Bapak Ibu, Aku mau sharing mengenai pengalaman duka keluarga kami, dan aku berharap ini semua menjadi pelajaran berharga buat kita semua dan kita dapat lebih waspada terhadap segala macam penyakit.
13 desember yang lalu keluarga besar suamiku telah kehilangan adik perempuan satu2nya yang berumur 31 thn, Tari. Boleh dikata Alm jarang sekali sakit, tapi sekitar 3 thn yll Alm didiagnosa demam berdarah, karena trombositnya rendah, setelah sembuh dari DB keadaanya pulih kembali,tapi kemungkinan besar itulah awal mula alm terserang LUPUS. Bulan puasa tahun 2003 alm kembali diopname karena ginjalnya bocor. Waktu itu aku juga pernah tanya di milis ini mengenai pengobatan alternative untuk ginjal. Belum sempat ke alternative,alhamdulillah alm sembuh walau cukup lama di opname (sekitar 1 bln). Nah bulan Juni yll alm kembali diopname karena ginjalnya kambuh, dr ahli ginjal yang mengobatinya tidak mengetahui mengapa ginjal alm bisa bocor. Baru setelah drnya ke luar kota dr penggantinya curiga alm menderita Lupus, dan ternyata itu benar setelah dilakukan beberapa uji lab termasuk tes dsDNA, sayangnya ini terlambat ketahuan, karena Lupusnya sudah menyerang ginjal dan darah yang membuat HB nya drop dan berkali2 transfusi darah serta trombosit. Setelah tau LUPUS barulah kami sekeluarga sibuk mencari tau tentang penyakit ini. Alhamdulillah melalui mbak Meutia Meranti, salah seorang rekan milis BA(ibu Afi, thanks atas semua informasi dan supportnya) mengirimkan artikel lengkap mengenai penyakit ini dan memang beberapa criteria penyakit Lupus ada pada alm Tari. Dari mbak Afi juga kami mengetahui Prof Karmel yang ternyata ahli dalam penanganan lupus ini. Jadi mulai Juli alm dirawat dan ditangani oleh Prof Karmel, akan tetapi karena Lupusnya sudah berat dan alm juga jadi susah sekali makan (dan diatas semuanya memang sudah merupakan takdir Ilahi),Lupusnya menyerang otak dan jantung sehingga akhirnya alm pada tgl 13 september 2004 yll dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu saya ingin berbagi informasi mengenai penyakit lupus ini karena memang sangat mengerikan, karena dia menyerang organ tubuh kita. Berikut aku copiin informasi mengenai Lupus dari rekan milis kita (Afi). Semoga berguna dan semoga Yang Kuasa memberikan kesehatan lahir bathin buat kita semua dan keluarga.Amin. Yenni Mamanya Naufal-Nabil-Nadhif LUPUS (SLE = Sistemic Lupus Erythematosus) Selain AIDS yang pendatang baru, ada juga penyakit lama yang belum bisa disembuhkan, yakni lupus. Penyakit yang dijuluki si Peniru Ulung ini sering dikira penyakit lain. Kalau sedang aktif, tak kalah mengerikan dibandingkan dengan AIDS. Wanita yang semula berparas cantik bisa kehilangan kecantikannya. Lupus diketahui sebagai penyakit otoimun, penyakit yang muncul lantaran sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang justru mengganggu kesehatan tubuh. Di dalam tubuh manusia selalu ada sistem kekebalan tubuh, yang terdiri atas zat anti dan sel darah putih. Sistem imun ini bertugas melindungi tubuh manusia dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus, mikroba lain). Pada lupus, oleh sebab yang belum diketahui, zat anti dan sel darah putih tadi justru menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. Akibatnya, organ-organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus pun muncul. Perusakan jaringan tadi terjadi dengan dua cara. Zat anti langsung menyerang sel jaringan tubuh. Atau, zat itu masuk aliran darah dan bertemu antigen, lalu berkoalisi membentuk kompleks imun. Kompleks ini tetap ikut aliran darah sebelum tersangkut di pembuluh darah kapiler organ tertentu. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dieliminasi oleh sel-sel radang. Sebaliknya, dalam keadaan tidak normal kompleks itu tidak dapat dihilangkan dengan baik dan sel-sel radang sebaliknya malah bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan. Bila peradangan berlanjut, organ tubuh akan rusak, fungsinya terganggu sehingga menimbulkan gejala penyakit. Diduga, sinar matahari maupun hormon estrogen mempermudah terjadinya reaksi otoimun. Positif lupus, empat criteria Gejala penyakit ini dibedakan atas gejala umum dan gejala pada organ tertentu. Gejala umum yang sering ditemukan di antaranya, penderita sering merasa lemah, kelelahan berlebihan, demam, dan pegal-pegal. Gejala ini muncul ketika lupus sedang aktif dan menghilang ketika tidak aktif. Organ-organ tubuh yang biasanya menunjukkan adanya lupus sangat banyak, dari kulit, ginjal, jantung, hingga otak. Pada kulit gejalanya berupa ruam merah berbentuk mirip kupu-kupu di kedua pipi. Di bagian tubuh lainnya terdapat bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik. Kerontokan rambut dan sariawan merupakan gejala lain pada kulit. Kalau dilihat secara utuh, penderita lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip monster. Pada dada timbul rasa sakit yang menimbulkan gangguan pernapasan. Bila jantung atau paru-paru terserang, penderita akan merasakan jantung berdebar atau sesak napas. Bila jantung mengalami kelainan lanjutan, kaki menjadi bengkak. Pada sistem otot gejala yang dirasakan penderita adalah rasa lemah atau sakit di otot. Pada pesendian akan dirasakan sakit, baik dengan ataupun tanpa pembengkakan dan kemerahan. Pada darah terjadi penurunan jumlah sel darah merah, putih, dan sel pengatur pembekuan darah. Sedang pada saluran pencernaan muncul gejala sakit perut, mual, muntah, diare, atau sukar buang air besar. Pada ginjal terjadi gangguan fungsi yang mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil metabolisme dan banyaknya kandungan protein dalam urine. Pada sistem saraf timbul gangguan pada otak, saraf sumsum tulang belakang dan saraf tepi, yang mengakibatkan pusing atau kejang. Bahkan, bisa sampai menimbulkan stroke dan gangguan jiwa, meskipun ini jarang terjadi. Menurut dr. Heru, pada 1971 untuk bisa menentukan seseorang terserang lupus setidaknya diperlukan 14 kriteria. Pada 1982 kriteria itu menjadi 11. Sekarang, diperlukan hanya empat kriteria. "Tapi bukan berarti kalau ada tiga kriteria bukan lupus. Tiga kriteria saja sudah bisa menunjukkan kemungkinan adanya penyakit lupus," tambah dr. Heru. Bahkan, bila menunjukkan gejala pada dua atau lebih organ atau sistem tadi, seseorang harus diwaspadai menderita lupus. Gejala lupus sering menyerupai penyakit lain, sehingga penyakit ini sering dijuluki Si Peniru Ulung. "Karena itu kita harus hati-hati dalam menginterprestasikan hasil pemeriksaan," jelas dr. Heru. Bisa saja dokter menduga pasiennya terserang sifilis, batu ginjal, atau rematik, seperti yang dialami Tiara Savitri, penderita lupus yang kini menjadi Ketua Yayasan Lupus Indonesia. Bahkan, menurut Robert, tidak akan ada dua penderita systemic lupus memiliki gejala yang sama. "Tipu daya" macam itu tidak jarang menyebabkan dokter maupun penderita frustasi akibat penyakitnya tak kunjung membaik. Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti diperlukan pemeriksaan darah atau biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika lupus sedang aktif. Hamil boleh, tapi direncanakan Meski masih belum bisa disembuhkan, odapus tetap bisa mendapatkan pengobatan agar bisa hidup lebih lama seperti orang sehat. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala lupus yang ada. Pengobatan juga perlu didukung perubahan pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian obat secara tepat, dan pengaturan gizi seimbang. Menurut dr. Harry Isbagyo, SpPD, KR, dari Sub Bagian Reumatologi, Bagian Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, dalam proses pengobatan pasien mesti dievaluasi minimal tiga bulan sekali, tergantung status kesehatannya. Tujuannya, mengevaluasi aktivitas penyakit dan menentukan pengobatan selanjutnya. "Penyakit ini berlangsung lama, bisa bertahun-tahun. Jadi harus sabar dalam menjalani pengobatan," jelas dr. Harry. Penderita memerlukan program pengaturan lama beraktivitas dan lama tidur. Menurut dr. Harry, bagi odapus, kecapekan dan stres berat merupakan penyebab tercetusnya gejala lupus. Karena itu, hidup teratur merupakan keharusan. "Olahraga juga boleh. Tapi jangan dipaksakan, misalnya jangan dilakukan pada siang hari saat matahari sudah kuat," tambah dr. Heru. Meski tidak semua odapus sensitif terhadap sinar matahari, mereka dianjurkan menghindari paparan sinar matahari secara langsung untuk waktu lama karena kekambuhan penyakit sering terjadi setelah terpapar sinar ultraviolet. Dr. Heru menganjurkan penderita keluar rumah hanya sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Ketika keluar rumah, penderita memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang akan terpapar. Dr. Harry juga menyarankan penderita mengenakan pakaian yang tepat. Menurut dr. Harry, penderita perlu segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala panas tanpa diketahui penyebabnya. Bila hendak mendapat berbagai tindakan medik, macam pengobatan gigi, tindakan terhadap saluran kemih dan kandungan, atau tidakan bedah lainnya, penderita perlu berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan antibiotika pencegahan. Bila penderita terserang pada organ utama, seperti ginjal, paru, jantung, dsb., penyakitnya sedang aktif, atau dalam pengobatan dengan obat-obatan imunsurpresif, dia sebaiknya dicegah dari kehamilan. "Penderita yang penyakitnya sedang aktif, jarang sekali bisa hamil. Kalaupun bisa hamil biasanya akan menimbulkan keguguran. Karena itu, kalau berhasil hamil sebaiknya penyakitnya selalu dikontrol," tegas dr. Harry. Namun dokter ini juga mengingatkan bahwa yang terbaik adalah kehamilan terencana. Artinya, selama penyakitnya aktif, kehamilan dihindarkan dan pengobatan dilakukan secara intensif. Odapus dianjurkan menghindari kontrasepsi yang mengandung estrogen. Setelah penyakitnya teratasi, barulah merencanakan kehamilan. Dalam pengobatan lupus, ada dua kategori obat yang digunakan, yakni golongan kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid. Golongan kortikosteroid merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan kulit diberikan dalam bentuk topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus ringan digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet dosis rendah. Bila lupus sudah dalam kondisi berat, digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. "Kalau sudah menyerang otak, misalnya, dosisnya bisa sampai 1.000 mg per hari," jelas dr. Harry. Setelah kondisinya teratasi, dosis diturunkan sampai dosis terendah yang dapat mencegah kambuhnya penyakit. Obat golongan bukan kortikosteroid biasanya merupakan pelengkap obat kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah antiinflamasi nonsteroid (OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi; obat antimalaria (kloroquin/resochin, dihidroksi kloroquin/plaquenil) untuk mengatasi gejala penyakit pada kulit, rambut, nyeri otot dan sendi, bahkan untuk odapus dengan gejala ringan; dan obat imunosupresif macam siklofostamid untuk kondisi yang disertai gangguan ginjal, azatioprin yang merupakan obat pendamping kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat dikurangi, dan klorambusil. Penggunaan obat-obat tadi mesti dengan pertimbangan matang mengingat efek sampingan yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid, misalnya, bisa memberi efek sampingan berupa wajah membulat (moonface), penyakit cushing, osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dsb. OAINS menimbulkan gangguan lambung, ginjal, darah, dsb. Obat antimalaria memberi dampak gangguan penglihatan akibat deposit di kornea mata dan retinopati. Sedangkan imunosupresif memberi efek sampingan berupa mual atau muntah, gangguan darah, ginjal, dan mudah terkena infeksi. Meski efek sampingan tak dapat dihindarkan (yang bisa hanya mengurangi), pengobatan mesti dilakukan. "Pencegahan penyakit ini belum bisa dilakukan karena penyebab pastinya saja belum diketahui," ungkap dr. Heru. Meski begitu, kalau sudah positif terkena lupus, segala upaya mesti tetap dilakukan agar penderita bisa menikmati hidup dengan baik. "Odapus bisa bertahan lebih lama dengan penggunaan obat secara terkontrol," tegas dr. Harry. "Yang penting adalah dosisnya. Dosis dipilih seringan mungkin," tambahnya. Kini, angka harapan hidup penderita lupus sudah termasuk sangat tinggi. Di AS dan Eropa, kalau pada tahun 1955 harapan hidup penderita lupus dalam waktu lima tahun kurang dari 50%, maka pada tahun 1991 telah mencapai 89 - 97%. Bahkan, harapan hidup 10 tahun telah mencapai 83 - 93%. Semuanya lantaran adanya cara-cara diagnosis lebih dini dan metode pengobatan lebih baik. (Gde)