Mumpung lagi bahas topik uang nih...
Kira2 sekarang anak playgroup, TK, SD standard uang sakunya berapa ya? 
 
Kalau melihat artikel ini sih, kelihatannya defaultnya kita kasih uang saku
utk anak. Kalau sekarang sih anak saya yg playgroup tiap hari dikasih uang
tapi utk tabungan di sekolah yg nanti bisa diambil di akhir pelajaran thn
depan. Hanya saya sih lihat anak2 di kompleks saya yg umur 4 thn ke atas
relatif dikasih uang sama ortunya. Besarnya beda2 dari mulai 1000-10.000,
dan itu emang dipergunakan utk jajan permen, kerupuk, es dan sejenisnya yg
menurut saya gak ada nilai gizinya sama sekali malah ngerusak gigi dan perut
 

Tnx,
Fenty

-------Original Message-------

From: [EMAIL PROTECTED]
Date: 24 Agustus 2004 14:29:28
To: balita-anda
Subject: [balita-anda] Artikel : Mengajarkan Nilai Uang pada Anak

MENGAJARKAN NILAI UANG
PADA ANAK
Oleh: Safir Senduk
Perlukah kita mengajarkan pada anak tentang nilai uang? Mungkin banyak yang
bilang nggak perlu, karena, toh, masih kecil. Tetapi sebetulnya, sejak kecil
pun anak sudah harus diajari tentang nilai uang. Dengan begitu, kelak ia
akan bisa menghargai usaha keras yang harus dilakukan untuk mendapatkan uang
 sekaligus mengatur keuangan.

Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengajarkan masalah uang kepada
anak-anaknya. Tetapi, kenyataan yang terjadi selama ini adalah, banyak orang
tua yang tidak menganggap masalah uang sebagai sesuatu yang cukup penting
untuk diajarkan kepada anak secara khusus. Contohnya, seorang anak usia 6
sampai 9 tahun bertanya pada orangtuanya tentang apa yang mereka lakukan
sehingga bisa mendapatkan uang setiap bulannya, atau "Darimana, sih, Papa
dan Mama dapat uang, kok, aku bisa dapat uang saku setiap hari?." Apa
jawaban orangtua? "Kamu nggak perlu tahu urusan orangtua. Pokoknya, kamu
harus rajin belajar."

Nah, jawaban seperti ini tentu tak baik dan harus dihindari. Pasalnya, anak
akan berpikir bahwa selama ini orangtuanya selalu mendapatkan uang dengan
mudah dan tanpa bekerja. Dengan begitu, ia akan selalu minta uang kepada
orangtua tanpa memikirkan bagaimana orangtuanya bersusah payah dan bekerja
keras untuk bisa mendapatkan uang. Akibatnya jelas, anak tidak akan
menghargai nilai uang, karena ia menganggap orang tuanya adalah sebuah pohon
uang, sehingga 'buah' di pohon itu (yang berupa uang) bisa dipetik setiap
saat.


KENALKAN DENGAN UANG

Jadi, jangan sepelekan masalah satu ini. Kini, saatnya Anda mengajarkan
nilai uang kepada buah hati Anda. Bagaimana memulainya? Mudah sekali.
Pertama-tama, kenalkan anak dengan uang. Ketika Anda memanggil seorang
tukang jualan di depan rumah, berikan uang pembayarannya kepada anak dan
suruh dia yang membayar tukang jualan itu. Di supermarket atau restoran,
Anda bisa meminta si kecil membayarkan uang belanjaan kepada kasir. Tentu
saja semua itu harus tetap dalam pengawasan Anda. Semakin besar nilai uang
yang Anda titipkan, semakin ketat pula pengawasan yang harus Anda lakukan.

Efek yang timbul disini adalah bahwa anak mulai dibiasakan untuk memegang
uang, dan ia sudah mulai menganggap bahwa uang yang dia pegang itu memiliki 
nilai'. Ini karena ia melihat di depan matanya sendiri bahwa uang yang dia
pegang dipakai untuk membayar sesuatu.

Pertanyaan berikutnya, kapan waktu terbaik memperkenalkan si kecil dengan
uang? Waktu yang paling tepat sebetulnya adalah ketika ia berusia 3-5 tahun.
Ini karena ia sudah mulai bersekolah, terutama pada usia 4 tahun.

Nah, ketika anak mulai terbiasa memegang uang, tiba waktunya bagi Anda untuk
mengajarkan tentang besar kecilnya nilai uang. Tidak perlu semuanya. Mungkin
bisa dimulai dari uang seratus sampai seribu rupiah. Lalu pelan-pelan
kenalkan lima, sepuluh ribu, sampai duapuluh ribu rupiah. Disini, Anda juga
sekaligus mengajarkan matematika secara sangat sederhana. Jadi, sebetulnya
Anda mengajarkan dua hal, uang dan matematika sederhana.

