Dear Ella, Sorry aku sudah kirim 3x tapi mental terus jadi aku ulang
lagi ya!
Semoga bermanfaat.

Minggu, 02 Juli 2000, 10:55 WIB

Infeksi Toksoplasma Semasa Hamil


PADA kehamilan pertama, saya mengalami keguguran. Waktu itu usia
kehamilan saya sekitar tiga bulan. Dokter mengatakan keguguran tersebut
disebabkan oleh infeksi toksoplasma. 
Memang pada pemeriksaan laboratorium waktu itu antibodi saya terhadap
toksoplasma meningkat. Pemeriksaan laboratorium rubella, herpes dan
sitomegalo negatif. 

Usia saya sekarang sudah 28 tahun dan setelah keguguran dua tahun lalu,
kami sekarang berencana untuk mempunyai anak. Suami saya sekarang
berumur 35 tahun. 

Kami merasa khawatir akan terkena toksoplasma lagi karena itu saya
memeriksakan diri ke laboratorium. Hasilnya IgG toksoplasma meningkat
sedangkan IgM negatif. 

Apakah bila saya hamil sekarang akan berisiko keguguran lagi? Bagaimana
mencegah infeksi toksoplasma dan bagaimana pula cara pengobatan penyakit
ini? 

(Ny Zulkarnain, Tangerang) 

TOKSOPLASMOSIS merupakan penyakit yang sering dijumpai di negeri kita.
Penyakit ini sering dijumpai di daerah-daerah yang mempunyai kebiasaan
memelihara kucing. Bila kucing memangsa tikus yang mengandung
toksoplasma maka kucing ini akan dapat terinfeksi. 


Bila terinfeksi maka tinja kucing bisa mengandung oosist (salah satu
bentuk toksoplasma yang dapat menimbulkan infeksi). Biasanya oosist ini
mencemari tanah sehingga anak-anak yang bermain dengan tanah yang
tercemar juga dapat terinfeksi. 

Orang dewasa biasanya terinfeksi karena mengkonsumsi daging yang kurang
matang atau terinfeksi sewaktu mengolah daging tersebut, saat daging
masih mentah. 

Infeksi toksoplasma pada orang dewasa biasanya menimbulkan keadaan
berat. Sebagian besar akan sembuh dengan sempurna. Gejala penyakit juga
biasanya ringan bahkan cukup banyak orang dewasa tidak menyadari bahwa
dirinya pernah terinfeksi toksoplasma. Infeksi ini baru bisa dideteksi
jika dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium. 

Gejala toksoplasmosis pada orang dewasa berupa pembengkakan kelenjar
limfe disertai rasa lemah dan demam. Kadang-kadang juga disertai nyeri
kepala dan sakit tenggorok. Gejala ini berlangsung beberapa minggu,
namun setelah itu biasanya sembuh sempurna. 

Bila yang terkena infeksi adalah ibu hamil, maka sekitar 40 persen
bayinya mungkin akan tertular. Seperti sudah Anda ketahui infeksi
toksoplasma pada kehamilan dapat mengakibatkan abortus (keguguran). 

Bila infeksi terjadi pada usia kehamilan dini, maka kelainan yang
mungkin terjadi mungkin berat. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
toksoplasma dapat menunjukkan gejala segera setelah lahir atau lama
setelah lahir. 

Pada kelompok terakhir-yang gejalanya muncul setelah lahir-bayi pada
waktu lahir tampak sehat tetapi kemudian dalam perkembangannya
menunjukkan gejala-gejala kelainan mata korioretinitis, strabismus
(juling), hidrosefalus (penumpukkan cairan dalam rongga otak), dan
kejang. 

Diagnosis toksoplasmosis ditegakkan berdasarkan risiko terjadinya
infeksi, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Sebenarnya
pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan cukup beragam tetapi
pemeriksaan yang sederhana adalah pemeriksaan antibodi terhadap
toksoplasma. 

Patut Anda ketahui bahwa antibodi IgG menunjukkan infeksi masa lalu dan
IgM infeksi baru. Meskipun dapat juga terjadi infeksi baru hanya
ditandai dengan peningkatan IgG yang nyata dan IgM belum terbentuk. 

Ada kabar baik untuk Anda. Pada penelitian di luar negeri didapatkan
bahwa infeksi toksoplasma umumnya hanya terjadi sekali dalam kehamilan,
biasanya setelah mengalami infeksi tersebut sang ibu akan mengalami
kekebalan sehingga tidak mengalami infeksi baru. 

Pengobatan toksoplasma dilakukan dengan pemberian obat antibiotika.
Beberapa obat dapat digunakan seperti kombinasi sulfa-pirimetamin,
spiramisin atau klindamisin. Obat ini biasanya diberikan dalam waktu
lama. Pada kehamilan biasanya lebih sering diberikan spiramisin karena
lebih aman. 

Dengan memahami cara penularan toksoplasma, maka dapat dimengerti bahwa
untuk menghindari penyakit ini kita harus memasak daging secara matang,
dan sebaiknya bila kontak dengan daging mentah memakai sarung tangan
atau segera mencuci tangan setelah memegang daging mentah. 

Anak-anak perlu dihindarkan dari pencemaran oosit misalnya bermain
dengan kucing atau benda-benda yang mungkin tercemar kotoran kucing.
Bila memelihara kucing sebaiknya diberi makanan yang tidak tercemar
toksoplasma. 

Kucing yang memangsa tikus lebih berisiko terinfeksi toksoplasma
dibandingkan dengan kucing yang diberi makan yang diolah. Mudah-mudahan
cita-cita Anda untuk memperoleh anak yang sehat terkabul. 

dr Samsuridjal

Selasa, 23 Oktober 2001, 09:19 WIB

Trombosis Bisa Sebabkan Keguguran 

Jakarta, Kompas 


Pembekuan darah pada pembuluh atau trombosis di sekitar plasenta menjadi
salah satu penyebab keguguran berulang pada ibu hamil. Hal ini akibat
gangguan sistem kekebalan tubuh yang disebut sindroma antifosfolipid
(antiphospholipid syndromes). 

Demikian diungkapkan Prof Dr dr Karmel L Tambunan SpPD KHOM, pakar
hematologi yang juga Ketua Perhimpunan Thrombosis Hemostasis Indonesia
(PTHI), dalam jumpa pers pada simposium trombosis tahunan ke-3 di
Jakarta, Sabtu (20/10) lalu. 

Selain sindroma di atas, penyebab keguguran berulang lain yang sudah
diketahui adalah kelainan kromosom atau genetik, infeksi bakteri
klamidia dan virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Cytomegalia, dan Herpes),
kelainan anatomi rahim dan gangguan hormonal atau kekurangan hormon
progesteron, serta ketidaksesuaian golongan darah dan resus pada
pasangan suami istri. 

Sindroma antifosfolipid terjadi akibat tidak terkendalinya antibodi
terhadap unsur fosfolipid yang merupakan bagian utama dari dinding sel.
Karena adanya gangguan tertentu, maka tubuh akan membentuk zat antibodi
yang kemudian merusak unsur tersebut. 

Adanya antibodi yang tidak terkendali itu dapat menyebabkan pembekuan
darah di pembuluh darah tubuh. Bila pembekuan terjadi di otak bisa
mengakibatkan stroke, di jantung mengakibatkan penyakit jantung.
Gangguan ini juga dapat menyebabkan infertilitas dan keguguran spontan
yang berulang. 

Terjadinya trombosis pada saluran yang memberi makanan pada janin atau
ovum yang telah terbuahi mengakibatkan kegagalan nidasi sehingga terjadi
keguguran. Nidasi adalah masuknya ovum yang telah dibuahi ke dalam
selaput lendir rahim atau endometrium. Bila aliran darah ke plasenta
berkurang, selain bisa menyebabkan janin gugur, juga dapat berakibat
lain: bayi yang dilahirkan bisa mengalami retardasi atau perkembangan
tubuh yang lambat. 


Tingkat keberhasilan 

Dari 289 kasus abortus berulang yang ditangani Tambunan, 96 persen
pasien telah berhasil hamil setelah kelainan trombosisnya dikoreksi.
"Hal ini membuktikan bahwa ada korelasi signifikan antara trombosis
dengan keguguran," jelasnya. 

Terapi trombosis telah dilakukan pada ratusan wanita yang telah divonis
tidak bisa hamil karena selalu mengalami abortus. Prestasi yang dicapai
dokter PTHI ini, katanya, jauh lebih maju daripada usaha yang dilakukan
di Amerika Serikat yang baru berhasil menangani 60 kasus. 

Pengobatan yang dilakukan adalah pemberian obat yang mengatasi bekuan
darah, yaitu obat anti-koagulan dan anti-agregasi trombosis; kombinasi
aspirin dan heparin. "Dengan obat ini darah yang mengental menjadi lebih
encer hingga aliran darah ke plasenta lancar dan janin bisa berkembang
dengan baik," tambahnya. 

