Justru bukan dengan cara orang tua ikut-ikutan berbahasa "planet" seperti yang selama 
ini banyak dilakukan.

Coba, deh, simak pembicaraan dua anak batita awal yang sedang bermanin bersama. "buh 
buh buh..." ucap si rambut ikal sambil menunjuk-nunjuk mainan barunya. 

"ma ma ta pa ta..." timpal temannya sambil tersenyum riang. Begitulah memang bahasa 
yang digunakan anak batita. Tentu saja tidak ada pakem atau aturan mainnya. 
Masing-masing anak bebas mengeluarkan suara semaunya dengan arti terserah dia pula. 
Tinggal orang dewasalah yang dibuat bingung. "Sebenarnya kamu mau ngomong apa, sih, 
Nak?"

HASIL INTERAKSI

Bila dirunut ke belakang, perkembangan bahasa seorang anak adalah hasil proses 
interaksi antara faktor fisiologis genetis. Setiap anak punya bawaan untuk mempelajari 
bahasa karena mempunyai LAD (Language Acuity Device). Artinya, setiap anak pasti bisa 
menguasai bahasa selama tidak ada gangguan perkembangan secara umum.

Yang kedua, faktor kematangan yang meliputi kematangan otot-otot wicaranya maupun 
kognitifnya. Gampangnya, seorang anak baru bisa bicara kalau ia sudah bisa membentuk 
imej akan suatu objek, tanpa benda tersebut harus dilihat langsung. Lalu, terakhir 
faktor stimulasi. Di sinilah peran orang tua untuk memancing, mengajak, dan melatih 
anak bicara. "Namun, orang tua tidak perlu khawatir. Dilatih atau tidak, selama memang 
tidak ada gangguan perkembangan, anak pasti bisa bicara dengan sendirinya, karena dua 
faktor di atas, yakni fisiologis dan kematangan," kata Roslina Verauli, M. Psi., dari 
Empati Development Center, Jakarta.

Selanjutnya, pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini 
menekankan bahwa yang jadi masalah ada anak yang bisa meninggalkan bahasa "planet" itu 
dengan cepat, tetapi ada juga yang tidak. "Di sinilah faktor stimulasi baru berperan," 
imbuhnya.

Di usia batita, bahasa "planet" yang diucapkan anak sebenarnya memiliki tahapan 
berikut, yakni:

* Mand

Saat memegang sesuatu, anak mengeluarkan bunyi secara asal. Dia belum tahu apa 
sebenarnya yang dipegangnya.

* Echoic

Ketika meminta sesuatu, anak hanya mengucapkan kata-kata yang tidak jelas sambil 
menunjuk-nunjuk ke suatu tempat.

* Tact

Anak menyentuh dulu suatu benda, barulah kemudian mengeluarkan bahasa "planet" seakan 
ia sedang membahas benda tersebut.

TIGA PROSES

Nah, setelah mengetahui proses perkembangan kemampuan bicara batita, lalu bagaimana 
cara orang tua memahami bahasa "planet" yang diucapkan anak? Ada tiga jurus ampuh yang 
bisa dilakukan sebagaimana yang disarankan Vera sebagai berikut:

1. Imitasi

Misalnya anak merengek minta sesuatu dengan mengucapkan, "Aauuuee...aueuuu" sambil 
menunjuk-nunjuk sesuatu. Sebaiknya segera angkat anak menuju objek yang diinginkan. 
Tanyakan padanya, "Adek mau apa? Mainan yang ini? Ini namanya boneka. Bo-ne-ka."

Ucapkan dengan jelas di depan anak, sehingga anak dapat melakukan imitasi untuk dapat 
mengucapkan kata "boneka". Mungkin pada saat itu anak tampak tidak peduli karena 
baginya yang penting keinginannya sudah terpenuhi. Meski begitu orang tua tetap 
disarankan memberikan penegasan bahwa benda yang diinginkannya itu adalah boneka. 
Semakin sering kata-kata tersebut diulang, makin tertancaplah dalam ingatan anak. 
Kelak pada saatnya nanti, anak bisa mengatakan "boneka" saat menginginkannya.

