______________________________________________________________________________________-
 
                                                                                
         
                                                                                
         
 Ya, Allah .......                                                              
         
                                                                                
         
 Laporan : asro kamal rokan                                                     
         
                                                                                
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Tidak seorang pun dapat mengetahui apa yang akan terjadi jam-jam berikutnya, 
apalagi    
 esok hari. Ahad (26/12) pagi, Nanggroe Aceh Darussalam bergerak normal, 
seperti         
 hari-hari sebelumnya. Angin menyapa daun-daun kelapa di pinggir pantai. 
Ibu-ibu pergi   
 ke pasar. Sebagian anak-anak bermain riang di halaman rumah, ada juga masih 
tertidur    
 lelap. Tiba-tiba terdengar dentuman sangat keras.                              
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Ya, Allah, gelombang air setinggi empat sampai sepuluh meter bergulung-gulung 
dan       
 berlari sangat cepat. Ibu-ibu mencoba menggapai anak-anaknya, namun gelombang 
jauh      
 lebih cepat merampasnya. Anak-anak berlari sekuat ia mampu, namun kaki mereka 
begitu    
 kecil, langkah mereka tertatih-tatih. Mereka terseret jauh, berpisah, dan tak 
pernah    
 lagi berjumpa selamanya. Orang-orang di pasar panik, mereka berhamburan 
menyelamatkan   
 diri. Namun gelombang mendahului mereka, dan mereka hilang entah ke mana.      
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Gelombang pasang telah memisahkan ibu dengan anaknya, memisahkan suami dengan 
istrinya, 
 memisahkan orang-orang tercinta. Rumah-rumah roboh, pohon-pohon tumbang. Semua 
lindap,  
 merapat ke tanah --seperti bersujud. Kaki-kaki kecil itu, kaki para bayi, yang 
tadinya  
 bergerak lincah, kini kaku selamanya. Ketika air surut, mayat-mayat 
bergelimpangan.     
 Ribuan jumlahnya. Anak-anak kecil itu, bayi-bayi itu, orang-orang tua renta,   
         
 perempuan-perempuan, wafat dibalut lumpur. Ada yang tertimbun bersama 
pepohonan dan     
 rumah yang rubuh.                                                              
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Ya, Allah, hanya sekejap, hanya sekejap, semua lindap. Kita saksikan bencana 
di Aceh    
 dan Sumatera Utara ini. Kita saksikan, di layar televisi, ibu-ibu menangis 
putus asa,   
 mayat-mayat bergeletakan bahkan tersangkut di pohon-pohon. Namun hanya 
sejenak, setelah 
 itu televisi menayangkan sinetron kehidupan mewah remaja kota, tayangan 
mistik, dan     
 tari-tarian semiporno -- seperti tidak ada bencana. Tidakkah ada sedikit waktu 
untuk    
 lagu-lagu kebangsaan, membangkitkan rasa nasionalisme, kesetiakawanan sosial. 
Apa       
 susahnya?                                                                      
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Di kota-kota besar, tak banyak bendera setengah tiang dikibarkan. Seakan tidak 
terjadi  
 apa-apa. Orang-orang berpunya sedang bersiap-siap untuk pesta akhir tahun di 
hotel      
 mewah dan keluar negeri. Hotel-hotel dan tempat hiburan menyiapkan paket 
puluhan juta   
 rupiah. Ya Allah ...., terlalu banyak berhala kami sembah: kesenangan dunia, 
harga      
 diri, kesombongan, dan materi.                                                 
         
                                                                                
         
                                                                                
         
 Kami lebih suka mencari dunia, lupa pada akhirat. Mencari kehidupan, lupa pada 
         
 kematian. Kami memburu harta tak henti-hentinya, tapi lupa hanya dalam sekejab 
ia bisa  
 musnah. Kami mencari kegembiraan, tapi lupa dalam beberapa detik dapat berubah 
menjadi  
 tangisan. Ya Allah ..., kami selalu berpikir dapat melakukan semuanya tanpa    
         
 campur-tangan-Mu. Kami melakukan apa yang kami kehendaki, tanpa berpikir bahwa 
         
 kehendak-Mu yang berlaku. Kami berpikir dapat mengatur semuanya, tapi lupa 
bahwa        
 Kau-lah Maha Penentu. Ya, Allah ..., kami tersesat. Beri kami kesempatan untuk 
pulang   
                                                                                
         
 source: Republika                                                              
         
                                                                                
         








Kirim bunga, buket balon atau cake: http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke