wah kapan yah buka pendaftaran baru :D~~~ ----- Original Message ----- From: "Wenny" <[EMAIL PROTECTED]> To: <balita-anda@balita-anda.com> Sent: Wednesday, March 30, 2005 12:54 PM Subject: Re: [balita-anda] Fw: Acara TV : JOE millionaire (Maaf OOT bgt)
> Emang kadang2 orang kita nih suka ajaib....ngga peka sama lingkungan...and > say sorry ya...nora... > ----- Original Message ----- > From: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]> > To: <balita-anda@balita-anda.com> > Sent: Wednesday, March 30, 2005 11:43 > Subject: [balita-anda] Fw: Acara TV : JOE millionaire (Maaf OOT bgt) > > > TV Indonesia emang paling canggih klo nyalin acara LN neh. > Maaf ya OOT bgt. > just Fyi aja. > > rgrd > > > > http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/27/UTAMA/1644210.htm > Dagangan Bernama Sayembara Cinta > > > PARA perempuan muda, cantik dan wangi, berdiri menunggu seorang laki-laki > muda turun dari helikopter berjalan menghampiri mereka. "Aku sampai mau > pingsan," komentar Tere (22), satu- satunya yang berambut keemasan ketika > menyaksikan peristiwa itu. > > GADIS dengan tinggi lebih dari 160 cm itu adalah satu dari 20 perempuan dari > berbagai latar belakang yang dipilih melalui seleksi untuk memenuhi undangan > ke Vila Atas Ombak, Bali, sebagai tamu yang diperlakukan serba istimewa. > Dalam perjalanan ke tempat tujuan dari kota masing-masing, mereka tampak > sangat gembira, tetapi bingung karena tidak tahu untuk apa diundang ke Bali. > > "Anda diundang ke sini untuk mengikuti sayembara cinta," kata Piere Gruno, > mewakili pihak pengundang. Ia menjelaskan, mereka akan diperkenalkan dengan > seorang miliarder muda, berdarah biru, bernama Marlon. Konon, Marlon baru > saja mendapat warisan sebanyak Rp 50 miliar ditambah sejumlah properti dan > beberapa perusahaan. Namun, untuk itu semua ia terlebih dahulu harus memilih > seorang perempuan sebagai pasangan hidupnya. > > Untuk itulah Piere Gruno, yang bertindak sebagai personal advisor (penasihat > pribadi) sang miliarder, mengundang mereka yang telah lolos seleksi untuk > mengikuti audisi merebut hati Marlon. > > Dari sini permainan dimulai dan dikemas dalam tayangan berjudul Joe > Millionaire Indonesia. Acara ini disiarkan RCTI mulai tanggal 18 Maret lalu > setiap hari Jumat dan Minggu. > > JOE Millionaire adalah tayangan reality show yang diklaim sebagai paling > populer di dunia. Acara yang diproduksi Fox International ini telah > diadaptasi di 13 negara. Indonesia adalah negara Asia pertama yang > mengadaptasi acara ini. > > Marlon Gerber, peselancar berdarah campuran Bali-Australia yang tinggal di > Bali, menggantikan Evan Wallace Marriot, pekerja bangunan dari Virginia, AS, > dan berpenghasilan 19.000 dollar AS setahun yang disulap menjadi Joe, si > bangsawan yang mewarisi uang 50 juta dollar AS. > > Marlon juga tidak boleh berlaku seperti Joe di AS yang tinggal serumah > dengan para perempuan itu dan bisa sesukanya mencium bibir mereka. Kata Lala > Hamid, "Joe Millionaire tidak 100 persen mengadaptasi acara aslinya," ujar > Direktur Program RCTI itu. > > Lala mewanti-wanti rumah produksi Cross Media Services yang membuat Joe > Millionaire Indonesia untuk lebih menekankan acara ini pada sisi drama > tontonan itu. Rasa sedih, bahagia, marah, dan sayang, mulai dari bahasa > tubuh sampai pandangan mata, baik yang muncul pada Marlon sebagai Joe maupun > para perempuan pesertanya yang lebih ditampilkan dalam reality show itu. > > Akan tetapi, apakah persaingan ketat yang sampai mengarah pada kekerasan > secara fisik (di balik layar) dan strategi untuk saling menjatuhkan demi > memperebutkan cinta "sang pangeran" layak disebut drama, atau lebih tepat > disebut tragedi? > > Apakah perempuan yang menyediakan diri mereka untuk ditatap dengan berdiri > berjajar dan melenggak-lenggok seperti harem di depan "sang pangeran" dalam > suatu acara malam yang dibuat mirip gambaran pada film Moulin Rouge itu > drama atau pelecehan? > > Apakah kencan khusus sebagai "hadiah" membuatkan makanan kegemaran "sang > pangeran" layak disebut drama? Bukankah eliminasi atau penolakan berdasarkan > selera sang pangeran lebih layak disebut pelecehan terhadap kemanusiaan > perempuan? > > Pernyataan "pinter saja tidak membuat seseorang berada pada posisi aman" > dari salah satu psikolog yang dikontrak khusus untuk acara itu barangkali > cukup untuk menjelaskan sifat dari tontonan ini. > > "Ini memang sekadar tontonan tentang kencan," ujar HB Naveen, Produser > Eksekutif dan salah satu penulis skenarionya. > > Di AS pun, meski Joe memberikan inspirasi untuk program sejenis lainnya, > seperti The Bachelorette dengan Trista