BEGITU mengetahui adiknya, Mina Hayati, 35, juga
meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, Surabaya, Rabu
(12/5), Sulistiowati, 45, kakak kandung korban beserta anggota keluarga
lainnya shock, dan sebagian
tidak sadarkan diri.
Mina meninggal ketika dioperasi tim dokter yang
berusaha mengeluarkan kepala bayinya yang putus dan tertinggal di rahim
saat melahirkan di RSUD Bangkalan, Madura, Selasa
(11/5).
''Saya sangat terpukul, setelah mengetahui
peristiwa yang menimpa saudara saya. Masa, kepala bayi bisa lepas dan
tertinggal di rahim. Dan, sampai sekarang, saya belum menerima penjelasan
dari pihak rumah sakit perihal kasus adik saya itu,'' kata Sulistiowati
dengan nada kesal, kepada Media.
Menurut Sulistiowati, pihaknya sangat menyesalkan
kejadian yang menewaskan adiknya tersebut. Pihak RS dinilainya tidak
memberi tindakan benar ketika menghadapi kasus persalinan
adiknya.
Ia menceritakan, peristiwa nahas yang merenggut
nyawa korban, terjadi ketika Mina Hayati hendak melahirkan di tempat
praktik bidan di Kecamatan Kamal. Karena posisi bayi sungsang (kepala di
atas), bidan merujuknya ke RSUD Bangkalan. Di RS tersebut diduga kepala
bayi copot karena badannya ditarik paksa saat
persalinan.
Melihat kondisi Mina terus melemah, ia pun dirujuk
ke RSUD dr Soetomo, Surabaya, untuk dioperasi. Namun malang,
si ibu pun pergi menyusul bayinya ketika tim dokter mengeluarkan kepala
bayi dari rahimnya.
''Saya ingin tanya sama Bapak, apakah ada kasus
melahirkan seperti saudara saya. Kemungkinan, bayi itu ditarik secara
paksa," kata Sulistiowati, sambil mencucurkan air mata.
Ketika dimintai konfirmasi wartawan, Direktur RSUD
Bangkalan dr Heru Ariyadi belum bersedia memberi penjelasan detail
mengenai kejadian tersebut. Heru cuma menjelaskan, saat dirujuk ke RSUD
Bangkalan, bayi berjenis kelamin laki-laki yang dikeluarkan terputus itu
sudah meninggal ketika masih di rahim ibunya.
Mengenai mengapa tidak segera diambil tindakan
operasi, Heru enggan menjelaskan. "Maaf, saya tidak bisa memberi
keterangan detail sebelum membahas masalah ini bersama dokter yang
menangani. Mungkin, hari Selasa (18/5) akan kita bahas," kilah
Heru.
Sementara itu, spesialis obstetri dan ginekologi
dr Taufik Jamaan dari Klinik Fertilitas Morula RS Bunda,
Jakarta, mengatakan, kasus pengeluaran bayi secara paksa
memang dikenal dalam dunia kedokteran, yaitu disebut embriotomi.
Embriotomi, kata Taufik, dilaksanakan kalau
persalinan normal tidak bisa dilakukan. Tujuannya untuk menyelamatkan jiwa
ibu, karena kalau bayi tidak cepat-cepat dikeluarkan, bisa membahayakan
nyawa si ibu. ''Itu pun biasanya dilakukan di RS yang fasilitasnya tidak
memadai,'' katanya. Taufik juga menambahkan embriotomi dilakukan jika bayi
yang dikandung sudah meninggal di rahim, dan struktur tubuhnya sudah tidak
utuh serta rapuh. ''Saya sebenarnya tidak bisa menjawab secara detail
kasus terlepasnya kepala bayi di RS Bangkalan. Saya harus mengetahui betul
bagaimana sebenarnya proses itu terjadi,''
katanya.(AR/Drd/V-1 |