Setelah itu, yang harus Anda lakukan adalah:


1. ATUR JUMLAH UANG SAKUNYA

Ada saatnya dimana Anda akan memberikan uang saku kepada anak. Pemberian
uang saku ini berbeda-beda, baik jumlah maupun kapan uang saku itu mulai
diberikan untuk pertama kalinya. Bila anak selalu didampingi pengasuh,
mungkin saja uang sakunya dipegang oleh sang pengasuh. Tetapi, pasti ada
saatnya dimana anak akan lepas dari pengasuhnya, dan di situlah seharusnya
ia sudah mulai memegang uang saku secara rutin. Jadi, waktu yang paling
tepat untuk mulai memberikan uang saku adalah ketika anak sudah mulai
ditinggal 'sendiri' di sekolahnya.

Dengan memberikan uang saku secara secara rutin ketika ia ditinggal sendiri
di sekolah, mau tidak mau akan timbul perasaan mandiri pada diri anak.
Artinya, si kecil akan bisa menentukan sendiri, apa yang akan dia beli dan
apa yang tidak akan dia beli di sekolahnya pada hari itu. Bila anak masih
duduk di bangku TK atau SD, frekuensi pemberian yang paling tepat adalah
harian. Ini karena anak sekecil itu biasanya belum 'bisa' memegang uang
dalam jumlah besar. Dengan memberikannya secara harian, ia akan berpikir
bagaimana membelanjakan uang sakunya untuk hari itu saja.

Baru ketika anak sudah masuk ke jenjang SMP, Anda bisa mulai memberikan uang
saku secara mingguan, kemudian bulanan ketika ia masuk SMU dan kuliah.


2. AJAK ANAK BEKERJA

Perlu dibedakan bahwa bekerja tidak harus selalu dilakukan untuk mendapatkan
uang. Ada pekerjaan-pekerjaan yang sebaiknya ia lakukan di rumah dimana ia
tidak akan mendapatkan uang, seperti membantu mencuci piring atau menyapu
lantai rumah. Tanamkan kepada dirinya bahwa bila ia tidak mencuci piring,
maka ia tidak bisa makan lagi karena tidak ada lagi piring yang bersih. Atau
bila ia tidak menyapu lantai, maka rumah yang ia tinggali akan kotor, dan
seterusnya.

Tetapi, ada juga pekerjaan yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Anda
bisa coba mengajak anak untuk mengumpulkan koran-koran bekas, dan menjualnya
kepada tukang koran bekas yang lewat di depan rumah. Atau, Anda bisa ajak ia
untuk mengumpulkan barang-barang rombengan dan menjualnya ke tukang loak.

Setelah itu, biarkan anak yang menerima uang hasil penjualan itu untuk
menambah uang sakunya. Hanya perlu diingat, pekerjaan seperti ini harus
dilakukan dengan bimbingan Anda. Artinya, anak akan melakukannya
pertama-tama bila Anda mengajaknya terlebih dahulu. Maksud dari pelajaran
seperti ini jelas, yakni di pikiran anak akan tertanam bahwa untuk bisa
mendapatkan uang, seseorang harus bekerja.

Khusus untuk pekerjaan yang bisa mendatangkan uang, Anda harus memancingnya
agar anak mau melakukannya. Caranya adalah dengan mengatur uang saku rutin
yang Anda berikan. Tak usah terlalu besar, karena anak tidak akan lagi
berpikir untuk coba menambah uang saku yang ia miliki. Tetapi juga jangan
memberikan uang saku yang terlalu kecil, karena nanti anak akan terlalu
banyak 'bekerja' dan bisa-bisa melupakan belajarnya.


3. AJAR ANAK MENABUNG

Jangan lupa untuk mengajarkan anak menabung. Beritahu apa manfaatnya bila ia
rutin menabung setiap hari. Dengan menabung, ia tidak akan boros dan kelak
bisa memiliki banyak uang yang bisa dipakai untuk persediaan apabila
diperlukan, atau dipakai untuk membeli sesuatu yang memang sudah lama ia
idam-idamkan.

Bagaimana cara agar si kecil mau menabung? Belikan ia sebuah celengan. Kalau
perlu, carikan celengan yang bentuknya menarik, agar bisa menarik
perhatiannya setiap saat. Beritahukan padanya agar rajin memasukkan uang ke
celengannya.

Sebagai contoh, beri anak uang saku sebesar Rp 1500 tiap hari. Jangan lebih.
Dari sini, ajarkan ia agar selalu menyisakan uangnya setiap pulang sekolah
sebesar - mungkin - Rp 100 per hari. Jadi, ia tidak akan berbelanja sebesar
lebih dari Rp 1400 per hari. Lalu, apa yang terjadi bila anak hanya
mengeluarkan uang Rp 1000 hari itu? Sisanya yang Rp 400 bisa ia pakai untuk
menambah uang sakunya besok, atau ia tabungkan juga.

