Mbak Nurul,

Setahu saya untuk TBC pada anak, pemeriksaannya adalah melalui test mantoux
dan foto thorax (rontgen). Untuk orang dewasa, satu lagi adalah test dahak,
TBC pada anak berkembang biak dalam kelenjar paru-paru sehingga tidak keluar
bersama dengan dahak.

Gejalanya adalah, penurunan berat badan, makin kurus (walaupun tidak selalu
kalau berat badan turun karena TBC ya), demam yang berulang, lesu, tidak
nafsu makan, dan batuk-batuk lebih dari 3 minggu (tidak selalu juga
batuk-batuk lebih dari 3 minggu selalu TBC).

Nah, saya tidak tahu, test darah yang dilakukan untuk Mikael itu untuk
mengetes apa, karena kalau TBC, setahu saya ya lewat mantoux dan foto
thorax.

Ini ada artikel dari Nova untuk bahan bacaan mbak Nurul ya, semoga Mikael
cepet sembuh.

Bahaya TBC Pada Anak

*Tidak hanya orang dewasa yang perlu mewaspadai TBC. Si kecil pun harus.
Penyakit ini bisa timbul oleh anak yang mengisap udara yang mengadung kuman
TBC. Beberapa gejala awalnya adalah si kecil gampang jatuh sakit, batuk
terus-terusan, atau berat badan turun tanpa sebab. *

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. "Pada TBC
anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam
kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di
paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada
saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap
oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru," jelas Dr. dr. H. Muljono
Wirjodiardjo, Sp.A(K), spesialis pulmonologi anak dari RSI Bintaro, Jakarta.

Gejala TBC sendiri tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu
setelah infeksi, bisa jadi anak hanya demam sedikit. "Beberapa bulan
kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit.
Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang
gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di
leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek," lanjut Muljono.

Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang
benar-benar atau sama sekali tidak muncul. "Ini tergantung kekebalan anak.
Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi
bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di
paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang
berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya," kata Muljono.

*RIWAYAT PENYAKIT*
Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya,
untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. "Pada orang dewasa
bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media," jelas Muljono. Yang sulit adalah mendeteksi TBC
anak, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit.
"Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis
baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin," ujar Muljono menerangkan.

Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. "Harus dikorek, apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien
TBC dewasa. Kalau ini ada, dokter agak yakin anak positif TBC," lanjut
Muljono. Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain:

- Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. "Atau reaksi BCG
sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini
juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang," kata Muljono.

- Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.

- Demam lama atau berulang tanpa sebab. "Ini juga jarang terjadi. Kalaupun
ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah."

- Batuk lama, lebih dari 3 minggu. "Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC."

- Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah
adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan,
ketiak, dan sebagainya.

- Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang
khas.
Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux
Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya
lebih dari 10 mm. "Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC,
hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT."

*KUMAN KEBAL*
**Jika minimal tiga dari gejala di atas positif, dokter biasanya mencurigai
anak kena TBC, meski belum tentu TBC, karena bukti lain tidak ada. Anak
biasanya akan diberi obat anti-TBC selama 2-3 bulan dan dilihat
perkembangannya. "Kalau membaik, misalnya berat badannya bertambah, napsu
makan bertambah, atau jadi jarang sakit, dokter biasanya yakin bahwa anak
positif TBC." Setelah itu, diteruskan dengan pengobatan untuk mencegah
jangan sampai TBC kambuh lagi atau berkembang menjadi penyakit TBC yang
lebih parah.

Akan tetapi, seandainya kondisi anak masih buruk setelah 3 bulan diberi obat
anti-TBC, kemungkinannya ada dua, yaitu anak negatif TBC atau adanya
multi-drugs resistance TBC (MDR TBC/kebal terhadap obat-obatan). "MDR ini
yang sekarang menjadi masalah. Penyebabnya biasanya karena penderita TBC
dewasa tidak teratur minum obat. Begitu agak enakan, lalu menghentikan minum
obat, dan sebagainya. Akibatnya, kuman jadi kebal terhadap obat. Nah, jika
ini menular ke anak-anak, juga akan membuat anak-anak tersebut mengidap MDR
TBC," kata Muljono.

Jika ini yang terjadi, si kecil sebaiknya dirujuk ke RS atau dokter
spesialis untuk melakukan pengamatan yang lebih intensif. "Dalam beberapa
tahun terakhir, sudah mulai tampak tendensi peningkatan MDR berbarengan
dengan banyaknya kasus TBC dewasa. Ditambah lagi maraknya kasus HIV-AIDS,
yang membuat daya tahan tubuh turun, sehingga TBC mudah menyerang. Belum
lagi faktor sosial dan gizi yang menambah kendala penanganan TBC pada
anak."

*HARUS SABAR*
Prosedur pengobatan TBC anak yang pertama adalah dengan memberikan obat
pembunuh kuman TBC. "Ini disebut pengobatan masa I (3 bulan pertama). Di
masa I ini diharapkan sebagian besar kuman akan mati, jadi dipakai obat
anti-TBC yang fungsinya membunuh kuman. Ibarat perang, pasukan komandonya
dulu yang terjun," terang Muljono.

Tahap berikutnya adalah masa dimana kuman sudah masuk ke dalam kelenjar,
sehingga obat pembunuh kuman tidak mempan lagi, bahkan kalau diberikan malah
berbahaya karena bisa mengganggu fungsi liver. "Pada masa ini, diberikan
obat-obatan yang fungsinya mengepung kuman yang ada di dalam kelenjar. Kalau
kuman keluar, mati dia," lanjut Muljono.

