juga dapat terjadi jika ibu dari janin itu berusia di 
atas 40 tahun, menderita penyakit kencing manis, campak dan hipertensi (darah 
tinggi) serta jika ayah dan ibunya merokok saat janin berusia tiga bulan dalam 
rahim.
  Kebocoran
  Kebocoran sekat jantung pada anak ditandai terhambatnya pertumbuhan anak. 
Anak dengan PJB juga memiliki berat badan tidak seimbang dengan usianya, nafsu 
makan berkurang, dan tidak kuat menyedot air susu ibu (ASI). Anak tampak lesu 
dan mudah capai. Bila dirontgen, jantung tampak membesar dan dengan pemeriksaan 
stetoskop terdengar suara bising (murmur). Penderita juga tak henti-hentinya 
batuk dan demam.
  Dr Ganesja M Harimurti SpJP, spesialis jantung dari Subbagian Jantung Anak 
Rumah Sakit (RS) Jantung Harapan Kita memaparkan, ada dua golongan besar 
penyakit jantung bawaan (PJB), yaitu jenis biru (sianotik) dan tidak biru 
(nonsianotik). ”Kedua golongan itu sama-sama banyak dijumpai pada pasien,” 
ujarnya.
  Pada PJB biru, bibir, lidah dan kuku terlihat biru. Warna biru kian nyata 
bila bayi menangis. Hal ini terjadi karena adanya kelainan pada organ jantung 
yang mengakibatkan darah kotor mengalir ke sirkulasi darah bersih sehingga bayi 
menjadi biru. Bila terlalu banyak darah kotor beredar ke sirkulasi darah bersih 
dan memasuki organ-organ penting seperti otak, maka dapat terjadi sesak napas 
disertai kejang, bahkan kematian.
  Namun, pada pekan pertama kelahiran, warna biru biasanya belum tampak dan 
baru muncul setelah bayi berusia beberapa minggu atau beberapa bulan.
  Pada golongan PJB tidak biru, keluhan yang sering terjadi, antara lain sesak 
napas, kesulitan minum (sering berhenti saat minum seolah kelelahan, 
berkeringat berlebihan) sehingga berat badannya sulit bertambah. Selain itu, 
penderita sering terkena infeksi saluran napas bagian bawah, bahkan banyak di 
antaranya mengidap ”penyakit paru kronis atau flek paru”.
  PJB tidak biru yang sering dijumpai adalah kebocoran pada sekat bilik (VSD), 
sekat serambi (ASD), terus terbukanya pembuluh yang menghubungkan nadi utama 
(aorta) dengan pembuluh nadi paru/Duktus arteriosus menetap (PDA), penyempitan 
katup nadi paru (Stenosis pulmonal/PS).
  ”PJB tidak biru ini sulit dideteksi karena tidak ada gejala fisik yang khas 
seperti PJB biru. Pada diagnosa awal, penderita kadang dianggap menderita 
penyakit paru-paru sehingga didiamkan saja,” kata Ganesja.
  Pada kasus ASD, VSD, dan PDA, kebocoran adakalanya tidak terdeteksi hingga 
beberapa hari kelahirannya. Baru setelah bayi berusia seminggu atau lebih, 
tekanan pada bilik kanan dan pembuluh nadi paru turun sejalan dengan 
berkembangnya fungsi paru, dan terlihatlah tanda kebocoran.
  Pada kasus bayi dengan kelainan ASD, VSD, dan PDA, umumnya kebocoran yang 
terjadi tidak sampai membuat biru. Ini lantaran darah kotor dari bilik kanan 
tidak beredar ke seluruh tubuh. Sebaliknya darah bersih dari bilik kirilah yang 
”menyeberang” ke jantung kanan dan menuju paru-paru. Bila lubang kebocoran 
hanya sedikit, biasanya bayi tidak terlalu memperlihatkan keluhan.
  Jika kebocoran makin besar, tanda-tanda ”banjir paru” baru terlihat, antara 
lain bayi mulai terlihat sesak napas, sering mengalami infeksi saluran napas 
bagian bawah, dan susah minum. Darah yang membanjir ke paru-paru bisa merusak 
pembuluh darah di jaringan paru-paru.
  ”PJB tidak biru ini bisa dideteksi dari detakan jantung bayi yang tidak 
normal dengan menggunakan stetoskop,” kata Ganesja.
  Penanganan medis
  Untuk mencegah gangguan jantung pada janin, Ganesja menyarankan agar pada 
masa tiga bulan pertama kehamilan, para ibu harus menjaga kondisi kesehatan 
badan, tidak mengonsumsi obat antibiotik secara sembarangan, tidak merokok dan 
rajin berkonsultasi dengan dokter kandungan.
  ”Kelainan jantung bawaan ini perlu diwaspadai sejak dini. Ini bisa dilakukan 
dengan melakukan USG jantung pada usia kehamilan 16 minggu di mana jantungnya 
sudah terbentuk sempurna,” ungkap Ganesja.
  Evaluasi awal untuk menegakkan diagnosis PJB meliputi beberapa tahap, yakni 
evaluasi klinis yang meliputi riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis, 
pemeriksaan penunjang sederhana, ekokardiografi yang terdiri dari M mode, dua 
dimensi dan doppler, serta kateterisasi jantung yang meliputi penghitungan 
hemodinamik dan angiografi. ”Penanganan PJB biru lewat pembedahan,” ujarnya.
  Namun, belakangan ada kecenderungan kardiologi pediatri intervensi nonbedah 
mulai mengambil alih peran bedah jantung dalam penanganan PJB tidak biru. 
Pelebaran katup pulnomal, katup aorta dan koartasio aorta dapat dilakukan 
dengan teknik balloon valvuloplasty secara transkateter. ”Intervensi nonbedah 
diharapkan tidak menimbulkan rasa takut pada anak,” kata Ganesja.
  Sejauh ini, kendala utama penatalaksanaan penyakit PJB adalah ketidaktahuan 
orangtuanya kalau anaknya sakit jantung, sehingga penanganan medis terlambat. 
Ini ditambah oleh keterbatasan kemampuan dokter umum maupun dokter anak dalam 
mendeteksi kelainan jantung pada anak. ”Kalau terlambat dibawa ke sentra 
jantung terdekat, penyakit itu tidak bisa diapa-apain lagi,” tuturnya.
  Ketua Yayasan Jantung Anak Indonesia Wahyu Widayati berharap, teknologi 
kesehatan di bidang intervensi kelainan jantung bawaan ini terus berkembang 
dengan biaya pengobatan makin murah. Dengan demikian, kebocoran jantung pada 
anak ini bisa diatasi sehingga para penderita kelainan jantung bawaan tidak 
kehilangan keceriaan masa kanak-kanak.


Rahman-G <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Teman2 saya mau tanya tentang kelainan 
katup jantung bayi pd saat pertama
dilahirkan, kalo ada salah satu katup yang seharus nya tertutup tetapi
ternya malah terbuka ini istilah medis nya apa ya?

Rgds,
Rahman



--------------------------------------------------------------
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]





Uci mamaKavin+Ija
http://oetjipop.multiply.com
S e m a r a n g

       
---------------------------------
 Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist.   Download sekarang juga.

Kirim email ke