Nice Story, mpe berkaca-kaca, jadi inget ma buah hati yg sedang sekolah 
hikhik.....
Thank you mom...

Bunda Irsal n Sarah,

From: mira_mm...@yahoo.com on 01/17/2012 10:23 PM
Please respond to balita-anda


To:     balita-anda@balita-anda.com
cc:     (bcc: Bessy BKC1176 Sulistina Gumilang/BKCP/BKC)

Subject:[balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2


Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). 
G'nite parents.Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi 
jalanDikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku 
tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama 
panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang 
sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak 
didengar, namun anak kami ternyatamenerimanya dengan senang hati. Suamiku 
mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau 
pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji "Superman 
cilik" di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar 
saja.Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, 
juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga 
kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali 
suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara 
televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. 
Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 
tahun yang masuk perguruan tinggi, diabertanya dengan hati pilu kepada 
anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan 
kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah juga bukan 
seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak bisa 
berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.Pada 
pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak 
masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah 
cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain 
piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut 
mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 
4½tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di 
televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami 
yang berusia 15 tahun terlihat sibuksekali sedang membantu anak-anak kecil 
lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum 
mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya 
dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita 
pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, 
menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orangtetap 
memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan 
kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan 
cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang 
tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung 
sekali.Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan 
membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap 
akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga 
telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah 
mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan 
belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya. Anak kami juga 
sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami 
lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. 
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung 
menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun 
biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa 
bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus 
banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak 
tahu mautertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.Kemudian, kami juga 
mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah 
berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat 
saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan 
tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku 
secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya 
tumbuh ini. Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, 
kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk 
berlangganan majalah "Humor anak-anak" dan sejenisnya, sehingga rumah kami 
menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, 
namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya.Pada akhir minggu, 
teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk 
terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk 
piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang 
bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek. Anak kami tiada 
keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira. Dia sering 
kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak 
makanan yangterlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar 
atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan 
seorang pengurus rumah tangga cilik.Ketika makan terjadi satu kejadian di 
luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, 
satunya lagi adalah ahli bahasa Inggeris, kedua anak ini secara bersamaan 
menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau 
melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus 
dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa 
terusmembujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang 
menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin 
untuk menentukan siapa yang menang.Ketika pulang, jalanan macat dan 
anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat 
orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah 
berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas 
tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika 
turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio 
masing-masing. Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa 
tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.Sehabis ujian 
semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama 
mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. 
Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal 
yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar. Dalam ujian 
bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling 
kamu kagumi dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya 
menuliskan nama anakku.Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, 
sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, 
paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan 
banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja. Dia memberi pujian: Anak 
anda ini, walau nilai sekolahnyabiasa-biasa saja, namun kalau bertingkah 
laku terhadap orang, benar-benar nomor satu.Saya berguyon pada anakku, 
kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher 
terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab 
dengan sungguh-sungguh: guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika 
pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan. Dia 
pelan-pelan melanjutkan: Ibu, aku tidak mau jadi pahlawan, aku ingin jadi 
orang yang bertepuk tangan di tepi jalan. Aku terkejut mendengarnya dan 
mengamatinya dengan seksama.Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, 
benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya 
waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku 
terasa hangat seketika. Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak 
perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa 
banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya 
menjadi seorang biasa di dunia fana ini. Jika berada dalam kondisi sehat, 
jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, 
mengapaanak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan 
jujur.Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang 
berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman 
kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia 
mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih 
tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat 
dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 
orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, 
bagaimana perasaan kami?Selama hidupnya, dia tetap dapat melewati 
kehidupan yang diinginkannya dengan tenang,dia juga tidak belajar hal 
tidak baik, sebagai orangtua yang memberikan keteladanan sikap dan tutur 
kata, jika dapat mengasuh anak sampai dewasa dan menjadi orang berguna 
dalam masyarakat, itu sudah cukup sebagai hal yang menghibur bagi leluhur, 
kenapa kita masih saja mengharapkan masa depan yang lebih baik lagi? Jika 
pun nantinya dia bisa menjadi seorang penegak hukum atau seorang arsitek, 
kalau tidak memiliki niat baik, lain di mulut lain di hati, lalu apa 
gunanya?__._,_.___
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kirim email ke