Proses pengobatan berlangsung sekitar 6 bulan, dan terkadang ditambah 3
bulan pengobatan untuk mencegah kekambuhan. "Pengobatan harus teratur, tidak
boleh berhenti. Kalau distop, bisa jadi kumannya akan muncul lagi dan
resisten terhadap obat." Pengobatan TBC anak memang berbeda dengan TBC
dewasa. "Pada orang dewasa, pengobatan 3 bulan bisa bersih kuman TBC-nya.
Pada anak tidak bisa, karena tidak bisa memberikan obat sekaligus banyak
dalam jangka waktu pendek. Akibatnya, pengobatan jadi agak lama. Orang tua
harus sabar dan tidak bosan."

Yang juga harus dihindari adalah pemberian obat anti-TBC tanpa diagnosis
yang benar. "Anak gampang sakit, batuk, tidak napsu makan, langsung diberi
obat TBC. Ini sangat berbahaya, karena bisa berakibat resistensi kuman
terhadap obat. Nah, sekarang kecenderungannya mulai seperti itu lagi."

*WASPADAI ANGGOTA KELUARGA*
Sumber penularan TBC ke anak adalah orang dewasa. Pada orang dewasa,
pendeteksian TBC jauh lebih mudah, misalnya dengan rontgen. "Jadi, kalau ada
kecurigaan ada orang dewasa di sekitar anak yang terkena TBC, bisa langsung
di-follow up ke dokter spesialis," kata Muljono.

Yang sering diabaikan orang tua adalah ketika menerima pembantu atau
pengasuh anak. Kebiasaan kita ketika menerima pembantu atau pengasuh anak
adalah tidak pernah memerhatikan faktor kesehatannya. Tahu-tahu anak TBC,
dan setelah dilacak, ternyata pengasuhnya yang menularkan. Biasanya ini
muncul pada kalangan menengah ke atas. Untuk mencegahnya, Muljono
menyarankan agar saat penerimaan pembantu atau pengasuh anak, dilakukan juga
pemeriksaan kesehatan. "Misalnya pemeriksaan rontgen. Ini akan mencegah
penularan TBC pada anak-anak sekian persen."

Namun, kata Muljono, tentu tak cuma pembantu atau pengasuhnya yang berisiko
menularkan TBC pada anak. "Anggota keluarga lain, semisal kakek atau nenek,
bahkan orang tua sendiri juga harus mewaspadai kemungkinan terkena TBC."

Yang juga penting adalah pemberian imunisasi BCG. "Imunisasi ini bisa
mencegah TBC yang berat, seperti TBC otak dan lain-lain."

Masalahnya, umumnya orang tua tidak percaya anaknya terkena TBC. "Mereka
syok, katanya di rumah semua sehat. Padahal, mengingat sumber penularan dan
sebagainya, bisa saja orang di rumah sehat, tapi ketika jalan-jalan di mal
ketemu penderita TBC. Jadi, orang tua sebaiknya tidak usah saling
menyalahkan, lebih baik anak diperiksa dan diobati."
*Dok. Nova*

2011/1/29 nurul hidayah <khodro...@yahoo.com>

> salam,
> moms n dads semua
> mohon info dan bantuannya.
>
> Nov 2010 lalu bayiku (17 bulan) batuk pilek  dan muntah2 diikuti keluarnya
> cairan di telinga.
> Hal ini sudah teratasi setelah bolak balik bidan, lalu ganti ke DSA, lalu
> ke
> THT. Mereka semua berkesimpulan kalau bayiku (mikael) sebenarnya terkena
> dampak
> alergi makanan walaupun keabsahannya harus dibuktikan dg tes alergi (DSA
> mengatakan kalau tes alergi baru bisa usia 2 tahun)
> Setelah diklaim alergi , sy mncoba untuk lbh teliti trhadap asupannya.
> Namun, setelah saya cb satu2 jenis makanan selama @seminggu, tidak ada
> gejala
> apapun yg timbul baik kulit berair sprt cacar air maupun pipi yg kisut ky
> nenek2.
> Jadilah saya beri makan segala macam lagi dan tidak apa2.
>
> Sebagai Catatan: selama setelah pengobatan di atas hingga kini masih sering
> batuk pilek. sembuh sebentar dan lama sakitnya. aku pikir karena di adi
> penitipan anak, jadi gak pernah bisa sembuh, begitu. apalagi kata orang tua
> wajar jk anak2 batpil.
>
> Januari 2011.
> Batuk disertai bunyi grok2. tidak demam dan masih aktif. makan jg lancar.
> tapi kasihan kok ingusan terus.
> hari rabu yang lalu (26 jan 11) aku bawa ke bidan. ketika aku katakan bahwa
> batuk ini sudah lbh 1 bln langsung di "lempar" ke dokter. (kebetulan aku
> priksa
> di puskesmas). dokter jg lgsg merujuk ke RS.
>
> Sampai di RS, setelah mendengar penjelasan saya, dokter menyarankan tuk tes
> darah krn takutx TBC. apalagi di kepala dd ada ginjur2 sprt otot varises yg
> mereka blg pembesaran kelenjar.
>
>
> nah adakah moms n dads yg punya pengalaman seperti di atas?
> oya, saya blm kembali lg ke dokter mengingat jadwalx selasa dan kamis ( di
> minggu depan) jadi tes darah blm sy ketahui hasilx krn gak bs "baca".
> Apa yg harus sy lakukan ??????????
>
> terimakasih
>
> Nurul (bunda mikael)
>
>
>

Kirim email ke