Copy paste dari detik.com, tidak ada salahnya bila berhati-hati bila buah hati 
kita mengkonsumsi minuman kemasan:
 
 
 
2005-01-13 09:00:00 Wawancara Takasu Masaharu Coca Cola Sombong Sekali
Reporter: Ismoko Widyaya
detikcom - Jakarta, Takasu Masaharu mengaku masih sangat tersinggung dengan 
sikap manajemen Coca 
Cola yang menganggap remeh konsumen. Dia sangat berharap gugatannya terhadap 
Coca Cola dikabulkan pengadilan.

Hal tersebut diungkapkan Masaharu kepada detikcom saat ditemui di kantornya, di 
Gedung Wirausaha, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2004). 
Dalam kesempatan itu Masaharu didampingi kuasa hukumnya, Ike Farida. 

Berikut petikan lengkap wawancara antara Masaharu dengan detikcom.

Bagaimana kronologis kejadiannya?

Saya bersama dua orang Indonesia bawahan saya, Sukri Gozali dan Sunarto, 
menggunakan mobil pick up setelah pulang kerja pada malam hari menuju pulang ke 
rumah di Bintaro. Semua lapar, saya mau makan di restoran tapi restoran di 
Bintaro jauh, tidak ada apa-apa.

Salah seorang bawahan saya menyarankan untuk makan nasi goreng yang enak di 
sebuah warung tenda. Saya kemudian duduk di tengah. Ketika ditawarkan minuman, 
saya memilih Coca Cola sedangkan kedua orang lainnya minum teh. Tidak lama 
kemudian datang Coca Colanya, langsung saya minum menggunakan sedotan, 
kira-kira setengahnya sudah saya minum. Saya tidak sempat lihat (Coca Colanya), 
karena saya lapar dan haus.

Setelah saya minum, rasanya tidak enak. Seperti rasa sampo atau sabun. Saya 
melihat tanggal kadaluarsa berapa, setelah diterangkan oleh teman ternyata 
masih bagus. Sukri kemudian mencoba Coca Cola yang saya minum. Sukri bilang 
jangan diminum, ini bukan rasa Coca Cola.

Setelah dilihat melalui lampu ada obat nyamuk bakar didasar botol, sebesar 
lingkaran terkecil dari ukuran obat nyamuk utuh. Warna obat nyamuknya sudah 
agak kuning, dan serbuk-serbuknya sudah keluar. Posisi sedotan saya memang 
hingga menyentuh dasar botol. Warna Coca Cola-nya sendiri tidak terlhat jelas 
karena selain gelap, warnanya memang hitam.

Kemudian saya marah. Tiga orang tukang nasi goreng saya marahin. Kemudian semua 
orang yang ada di situ ikut melihat Coca Cola yang saya minum.

Efek selanjutnya?

Sesudah marah, saya meminta teh dari teman saya dan berusaha untuk memuntahkan 
apa yang telah saya minum. Tapi tidak bisa, karena kondisi perut saya yang saat 
itu sedang kosong tidak ada makanan dan minuman. Akhirnya nasi gorengnya tidak 
saya makan, langsung dibungkus. Saya ditawarkan Coca Cola yang baru untuk 
menggantinya, tapi saya tidak mau.

Setelah 10 menit meminum Coca Cola itu dada saya terasa panas. Saya langsung 
meminta ke rumah sakit (klinik Remedika Bintaro). Pada saat itu juga ke rumah 
sakit.

Setelah di periksa oleh dr. Deny, ternyata diketahui terdapat gejala keracunan. 
Langsung diambil tindakan cuci lambung untuk mengeluarkan racunnya. Dokter 
meminta asistennya membeli selang, karena di tempatnya tidak ada selang. 
Setelah itu meminta biaya kepada saya untuk membeli selang tersebut.

Setelah menunggu 30 sampai 40 menit, dada saya terasa semakin panas. Saya mau 
menangis karena menahan sakit dan berusaha untuk muntah tapi tidak keluar 
apa-apa.

Selang sepanjang 1 meter dimasukan melalui hidung sampai ke lambung untuk 
mengeluarkan racun. Dilakukan berulang-ulang sebanyak 4 kali. Saya sempat 
pingsan tapi tidak lama. Setelah dilakukan cuci lambung tersebut saya masih 
merasakan sakit, dan saya marah-marah terus.

Dokter meminta saya untuk rawat inap tetapi saya tidak mau. Saya kembali menuju 
lokasi pembelian nasi goreng. Di situ saya marah-marah sambil menanyakan Coca 
Cola itu diberi dari mana kepada tukang nasi goreng. Lalu dia menunjuk sebuah 
warung rokok. Sambil marah-marah saya juga menanyakan kepada pemilik warung 
tersebut Coca Cola yang tadi saya minum.

Pedagang rokok itu mengatakan sudah dibuang. Saya kemudian menanyakan apakah 
anda memasukan obat nyamuk dalam botol Coca Cola yang saya minum. Pedagang itu 
menjawab tidak, akhirnya saya pergi ke kantor polisi. Sekitar 4 polisi ikut 
bersama saya ke tempat pembelian nasi goreng tadi.

