Nambahin juga

PUASA BAGI IBU HAMIL, MENYUSUI DAN ANAK-ANAK

Pertanyaan:
1-a. Bagaimana tinjauan syar'i tentang kewajiban puasa bagi wanita hamil dan 
menyusui ?
    b. Bagaimana dengan rukhsoh, kapan dan bagaimana bisa digunakan ?
    c. Kemudian tentang kewajiban mengqodo, apakah boleh dicicil ? dengan 
fidyah  atau tanpa fidyah?
2-a. Bagaimana dengan alterntif yang diberikan seorang ibu yang hamil (
lemah) dan ibu menyusui yang bayinya masih
      kecil atau bahkan belum dapat makanan tambahan ?
   b.Bahwa ia sehari puasa dan sehari tidak agar tidak berat  mengqodonya kelak.
      Bagaimana klasifikasinya ?
 3-a.Bagaimana dengan puasa untuk anak menurut tinjauan syar'i ?
      Baikkah anak balita sudah didisiplinkan puasa penuh, padahal perkembangan 
sel-sel otak sebagian (lebih dari 80%)
       terjadi pada fase sejak dalam kandungan sampai 4 tahun dan  sulit 
terkejar diusia-usia sesudahnya.
    b.Usia berapakah saat yang ideal untuk  membiasakan puasa setengah hari 
kemudian sehari penuh bagi anak-anak ?
4. Bolehkan seorang muslimah memakan obat atau jamu yang dapat menghambat 
datang bulan / keluar haidh sehingga dia
    dapat melakukan  puasa sebulan penuh?

Jawaban Pertanyaan Pertama:
Pada dasarnya shaum Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap mukallaf. Sesuai firman 
Allah SWT :

Artinya: "wahai orang-orang  yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa 
seperti telah diwajibkan atas orang-oarng sebelum kalian agar kalian menjadi 
orang yang bertaqwa"(QS  2: 183) Seorang ibu yang hamil termasuk dalam cakupan 
ayat tersebut diatas yang berarti wajib melaksanakan shaum Ramadhan. Apabila ia 
tidak sanggup berpuasa karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan, berarti 
statusnya seperti orang sakit. Maka ia mendapatkan rukhsoh untuk ifthor 
(berbuka) denga kewajiban mengqodo di hari-hari lain selain bulan Ramadhan 
tanpa membayar fidyah. Allah SWT berfirman :

"Maka barang siapa dintara kamu yang sakit atau dalam  perjalanan (lalu ia 
berbuka ) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu 
pada hari-hari yang lain"(QS 2: 184) Adapun jika ia sanggup melaksanakan shaum, 
akan tetapi khawatir  berbahaya bagi kandungannya, berdasarkan kesaksian dua 
dokter muslim yang terpercaya atau pengalaman sebelumnya, maka ia mendapatkan 
rukhsoh untuk ifthor, dengan kewajiaban qodlo dan membayar fidyah. (Qodlo 
sebagai ganti puasa yang ditinggalakan , sedangkan fidyah karena keduanya 
termasuk dalam ayat:
"Dan wajib bagi orang ang menjalankannya  (jika mereka tidak puasa ) membayar 
fidyah...." (QS 2:184)

Ibnu Abbas berkata :"Ayat ini adala rukhsoh bagi orang yang lanjut usia lelaki 
dan perempuan, wanita hamil dan  wanita menyusui jika khawatir terhadap 
anak-anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan ( fidyah )". (HR  
Abu Daud).
Hal yang sama juga  diriwayatkan Ibnu Umar ra, dan tak seorangpun dari sahabat 
yang menyalahinya. (al-Mugni : Ibnu Qudamah:140 ).
Kewajiaban untuk membayar fidyah tanpa qodlo hanya berlaku baginya bila tidak 
bisa diharapkan punya kesanggupan untuk mengqodlo di hari-hari lain sampai pada 
masa-masa berikutnya berdasarkan dua dokter  muslim yang terpercaya.

Dari  Atho mendengar Ibnu Abbas membaca (ayat yang artinya): "Wajib bagi 
orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan 
orang miskin".  Ibnu Abbas berkata:"Ayat ini tidak di nasakh, ia untuk orang 
lanjut usia baik lelaki maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa " (HR 
Bukhari).

Dari Abdirrahman bin Abi Laila dari Muadz bin Jabal diriwayatkan semisal hadits 
Salamah. Disebutkan : Kemudian Allah menurunkan (ayat yang artinya):"
Barang siapa diantara kamu hadir di bulan Ramadhan , maka hendakalah  ia puasa  
pada bulan itu, maka Allah menetapakan puasa Ramadhan bagi orang yang mukmin 
dan sehat dan memberikan rukhshoh bagi orang yang sakit dan musafir.
Sedangkan memberikan makan (fidyah) ditetapkan bagi orang lanjut usia yang 
tidak lagi sanggup berpuasa". (Mukhtasor Riwayat Ahmad dan Abu Daud).

Jawaban Pertanyaan Kedua
Jawaban untuk pertanyaan kedua sudah tercakup dalam jawaban atas  pertanyaan 
pertama yakni :
Ia wajib puasa sesuai kesangupannya , 20 atau 15 atau 10 hari dan seterusnya.
Bila hari-hari yang tidak berpuasa didalamnya dikarenakan kondisi fisiknya 
sendiri, maka  wajib qodlo Dan jika hari-hari yang tidak berpuasa didalamnya 
dikarenakan khawatir terhadap kandungannya. Maka wajib qodlo dan fidyah.

Jawaban Pertanyaan Ketiga
Latihan puasa bagi anak-anak adalah sesuai dengan Syari'ah. Imam al-Bukhori 
dalam shahihnya telah membuat bab khusus tentang puasa bagi anak-anak, dan
para sahabat Rasulallah SAW-pun melatih anak-anak kecil mereka   untuk
berpuasa.

Umar r.a berkata kepada seorang yang mabuk (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan:" 
celakalah kamu, padahal anak-anak kecil kami berpuasa. Maka beliaupun 
menghukumnya dengan pukulan (hukum cambuk )". (Fathul Bari 4/20).

Dari Rubayyi binti Mu'awidz berkata : Rasulallah SAW mengirim utusan di pagi 
'Asyuro kekampung-kampung Anshar: "Siapa yang masuk waktu pagi dalam keadaan 
puasa maka sempurnakanlah puasanya dan barang siapa yang masuk waktu pagi dalam 
keaadaan berbuka (tidak berpuasa) maka berpuasalah pada sisa hari itu .. Maka 
kamipun malakukan puasa 'Asyura. Kami  puasakan pula anak-anak kecil kami dan 
kami berangkat ke Masjid dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jka 
ada salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu 
kepadanya sampai masuk waktu berbuka " (HR Bukhari dan Muslim).
Tentang mulai umur berapa mereka mulai dilatih, tidak ada penegasan keterangan, 
yang ada adalah bila mereka menangis, maka diberi makan. Usia yang ideal untuk 
melatih anak-anak  berpuasa yaitu mulai umur tujuh tahu.
Akan tetapi bila sebelum umur tersebut sudah mampu  maka boleh mulai dilatih 
dengan tetap memperhatikan kondisi si anak dan idak memaksakannya, tidak pula 
mencela pihak lain yang tidak mengambil sikap terakhir ini .
Kewajiaban puasa sama dengan kewajiaban  shalat. Sedang anak-anak mulai 
diperintahkan shalat sejak umur tujuh tahun sesuai dengan hadits Nabi SAW.

Jawaban Pertanyaan Keempat
Pertanyaan keempat sangat terkait dengan ilmu kedokteran, apakah jika seorang 
wanita memakan obat/jamu penghambat haidh akan menimbulkan penyakit, gangguan 
pada fisiknya atau tidak. Jika mengakibatkan sakit atau merusak maka dilarang 
penggunaan obat/jamu tersebut. Rasulullah SAW. bersabda:

Artinya:"Janganlah membuat kerusakan (pada diri sendiri) dan kerusakan (pada 
orang lain)" (HR Ibnu Majah dan ad-Daruqutni)
Jika tidak menggangu kesehatan,   boleh-boleh saja menggunakan obat/ jamu
penghambat haidh dan puasanya sah. Tetapi haidh adalah fitrah setiap wanita dan 
tidak ada contoh dari kalangan sohabiyah (sahabat muslimah) dan wanita salafu 
sholih yang melakukan hal itu.
Pada saat kaum muslimah melaksanakan ibadah haji penggunaan obat/jamu 
penghambat haidh barangkali dapat digunakan mengingat pentingnya ibadah haji 
dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan jika mengulang ibadah haji di tahun 
depan.
Akhirnya segala puji bagi Allah Rabbul 'Alamin.



Semoga bermanfaat
Dede Maulana
http://pharmasiislam.blogspot.com/p/home.html
mengembalikan kejayaan Kedokteran Islam


-----Original Message-----
From: Rita S [mailto:rsetiyaw...@gmail.com]
Sent: Monday, August 09, 2010 11:56 AM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: Re: [balita-anda] Puasa bagi ibu Hamil


--------------------------------------------------------------
Balita-Anda Online: http://www.balita-anda.com
Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com
Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com
Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com
--------------------------------------------------------------
Balita-Anda: Panduan Orangtua yang Cerdas, Kreatif dan Inovatif dalam Merawat 
dan Mendidik Balita

Kirim email ke