Rehn sebagai si pencari jodoh, > tontonan itu bukan tidak menuai kritik. Berbagai media massa mengomentari > tayangan itu sebagai "penipuan, kebohongan, keserakahan, dan kebodohan". > > "Tayangan itu penuh kebohongan dan tidak jelas apa pesan yang hendak > disampaikan," sergah Gadis Arivia, feminis, doktor filsafat, dan pendiri > Yayasan Jurnal Perempuan. Ia menegaskan, "Dasar pengujian cinta bukanlah > penipuan." > > Program itu, entah sengaja atau tidak, telah dikonstruksikan sedemikian rupa > sehingga memberi kesan bahwa persaudaraan di antara kaum perempuan adalah > sesuatu yang nonsense; bahwa perempuan tak ada bedanya dengan laki-laki yang > hanya mengenal zero-sum game dalam persaingan; bahwa perempuan tak lebih > sebagai obyek. > > "Di AFI dan Indonesian Idol ada kreativitas dan kompetisi talenta. Di sini > apa?" tanya Gadis. > > Pemilihan laki-laki berdarah campuran sebagai Joe menegaskan apa yang > disebut sebagai colonialized mind, pikiran yang terjajah, karena menganggap > laki-laki bertampang bule sebagai yang paling hebat, dan, karenanya, > diperebutkan. > > Kepada para laki-laki muda diberikan gambaran bahwa perempuan tidak tulus; > tidak menginginkan laki-laki sebagaimana adanya; tak bisa dipercaya; bahwa > laki-laki harus sangat hati-hati karena perempuan hanya menginginkan uang > sehingga para perempuan itu harus membuktikan bahwa mereka bukanlah satu pun > dari jenis itu. > > "Ah ini kan acara yang isinya pertarungan cinta, bukan masalah uang," kata > Naveen. "Adakah mereka tetap mencintai Marlon meski kemudian tahu siapa > sebenarnya Marlon. Jadi, di sini yang bicara hati, dan kekayaan bukan > tujuannya," ucap Naveen ketika ditanya apakah pada akhir acara Joe dan > peserta yang dipilihnya akan mendapatkan ganti "warisan" kebohongan > berjumlah Rp 50 miliar itu. > > Mungkin memang bukan masalah uang, melainkan "pertarungan cinta". Jadi, > sebenarnya tidak jelas apa kegunaan identitas suku yang ditempelkan kepada > para peserta (pada episode selanjutnya identitas ini dihilangkan). Orientasi > seksual Joe pun dikonstruksikan tanpa melihat kenyataan adanya orientasi > seksual lain. > > Kata Naveen, tidak ada peserta yang sakit hati setelah acara ini selesai. > Bahkan, semua peserta menjadi teman baik dan pergi bersama-sama untuk > mempromosikan acara ini. "Ini adalah tontonan televisi, tak beda dengan > sandiwara," kata Naveen. > > Tontonan seperti itulah yang disebut Jean Baudrillard sebagai hyperreality; > kepalsuan ditampilkan dalam suatu realitas yang tampak sungguh-sungguh > sehingga orang tertipu. > > "Televisi menyuguhkan realitas tayangan sebagai sesuatu yang benar-benar > riil. Seperti penciptaan Disney Land untuk anak-anak. Tampaknya sangat riil, > padahal tidak," ujar Gadis seraya menjelaskan makna pencitraan dalam the > genesis of simulacra. > > Legitimasi ilmiah dalam proses pencitraan yang dilakukan dengan > mengikutsertakan para psikolog dikatakannya merupakan bagian dari > pengelabuan dan konspirasi demi kapital. > > "Tidak ada pesan positif dari tayangan seperti itu," tegas Gadis mengenai > tayangan yang dibuat dengan biaya Rp 5 miliar ini. Menurut Lala, 12 menit > slot iklan sudah terisi untuk acara yang berdurasi sekitar 60 menit dalam 26 > episode, 13 episode eliminasi dan 13 episode Behind the Scene Joe > Millionaire Indonesia. > > Pencapaian secara ekonomi tampak mengesampingkan dampaknya karena > diasumsikan masyarakat cukup paham bahwa tayangan itu sekadar sandiwara. > Padahal, menurut Gadis, dalam masyarakat dengan tingkat pendidikan yang > kurang dapat menerima informasi secara matang seperti di Indonesia, tayangan > seperti itu berpotensi membuat masyarakat mengalami disorientasi. "Tanda" > berupa tayangan akan diterima apa adanya, tanpa olahan refleksi. > > "Itulah yang disebut Baudrillard sebagai hypercapitalist mode, suatu modus > kapitalisme yang sangat canggih dan tidak mudah dihadapi karena jauh lebih > rumit dari sekadar modus yang menghadapkan buruh dengan majikan," tegas > Gadis. > > Entah apa yang sebenarnya ada di benak peserta ketika mereka memutuskan > untuk terus ikut seluruh acara ini. Seorang peserta yang berprofesi sebagai > model mengatakan akan menggunakan acara itu sebagai batu loncatan. > > Barangkali itulah hebatnya kemayaan dalam realitas tayangan seperti itu: ia > menciptakan mimpi dan janji-janji. Termasuk perubahan nasib, barangkali. Ibu > Kartini, maafkan kami.. (CP/MH) > > > > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! > ================ > Kirim bunga, http://www.indokado.com > Info balita: http://www.balita-anda.com > Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]