Akhirnya tukang nasi goreng beserta pemilik warung dibawa ke kantor polisi. 
Saya menanyakan kembali kepada pemilik warung, dimana kamu membuang Coca 
Colanya. Dia menunjukkan lokasinya, dan di sana terlihat ada bekas remukan obat 
nyamuk seperti habis diinjak dan berwarna hijau.

Bagaimana dengan Coca Cola sendiri?

Besok paginya sekitar jam 09.00, saya dibantu asisten menghubungi Coca Cola. 
Tapi saya kecewa karena ketika menghubungi pihak Coca Cola mereka baru bisa 
datang sekitar jam 14.00. Yang bikin saya kecewa atas pengaduan saya itu 
ternyata tidak ada permintaan maaf dari pihak Coca Cola pada saat itu.

Mereka malah mengatakan bahwa Coca Cola sistemnya bagus. Bagus seperti apa? 
Seperti ada obat nyamuknya?. Mereka juga mengatakan ini (Coca Cola yang 
Masaharu minum) bukan produk Coca Cola. Sambil marah saya katakan, kalau 
sistemnya bagus akan memuaskan konsumen.

Mengapa anda memilih jalur hukum?

Bagaimana bila produk Coca Cola itu diminum oleh anak-anak. Bagaimana bila anak 
tersebut pulang ke rumah dalam keadaan kesakitan dan kemudian mati? Apa yang 
akan anda lakukan bila sistemnya tidak diperbaiki?

Menurut saya, bila tutupnya sudah rusak sebaiknya harus ditukar. Kalau di 
Jepang tutup yang sudah dibuka tidak bisa dipergunakan lagi. Produk Coca Cola 
di Jepang sebagian besar tidak dalam bentuk botol, tetapi dalam bentuk kemasan 
seperti air mineral. Tutup botol seperti ini (botol) memudahkan orang membuka 
dan menutup kemasan botol kemudian memasukan sesuatu ke dalamnya. Coca Cola itu 
sudah internasional.

Awalnya saya menginginkan pihak Coca Cola meminta maaf melalui media atas
kelalaiannya, tetapi ternyata mereka tidak mau. Mereka sempat 4 sampai 5 kali 
datang ke rumah saya dan memberi 2 kardus Coca Cola. Tapi tidak ada orang yang 
mau meminum. Bukan meminta maaf kepada saya tetapi kepada masyarakat Indonesia.

Salah satu utusan Coca Cola pada saat itu mengatakan, selama 13 tahun bekerja 
tidak pernah ada komplain seperti ini. Menurut saya itu bohong sekali. Saya 
justru kaget ternyata ini hanya terjadi pada diri saya.

Soal biaya pengobatan?

Mereka meminta saya untuk berobat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) saja, 
tetapi saya tidak mau. Saya mau berobat ke Jepang, sebab pada saat itu saya 
belum mengerti bahasa Indoesia dengan baik padahal saya sangat menginginkan 
informasi yang sangat jelas dan akurat mengenai keberadaan penyakit saya 
akibat meminum Coca Cola itu.

Saya meminta US$ 30.000 untuk pengobatan serta ongkos pulang pergi. Saya
bersikeras mau pulang, tetapi mereka melarang saya untuk berobat ke Jepang, dan 
tetap menyarankan saya untuk berobat ke RSPI. Saya ingat, ketika berobat ke 
Bintaro, saya menghabiskan biaya sebesar Rp. 500.000 dan sampai saat ini belum 
ada penggantian.

Bagaimana jika kasus ini terjadi di Jepang?

Di Jepang bila ada kasus seperti ini, pihak direksi perusahaan tersebut 
langsung meminta maaf kepada seluruh warga melalui TV dan media massa lainnya. 
Mereka juga akan menarik semua produknya dari peredaran. Dalam kasus ini Coca 
Cola Indonesia sombong sekali. Tidak minta maaf, tidak ada penggantian, sombong 
sekali.

Di Jepang, bila saya keracunan Coca Cola dibawa ke Rumah Sakit. Lalu Rumah 
Sakit yang melaporkan ini ke polisi karena saya dalam kondisi sakit. Dalam 
waktu singkat polisi akan datang dan memanggil pihak Coca Cola. Besoknya akan 
ada penarikan produk dari peredaran diikuti dengan permintaan maaf.

Saya bukan kambing bukan sapi, bila meninggal bagaimana? Harga nyawa manusia 
itu mahal tidak ada harganya, tolong dihargai ini nyawa manusia.

Harapan anda dalam kasus ini?

100 persen menang. Kenapa? Ini dilakukan untuk orang Indonesia juga bukan saya 
sendiri. Bila saya tidak menang maka ini jstru tidak bagus bagi warga 
Indonesia. Kalau saya menang berarti masyarakat Indonesia menang.(djo) 
(news from cache) 
http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/01/tgl/13/time/9023/idnews/272299/idkanal/10


 Yahoo! Messenger
- Log on with your mobile phone!

Kirim email ke