Tetapi, bagaimana kalau ia tidak bisa menabung juga? Mungkin saja uangnya
selalu habis ia belanjakan hari itu. Bila demikian, maka cara yang paling
ampuh adalah 'memaksa' anak untuk menabung. Caranya adalah 'memaksanya'
menabung sebelum dia pergi ke sekolah, bukan setelah ia pulang sekolah
dimana uangnya sudah habis ia belanjakan. Dengan begitu, bila uang sakunya
Rp 1500 per hari, berikan satu uang kertas pecahan seribu dan lima koin
pecahan seratus.

Nah, sebelum ia pergi ke sekolah, ingatkan dia, "Hari ini sudah nabung
belum?" Maka, ia akan memasukkan pecahan Rp 100 ke dalam celengan itu
sebelum pergi ke sekolah. Jadi, Anda sudah mengajarkan bahwa konsep menabung
adalah bukan menjadi prioritas paling akhir (setelah dia pulang sekolah
dimana uangnya mungkin sudah habis), tetapi menjadi prioritas yang pertama
(sebelum ia pergi membelanjakan uang sakunya).


4. AJAK ANAK MEMBUAT ANGGARAN SEDERHANA

Jika anak sudah mulai bisa berhitung (melakukan fungsi matematika seperti
penambahan atau pengurangan), maka Anda bisa mengajaknya untuk merencanakan
jumlah pemasukan dan pengeluarannya. Beri tahu bahwa semua uang yang dia
dapat, entah itu dari uang saku, pekerjaan, atau pemberian, harus selalu
diatur dan direncanakan penggunaannya. Beri tahu bahwa dengan memiliki
anggaran sederhana seperti itu, ia tidak akan kehabisan uang bila mau
menjalankan anggaran yang sudah ia buat sendiri. Contoh anggaran sederhana
untuk anak bisa Anda lihat di bawah ini:

Pemasukan:
Uang Saku : Rp 1500
Pekerjaan Sampingan : Rp 1000
Pemberian: -
Jumlah Pemasukan : Rp 2500

Pengeluaran:
Setoran ke celengan : Rp 100
Jajan di sekolah : Rp 500
Transportasi : Rp 500
Lain-lain : Rp 500
Jumlah pengeluaran : Rp 1600

Sisa : Rp 900

Jangan lupa, beritahu anak bahwa sisa uang sebesar Rp 900 yang ia miliki,
bisa ia gunakan untuk esok hari, atau ia tambahkan ke dalam celengannya.


5. AJAR ANAK MENYUMBANG DAN BERBUAT BAIK

Satu hal lagi yang harus Anda ajarkan pada anak adalah pentingnya menyumbang
dan berbuat baik pada orang lain. Pelajaran ini pasti sudah ia dapatkan di
sekolah, tetapi belum sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Nah, bila ia mempraktekkannya secara rutin, maka kelak ia tidak akan menjadi
individu yang egois dan hanya mengejar uang saja dalam hidupnya.

Bagaimana mempraktekkan hal ini? Coba ajarkan anak untuk melakukan hal-hal
dibawah ini:

   1.. Ajak anak untuk ikut bergotong royong di lingkungan Anda atau
sekolahnya, jika lingkungan tempat Anda tinggal atau lingkungan sekolahnya
mengadakan semacam kerja bakti. Juga, ajak anak untuk ikut menyumbangkan kue
dan makanan pada acara-acara seperti itu.

   2.. Anda sebaiknya tidak memonopoli sumbangan kue dan makanan tersebut,
tetapi ajak anak untuk berpikir, kue atau makanan apa yang akan ia
sumbangkan. Lalu, biarkan ia yang mengatur sendiri kue dan makanan tersebut.
Atau, bila itu sebuah kerja gotong royong dalam lingkungan, ajak anak
berpikir, tugas apa yang harus ia lakukan agar bisa ikut berpartisipasi
dalam kerja gotong royong itu?

   3.. Bila di lingkungan tersebut mengadakan acara pengumpulan dana, ajak
anak untuk ikut menyumbang. Anda bisa saja memakai uang Anda terlebih dulu
untuk kemudian ia setorkan ke situ. Tetapi lama kelamaan, coba lihat apakah
anak mau menyisihkan sedikit dari apa yang ia miliki (dari uang sakunya,
mungkin) untuk disumbangkan. Bila ia mau melakukannya, efeknya kelak saat ia
besar akan sangat bagus.

   4.. Ajak anak untuk menyumbangkan pakaian atau mainan yang sudah tidak
dipakainya (tetapi masih baik) untuk disumbangkan ke anak-anak lain yang
tidak seberuntung dia.
Nah, jika ini semua Anda lakukan, jangan heran jika kelak buah hati Anda
akan tumbuh menjadi seorang yang pandai. Mencari dan mengatur keuangan,
sekaligus menyisihkan sebagian uangnya untuk kebaikan.

Dikutip dari Tabloid NOVA No. 655/XIII

Kirim email ke