Copas dari tetangga, mudah2an bermanfaat 
 
Anak laki-laki/ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Punya anak laki-laki, tapi kok suka bermain boneka dan bergaya 
seperti perempuan? Boleh dibilang, sebagian besar orang tua tidak akan senang 
melihat kenyataan itu terjadi pada anak laki-laki mereka. Namun, bila ini yang 
terjadi, psikolog Elly Risman Musa meminta agar para orang tua memahami dulu 
bagaimana hal ini bisa terjadi.
 
Elly mengatakan, menjadi laki-laki atau perempuan memengaruhi bagaimana 
penampilan mereka, bagaimana mereka menggerakkan tubuh, bekerja, bermain dan 
berpakaian/berdandan. Hal ini juga memengaruhi persepsi mereka terhadap diri 
mereka dan apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka.
 
Semua karakteristik menjadi laki-laki atau perempuan disebut gender. Menjadi 
laki-laki dan perempuan membawa kecenderungan yang berbeda. Anak laki lebih 
agresif dalam tindakan dan kata-kata daripada anak perempuan sejak usia 
prasekolah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak perempuan lebih empatik, 
kooperatif kepada orangtua dan cenderung mencari persetujuan dari orang dewasa.
 
Pembentukan kepribadian seorang anak laki atau perempuan sangat dipengaruhi 
oleh cara orangtua memperlakukan anak, pengaruh teman dan budaya. Anak 
cenderung meniru orang yang dijadikan sebagai model. Pada masa kanak-kanak anak 
meniru orangtua yang sama jenis kelaminnya. Mereka meniru tingkah laku orangtua 
atau orang dewasa lain terutama tingkah laku yang mendapat respons positif.
 
Lebih lanjut, ibu tiga orang putri ini mengungkapkan, perlakuan orangtua 
memengaruhi pengetahuan anak-anak, misalnya anak perempuan tahu bahwa main bola 
adalah permainan untuk laki-laki. Ayah cenderung memperlakukan anak laki-laki 
dan anak perempuan secara berbeda daripada ibu. Ayah menunjukkan sikap tidak 
suka jika anak laki-laki main boneka. Ibu lebih banyak berbicara dengan anak 
perempuan daripada anak laki-laki. Ayah lebih banyak bermain dengan anak 
laki-laki daripada dengan anak perempuan.
 
Teman sebaya memiliki pengaruh yang dapat membentuk kepribadian anak laki-laki 
maupun anak perempuan dengan cara memberi respons positif atau negatif pada 
tingkah laku temannya. Biasanya anak laki-laki menunjukkan sikap tidak suka 
jika ada teman yang bertingkah laku keperempuan-perempuanan. Selain itu media 
juga dapat memengaruhi tingkah laku anak. ''Sinetron yang sering menampilkan 
banci dapat memengaruhi pembentukan peran gender anak laki-laki,'' ujarnya.
 
Oleh karena itu, orangtua harus memperlakukan anaknya sesuai jenis kelaminnya 
dan memberi penguatan pada tingkah laku yang sesuai gendernya. Orangtua juga 
harus menjadi contoh yang baik untuk anak karena pada awal awal kehidupan, anak 
mengidentifikasikan dirinya dengan orangtua. Orangtua harus mengembangkan 
keperempuanan dan keibuan anak perempuan dan mengembangkan kelaki-lakian dan 
kebapakan anak laki-laki.
 
Orangtua, lanjut Elly, harus menunjukkan rasa syukur atas anugerah anak baik 
laki-laki atau perempuan. Terimalah semua kelebihan dan kekurangan anak dari 
sisi fisik maupun sifat sifat bawaannya agar jati diri anak berkembang apa 
adanya. Dia akan berkembang menjadi dirinya sendiri.
 
Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati ini menambahkan, pada hal-hal tertentu anak 
laki maupun perempuan dapat diperlakukan sama misalnya dalam mengajarkan ilmu 
dan pengetahuan. Orangtua tidak perlu membedakan kesempatan belajar --seperti 
yang terjadi di waktu lalu di mana anak laki-laki selalu mendapat kesempatan 
belajar lebih baik dengan anggapan anak perempuan akan tinggal di rumah jadi 
tidak perlu pendidikan tinggi.
 
Anak perempuan dan anak laki-laki juga sama-sama diajarkan membantu pekerjaan 
rumah. Sebab, anak laki-laki maupun perempuan juga harus dapat memasak, 
mencuci, dan membersihkan rumah. Kelak di suatu hari nanti mereka harus tinggal 
di asrama mereka dapat menata kamar dengan baik. Lebih jauh lagi jika mereka 
sudah berkeluarga mereka dapat saling membantu.
 
Pada kasus anak laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan, mungkin 
disebabkan beberapa faktor. Pertama, anak bergaul dengan kakak yang semuanya 
perempuan. Bisa jadi anak meniru cara berbicara atau bergaya kakak-kakaknya. 
Belum lagi respons orangtua atau orang dewasa lain yang tertawa atau tidak 
marah ketika dia bergaya seperti perempuan. Kalaupun ada kasus yang terjadi 
sejak kecil, kemungkinan terjadi kelainan kromosom. Namun, kasus ini sangat 
jarang.
 
Jika ada anak yang seperti ini, secara bertahap orangtua membicarakan pada anak 
tentang apa apa yang diharapkan dari seorang laki-laki (mengubah cara pandang 
anak itu agar ada perubahan persepsi tentang dirinya).
 
Ayah mulai dilibatkan dalam pengasuhan agar anak memiliki tokoh identifikasi 
atau model dari jenis kelamin yang sama. Hal ini harus dilakukan secara 
perlahan dan hati-hati dan tidak secara terburu-buru karena anak membutuhkan 
waktu untuk menyadari adanya perbedaan pada dirinya. ''Sebenarnya penyadaran 
peran jenis kelamin harus terbentuk sebelum anak memasuki TK sehingga ketika 
sudah memasuki SD ia akan tahu bagaimana harus bertingkah laku,'' tutur Elly.
SUSAN - Unit Manager 
PT Prudential Life Assurance 
08159117983 - 02140303197

Kirim email ke