2. Asosiasi

Tiap kali melihat benda sejenis, orang tua selalu menegaskan bahwa itu adalah boneka, 
maka anak akan mengasosiasikannya untuk menyebut benda-benda seperti itu dengan 
istilah boneka. Mungkin pengucapannya belum jelas, tapi setidaknya anak sudah menyebut 
benda yang dimaksud.

3. Penguatan

Setelah anak bisa menyebutkan benda yang dimaksud meski belum begitu jelas, orang tua 
harus memberi penguatan. "Oh, Adek ingin boneka ya? Wah, pintar. Mama sekarang ngerti 
deh kalau Adek ingin boneka, soalnya Adek sudah bisa bilang." Pujian semacam itu akan 
membuat anak merasa senang sehingga di hari-hari berikut ucapan tersebut akan 
diulangnya lagi.

Dengan ketiga jurus di atas, orang tua tidak sekadar memahami bahasa "planet" yang 
diucapkan anak. Akan tetapi ada nilai lebih yang ditanamkan, yakni stimulus supaya 
anak mengerti bagaimana seharusnya bicara.

COBALAH MENGERTI

Kebalikannya, tidak sedikit pula orang tua yang justru "belajar" memahami bahasa 
"planet" yang digunakan anak. Misalnya dengan menandai kalau anak bicara "Eeoo..." 
berarti minta susu, atau kalau bilang "Aamuu..." berarti minta mainan dan sebagainya. 
"Tindakan seperti ini sebenarnya kurang bijaksana," tukas Vera, "karena proses 
stimulus berupa imitasi, asosiasi dan penguatan yang seharusnya dilalui anak jadi 
terlewatkan."

Anak tidak segera belajar bagaimana seharusnya berbahasa dengan benar. Soalnya, apa 
pun yang diucapkannya, anak akan berpikir bahwa orang-orang di sekelilingnya akan 
berusaha memahami. "Ini justru bisa jadi faktor penyebab anak makin lama meninggalkan 
bahasa 'planet'," tandas Vera.

Ada juga alasan lain, misalnya daripada anak menangis terus karena keinginannya tidak 
dimengerti orang tua, lebih baik orang tualah yang belajar mengerti. "Kalau alasannya 
seperti ini, maka permasalahannya justru makin lebar karena sebenarnya di usia ini 
anak sudah tidak boleh menggunakan tangisan sebagai cara berkomunikasi."

Lalu kalau sudah telanjur, bagaimana menanganinya? Tiap kali anak menangis, diamkan 
saja dulu. Bilang padanya, "Selama Adek masih menangis, mama tidak tahu apa maumu. 
Diam dulu deh lalu coba bilang sebenarnya Adek mau apa?" Setelah anak diam, barulah 
gunakan 3 jurus di atas untuk mengatasinya.

Memang benar seperti sudah disebutkan di atas, tanpa stimulasi pun akhirnya anak bisa 
berbahasa dengan benar. "Tapi kan sayang kalau kemampuan berbahasanya datang terlambat 
dibanding anak seusianya hanya gara-gara orang tua tidak memberikan stimulus yang 
tepat dan asal menuruti saja apa maunya anak," tandas Vera.

KAPAN MESTI WASPADA

Meski lewat usia 24 bulan penggunaan bahasa "planet" masih bisa ditolerir, bukan 
berarti orang tua boleh tidak peduli. "Selama kondisinya berjalan normal, memang 
wajar. Namun kalau ada sesuatu yang mencurigakan, orang tua harusnya segera waspada," 
tukasnya.

Vera lantas mengingatkan orang tua untuk mencermati poin-poin berikut:

- Kondisi fisik

Perhatikan perkembangan fisik anak, apakah semuanya berjalan normal ataukah ada 
gangguan. Bagaimana dengan kondisi organ bicaranya, apakah mengalami gangguan? Bila 
ya, orang tua sebaiknya segera curiga dengan membawanya ke dokter spesialis anak.

- Keterbelakangan mental

Coba perhatikan apakah anak mengerti benda yang dimaksudkannya saat meminta sesuatu. 
Bila ekspresi anak terlihat kosong atau sekadar merengek tapi sepertinya tidak 
mengerti apa maunya, sebaiknya orang tua segera waspada. Beberapa kasus anak dengan 
keterbelakangan mental juga ditandai dengan adanya gangguan bicara.

- Lewat 3 tahun

Toleransi penggunaan bahasa "planet" ada batasnya. Kalau selewat 3 tahun anak masih 
bicara dengan bunyi "au-au-au", sebaiknya segera bawa dia ke dokter spesialis anak, 
neurolog, atau psikolog perkembangan anak. Pada sebagian anak meski tidak ada apa-apa, 
tetap membutuhkan terapi wicara untuk mempercepat proses belajar bicaranya. 

BENARKAH SALING MENGERTI?

Benarkah anak-anak batita bisa saling memahami percakapan satu dengan lainnya sambil 
menggunakan bahasa "planet"? Benarkah anak-anak batita lebih mudah "ngobrol" dengan 
sesamanya dibanding dengan orang dewasa?

"Sebenarnya tidak persis seperti itu," tandas Vera. Di usia batita, walaupun anak 
terlihat bermain bersama, sebenarnya mereka tetap dengan dunianya sendiri-sendiri. 
Bahkan anak-anak yang terlihat bekerja sama dalam satu kelompok pun sebenarnya punya 
jalan pikiran yang masing-masing berbeda. Bisa jadi si anak yang satu berpikir bahwa 
mainannya bagus sambil terus berceloteh, sedangkan yang satunya sebenarnya ingin 
mengatakan bahwa ia ingin pipis, dan sebagainya. 

 
TAHAPAN PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BICARA ANAK 
Usia Kemampuan 

0-5 bulan

6-10 bulan

Mengeluarkan bunyi tanpa ada arti sama sekali.

Sudah bisa mengulang suku kata, seperti ma ma ma, ba ba ba, dan sebagainya.
10-14 bulan Anak sudah bisa mengucapkan kata pertamanya. Kata yang diucapkan sudah 
mempunyai arti, walaupun kata yang diucapkan tidak jelas. Ini yang sering diistilahkan 
sebagai bahasa "planet". Di usia ini anak melengkapi bahasanya dengan bahasa tubuh 
(gesture). Misalnya mengatakan, "Num...num," untuk minta minum sambil menunjuk-nunjuk 
botol susunya. 
15-18 bulan Kemampuan anak sudah meningkat, di mana bunyi dan ritme yang diucapkannya 
sudah mulai benar, meski terdengar belum begitu jelas. Di tahapan ini kadang anak 
masih menggunakan bahasa "planet". 
18-24 bulan Di usia ini anak sudah bisa mengucapkan kalimat pertamanya. Bahasa tubuh 
untuk memperjelas bicaranya sudah mulai berkurang. Kosakata yang dikuasainya berkisar 
50-400 kata dengan perkembangan yang sangat cepat. 
24-30 bulan Anak mulai belajar sintaksis (susunan/urutan bahasa), walaupun kata-kata 
yang diucapkannya kadang masih belum jelas. Setidaknya dalam kalimatnya sudah 
mengandung subyek, predikat dan objek. 
31-36 bulan Susunan kata yang digunakan sudah lebih panjang. 
Di atas 36 bulan Kemampuan berbahasanya berkembang pesat dan hampir menyerupai orang 
dewasa. Namun, pilihan kata masih terbatas pada kata-kata informal atau yang sering 
digunakan sehari-hari.

Kirim email ke