Faktor keguguran, menurut Tambunan, bisa disebabkan juga oleh penggunaan
pil KB. Hal itu terjadi karena kandungan estrogen yang tinggi dalam pil
kontrasepsi dapat menurunkan zat anti-trombin III di tubuh yang
berfungsi mencegah pembe-kuan darah. Karena itu, pengguna pil KB yang
ingin hamil disarankan menjalani terapi anti-trombosis, apalagi bila
memang itu faktor penghambatnya. (yun)

Rabu, 05 September 2001, 09:04 WIB

Antibodi Antikardiolipid Bisa Sebabkan "Stroke"

Jakarta, Kompas 


Keguguran berulang tanpa sebab yang jelas bisa jadi karena antibodi
antikardiolipid (ACA). Antibodi itu juga bisa menyebabkan stroke dan
infark jantung pada usia muda. Demikian diungkapkan pakar hemostasis dan
trombosis Prof Dr dr Karmel L Tambunan SpPD KHOM dari Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam
jumpa pers menjelang Kongres Nasional Perhimpunan Hematologi dan
Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) IX, Selasa (4/9), di Jakarta. 

Kongres itu, menurut Ketua PHTDI dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM, akan
diselenggarakan tanggal 7-9 September 2001 di Semarang. Selain diikuti
anggota PHTDI dari seluruh Indonesia, juga akan dihadiri para ahli dari
Kanada, Australia, Selandia Baru, Inggris, Belanda, Perancis, Thailand,
dan Singapura. 

Pembicara lain dalam jumpa pers adalah Prof Dr dr A Harryanto
Reksodiputro SpPD KHOM, dr Djumhana Atmakusuma SpPD KHOM, dan Kepala
Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia dr Auda Aziz. 

"Antibodi antikardiolipid mendorong terjadinya trombosis atau pembekuan
darah dalam pembuluh darah. Jika terjadi di plasenta, bekuan darah akan
mengganggu pasokan zat gizi dan oksigen bagi janin sehingga terjadi
keguguran pada usia kehamilan tiga atau empat bulan. Jika tidak
keguguran, biasanya janin tidak berkembang atau meninggal dalam
kandungan," urai Tambunan. 

Dalam tiga tahun belakangan ini, lebih dari 240 pasien yang mengalami
keguguran berulang, ada yang empat kali keguguran, dirujuk. Setelah
diobati, 95 persen membaik dan bisa mempunyai anak. 

"Stroke" dan "infark" jantung 

Sindrom antifosfolipid yang diakibatkan ACA ini jika terjadi di vena
akan menyebabkan emboli pada paru, di arteri jantung menyebabkan infark
jantung, di otak menyebabkan stroke, di pembuluh darah mata menyebabkan
buta, dan di pembuluh telinga menyebabkan tuli. 

Kasus yang ditemui Tambunan antara lain, pemuda berusia 18 tahun
mengalami infark jantung dan wanita berusia 22 tahun mengalami stroke.
"Jadi infark jantung dan stroke bukan lagi monopoli orang lanjut usia,"
kata Tambunan. 

Selain itu, bentuk sindrom antifosfolipid adalah migrain yang tak
kunjung sembuh. Setelah diobati dengan antikoagulan atau antipembekuan
darah, ternyata migrain sembuh. 

Penyebab sindrom ini ada dua, primer -yaitu genetik- serta sekunder
akibat infeksi virus termasuk toksoplasmosis, infeksi bakteri, atau
disebabkan obat-obatan. Jika penyebabnya faktor genetik, obat harus
diminum seumur hidup. 

Selama ini faktor risiko trombosis yang umum diketahui adalah kadar
kolesterol tinggi, diabetes, asap rokok, homosisteinemia, serta
tingginya faktor pembekuan darah dalam tubuh. 

Faktor-faktor itu merangsang proses pembekuan darah berlebihan jika
terjadi perlukaan pada dinding pembuluh darah. Trombus atau gumpalan
darah yang menempel di dinding pembuluh darah bisa terlepas dan
menyumbat pembuluh darah. Jika tak segera diobati, bisa menyebabkan
kematian. 

"Perokok, termasuk perokok pasif, berisiko lima sampai sepuluh kali
mengalami trombosis dibanding bukan perokok. Oleh karena itu, di negara
maju merokok dilarang di tempat umum," ujar Tambunan.(atk)





---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke