Autisme ======= Beberapa waktu lalu, penulis menerima "e-mail" yang menanyakan masalah anak. Tersebut kisah Nyonya Vinna yang menanyakan kondisi anaknya yang meskipun sudah berusia lima tahun, belum juga bisa bercakap-cakap. Arin, nama putri kesayangannya itu, sukar diajak berkomunikasi, tidak ada tanggapan apa pun. Kebiasaannya hanya bermain-main sendiri. Dibilang Arin tidak bisa mendengar juga tidak, lanjut Ibu Vinna. Buktinya, setiap kali ada acara televisi yang disenanginya, ia selalu mendekati televisi dan sepertinya asyik mendengarkan dan menonton acara tersebut.
[IMAGE] Pernah suatu saat jantung Ny Vinna seakan terloncat ketika menyaksikan anaknya sedang bermain di jalanan dan tidak peduli klakson sepeda motor yang akan lewat. Untung saja sang pengemudi sepeda motor tersebut masih sempat mengerem motornya. Kalau tidak, mungkin Arin sudah dirawat di rumah sakit. Menjawab e-mail seperti itu, seperti biasa penulis selalu menganjurkan untuk berkonsultasi langsung mengenai anaknya dengan dokter. Konsultasi langsung berarti bertatap muka langsung karena banyak hal yang perlu diperiksa dan dianalisis sebelum mendiagnosis atau menentukan penyakit yang diderita. Mungkin saja Arin menyandang suatu penyakit yang disebut autisme. Autisme Definisi autisme adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang berat atau luas, terjadi pada anak dalam tiga tahun pertama kehidupannya. Masalah itu bisa dimulai sejak janin berusia enam bulan (trimester II) dalam kandungan, dan dapat terus berlanjut semasa hidupnya jika tidak dilakukan intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komprehensif (menyeluruh). Jika tidak ditangani, penyandang autisme akan bergantung terus hidupnya pada orang lain atau tidak bisa hidup normal, bahkan untuk dirinya sendiri. Perilaku Autisme Menurut dr Rudy Sutadi dalam keterangannya kepada media massa di sela-sela Kongres/Konferensi Nasional Autisme Indonesia baru-baru ini, secara sederhana masalah yang sering terdapat pada penyandang autisme adalah sebagai berikut. 1. Kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi seperti bicara dan berbahasa. Pada penyandang autisme, terjadi (a) keterlambatan bicara, (b) tidak bisa bicara, (c) keterampilan berbicara bisa terhenti atau hilang. Anak autisme jika berbicara hanya mengeluarkan suara-suara/suku-suku kata yang tidak punya arti (babling/bahasa "planet"). Untuk berkomunikasi dengan orangtuanya, misalnya menginginkan sesuatu, anak tersebut hanya menarik-narik tangan orang dewasa. Pada mereka yang mulai bisa bicara, mungkin hanya mengulangi kata-kata orang lain (membeo/echoing/echolaly) atau pada usia 18-24 bulan tiba-tiba bicaranya menghilang (berhenti bicara). 2. Terjadi ketidaknormalan dan hal menerima rangsang melalui pancaindera (pendengaran, penglihatan, perabaan, dan lain-lain) Penyandang autisme mengalami sensasi yang abnormal pada mulut dan tungkai. Juga menjadi kurang sensitif terhadap suara sehingga bisa menjadi kurang pendengaran dari ringan sampai hilang (tidak bisa mendengar sama sekali, tuli). Juga terjadi sensitivitas terhadap cahaya atau penglihatannya menjadi kabur. Begitu juga dalam hal perabaan. 3. Masalah gerak/motorik. Penyandang autisme sering kali berulang-ulang menggerakkan suatu gerakan tertentu. Bisa terjadi ketidakserasian koordinasi mata dengan tangan, langkah dan postur tubuh menjadi tidak normal, serta kesulitan duduk/merangkak/berjalan. Masalah itu bisa juga terdeteksi pada awal kehidupan, yaitu semasa janin (dalam kandungan). Menurut dr Rudy, ada seorang pakar USG (ultrasonografi) yang menceritakan bagaimana seorang janin terdeteksi dengan USG begitu sangat aktif bergerak (abnormal). Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata bayi yang dilahirkan tersebut mengalami autisme di kemudian hari. 4. Kelemahan kognitif. Penyandang autisme sukar untuk berkonsentrasi (mudah/cepat mengalihkan perhatian), sukar untuk mengkhayal, merencanakan, dan mengorganisasikan. Hasil akhirnya adalah sukar untuk melakukan instruksi yang kompleks, misalnya mengerjakan sesuatu yang terdiri dari beberapa gerak. "Sebab itu, meskipun penyakit itu tidak mengenal status sosial (siapa pun bisa terkena), tidak ada/mungkin penyandang autisme bisa menjadi pengemis aktif," tegas dr Rudi. Perilaku mengemis aktif memerlukan suatu perencanaan dan pengorganisasian tingkah laku. 5. Perilaku yang tidak biasa. Penyandang autisme mempunyai kecenderungan untuk bertingkah laku yang tidak biasanya. Misalnya membentur-benturkan kepala (melukai diri sendiri, sangat aktif, sehingga cenderung merusak/agitasi), menangis tanpa sebab, menyeringai, bengong, dan sukar tidur. 6. Gangguan "psikiatrik". Pada bidang interaksi sosial, penyandang autis berperilaku menghindar atau tidak mau bertatap mata (kontak mata), tidak mau bermain dengan anak sebaya (malu dan menarik diri). Akibatnya, penyandang autisme menjadi berkurang hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. Penyandang juga menjadi kurang bisa berempati (merasa apa yang dirasakan orang lain). Peminatannya menjadi terbatas dan berulang-ulang, misalnya minat berlebihan pada suatu benda, tidak mau diubah rutinitasnya, terpukau/terpaku pada bagian- bagian benda, stimulasi diri seperti jalan berjinjit, berputar-putar, memutar- mutar benda, senang melihat benda berputar, dan mengepak-ngepakkan kedua tangan. 7. Masalah fisik. Dalam hal fisik, mengunyah maupun menelan makanan menjadi persoalan yang rumit bagi penyandang autisme. Penyandang autisme sering mengalami gatal-gatal (eksim), mencret/diare, sembelit, susah makan, dan sebagainya. Secara sederhana dikatakan bahwa penyandang autisme memiliki gangguan/ masalah pada bidang komunikasi, interaksi sosial, serta aktivitas dan minat yang terbatas serta berulang-ulang (repetitious ). Mungkin juga terdapat masalah pada bidang sensasi (hiper/hiposensitif pada pancaindera) dan fungsi adaptif (bantu-diri). Itu semua menyebabkan tingkat perkembangan/kemampuan penyandang autisme semakin lama semakin jauh tertinggal dari anak sebayanya. [IMAGE] Kekerapan Jumlah penyandang autisme semakin hari semakin bertambah. Dari kepustakaan sebelum tahun 1990-an disebutkan ada sekitar 2-5 kasus per 10.000 kelahiran. Kemudian tahun 1990-an meningkat menjadi 15-20 kasus per 10.000 kelahiran. Data terakhir tahun 2001 dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan peningkatan yang jauh lebih banyak lagi, yaitu sekitar 60 kasus per 10.000 kelahiran atau 1 di antara 250 penduduk. Di Indonesia, sukar menentukan angka yang pasti, namun masih menurut dr Rudy, jelas terlihat adanya peningkatan yang mencolok pada jumlah penyandang autisme. Kita dengan mudah menemukan adanya penyandang autisme di antara anak/keponakan/cucu/ tetangga kita. Autisme bukanlah penyakit mental. Anak-anak dengan autisme bukanlah mereka yang sukar dikendalikan untuk berlaku sopan. Autisme tidak disebabkan oleh pola asuh yang salah dari orangtuanya. Telah diketahui pula tidak ada faktor psikologis yang bisa memungkinkan terjadinya autisme pada anak-anak. Penyebab Autisme Peneliti dari seluruh dunia telah menghabiskan waktu dan energi untuk menjawab pertanyaan itu. Para dokter telah mencari keterangan dari pelbagai bentuk autisme yang ada. Meskipun tidak ada faktor tunggal penyebab autisme yang diketahui, penelitian saat ini menghubungkan penyakit autisme dengan gangguan biologi atau saraf dalam otak manusia. Pada keluarga tertentu terdapat kecenderungan mempunyai pola menyandang autisme atau kecacatan yang berhubungan dengan itu. Dasar genetika dalam hal itu dipercaya sangatlah kompleks sebab mungkin melibatkan beberapa gen secara terkombinasi. Di samping faktor genetika, mutasi gen juga bisa menyebabkan autisme. Berlandaskan faktor genetika, kemudian dipicu oleh faktor-faktor lingkungan yang multifaktor, seperti infeksi dalam kandungan (rubella, cytomegalovirus), bahan-bahan kimia (pengawet makanan, perasa/penyedap makanan, dan berbagai food addictive lainnya), juga pengaruh logam berat merkuri pada bayi dalam kandungan usia enam bulan, infeksi jamur pada wanita hamil seperti keputihan, beberapa polutan juga dianggap sebagai pemicunya seperti lead/ plumbum/timbel/timah hitam, merkuri/air raksa dari ikan yang tercemar limbah air raksa atau merkuri sebagai bahan pengawet vaksin. Setelah itu terjadi, makin hari keadaan bayi/anak makin memburuk sehubungan dengan adanya zat-zat makanan yang biasanya tidak menimbulkan masalah pada anak normal, sang anak autis mengalami reaksi alergi/ keracunan. Penanganan Yang tidak kalah penting menurut dokter spesialis anak Rudy Sutadi adalah deteksi dini penyakit tersebut. Janganlah orangtua, terutama para teman sejawat (dokter), menyepelekan kasus anak yang mungkin menyandang autisme. Menganggap remeh kondisi anak yang autistik terlihat dari ungkapan seperti "Ah, memang anak cowok biasanya begitu" atau "Ini perkembangan yang masih dalam batas toleransi, nanti juga akan kembali normal" bahkan ada yang menganggap bahwa sifat autistik itu merupakan tanda dari anak yang cerdas karena memang tidak berarti anak penyandang autisme itu tidak bisa cerdas. Yang paling penting dalam hal tersebut adalah deteksi dini dan penanganan autisme tersebut. Intervensi terpilih (intervention of choice) yang diyakini Dr Rudy adalah menggunakan prinsip AHA ( Applied Behavior Analyst). Kelebihan metode intervensi itu adalah pendekatannya yang sistematis, terstruktur, dan terukur pada penyandang autisme untuk mengatasi ketidakmampuannya. Intervensi tidak bisa menyembuhkan 100 persen, namun bisa mengurangi beban yang harus dipikul baik si penyandangnya maupun kepada orangtua atau masyarakat sekitarnya. Menyerahkan penanganan penyandang pada mereka yang tidak kompeten akan membuat makin lama penanganannya sehingga makin sukar untuk kembali "normal". Dokter yang menyenangi internet/komputer tersebut menganalogikan prinsip AHA sebagai software tertentu yang memerlukan hardware yang sesuai (berkemampuan), agar bisa menjalankan software tersebut. Hardware yang dimaksud adalah intervensi biomedis, seperti diit khusus, obat-obatan khusus, dan lain-lain. Jadi, mau tidak mau, pendekatan penyandang autisme harus melibatkan multidisiplin ilmu, seperti dokter anak, dokter kebidanan, dokter internis, psikiater, dokter gigi, psikolog, dan terapis. Hubungan Autisme dan Kecerdasan Autisme tidak ada hubungannya dengan kecerdasan intelektual. Ada penyandang autisme yang pintar dan bisa jadi pembicara yang terkenal. Untuk itu, dia mesti melengkapi dengan alat untuk meminimalkan masalah/kekurangannya, misalnya membawa buku yang banyak yang dibaca sebelum presentasinya dimulai. Semua itu bisa terjadi tentunya jika penyandang autisme telah di"sembuh"-kan. Dalam penanganan akan diajarkan cara-cara mengatasi hambatan/kekurangan akibat keadaan autistik. Jika sudah bisa untuk hidup mandiri, penderita autistik bisa hidup layaknya seperti orang normal. Bersekolah, bekerja, dan seterusnya. (Sumber: Kongres/Konferensi Nasional Autisme Indonesia, Jakarta 3 - 4 Mei 2003) dr "Internet" Erik Tapan [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------- DUKUNG situs Balita-Anda.Com sebagai Situs Terbaik Wanita & Anak 2004-2005 versi Majalah Komputer Aktif, dengan ketik: POLL ST WAN 2 ke nomor 8811, selama 16 Okt sd. 30 Nov. 2004. Raih sebuah ponsel SonyEricsson K500i, dua buah ponsel Nokia 3100 dan 10 paket merchandise komputerakt!f bagi para peserta polling yang beruntung. Satu nomor ponsel hanya berhak memberikan satu suara dukungan untuk tiap kategorinya. Polling ini berlaku untuk pelanggan Telkomsel, Indosat maupun Excelcom dengan tarif Rp 1.500. --------------------------------------------------------------------- >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]