FYI (disclaimer : info ini sekedar utk pengetahuan)
Prof.AMINA WADUD imami sholat Jumat Bukan tempat sholatnya yg jadi perdebatan tetapi Imamnya seorang wanita. Laju informasi yang cepat dapat mengetahui kejadian di belahan dunia manapun. Minggu,20 maret 2005, perempuan imami salat di Gereja New York. Kira-kira 150 jamaah yang kebanyakan perempuan, menghadiri salat Jumat yang diimami oleh Amina Wadud, profesor pengkajian Islam di Universitas Komanwel Virginia. Profesor perempuan Amina Wadud menjadi imam salat jamaah pertama pada dekade ini. Lebih aneh lagi, salat digelar di Gereja Anglikan the Synod House of the Cathedral of St John the Divine, New York. Dr Amina Wadud Muhsin menjadi imam salat Jumat dan kotbah di Amerika, menjadi berita besar bagi dunia muslim khususnya. Karena, selama ini yang boleh menjadi imam salat Jumat hanya laki-laki dan tidak bagi perempuan. Wadud meneruskan tindakan mengimami salat, walaupun di tengah kecaman ulama dan menerima ancaman maut. Salat Jumat itu terpaksa dilakukan di gereja, karena tiga masjid di New York menolak ditempati. Bahkan, sebuah galeri seni mendapat ancaman bom terkait salat berjamaah tersebut. Kontan, tindakan Amina itu mendapat kritikan keras dari sejumlah ulama. Even tersebut menjadi pro kontra bagi masyarakat muslim. Bagaimana memahami peristiwa imam salat perempuan dalam bingkai gerakan perempuan muslim? Tanggapan beragam menjadi angin segar membaca ulang tradisi yang telah berjalan 1.500 tahun. Dr. Amina Wadud menjadi sejarah baru gerakan feminisme Islam. Bagi yang kontra, mereka mengecam dan melarang gerakan feminis yang diusung Dr. Amina Wadud. Sekitar puluhan demonstran menggelar aksi protes di luar gereja yang menjadi tempat salat tersebut. Salah seorang demonstran membawa plakat yang meminta kutukan Allah dijatuhkan kepada salah seorang penyelenggara acara itu. “Dia menodai seluruh keyakinan Islam. Jika ini adalah negara Islam, perempuan ini akan digantung,” ujar seorang laki-laki, Nussrah kepada Associated Press. Syekh Masjid Al-Azhar Kairo, Sayed Tantawi menegaskan bahwa Islam tidak mengizinkan perempuan memberikan kotbah kepada laki-laki. “Saat dia mengimami lelaki, tidak pantas mereka melihat perempuan itu yang berada di hadapan mereka,” tulis Sayed Tantawi dalam artikelnya di koran Mesir Al-Ahram. Menurut Qardawi, anggota terkemuka pergerakan Ikhwanul Muslimim yang dikenal dengan sokongannya terhadap pengebom berani mati pejuang Palestina dan diharamkan mengunjungi Amerika Serikat sejak tahun 1999, bahwa semua sekolah agama setuju perempuan tidak boleh jadi imam lelaki dalam salat. Fatwa yang disiarkan secara besar-besaran bahwa perempuan hanya dibenarkan menjadi imam salat yang dihadiri golongan perempuan saja seperti yang tercatat dalam hadis Dr Yusuf Qardhawi, seorang alim yang bukunya banyak diterjemahkan di Indonesia, mengecam Amina telah menyimpang dari tradisi Islam yang telah berjalan 14 abad. Sementara Abdul Aziz al-Shaikh, Mufti Agung Arab Saudi, menganggap Amina sebagai “musuh Islam yang menentang hukum Tuhan” (Associated Press, 19/3). sebagaimana mungkin mayoritas pria Muslim di Indonesia, masih tidak nyaman bila diimami shalat oleh wanita. Namun, adalah penting bagi kita untuk mendengarkan argumen yang dikemukakan Dr Wadud, tanpa buru-buru secara apriori menuduhnya sebagai manusia sesat yang menyesatkan. Saya, misalnya, terkesan dengan riwayat yang dituturkan salah seorang pendukung gagasan Dr Wadud bahwa Nabi Muhammad pernah meminta seorang wanita, Ummi Waraqah, untuk memimpin shalat dengan peserta pria. Ia juga berargumen bahwa Alquran tidak pernah melarang praktik wanita memimpin shalat kaum pria. Tentu saja, argumen itu terbuka untuk diperdebatkan. Namun, yang terpenting justru itu: terbuka untuk diperdebatkan. Dia perempuan pertama yang berani menarik masalah ini dari perdebatan fikih ke ruang nyata Itu, kalau Wadud salah. Kalau Wadud ternyata benar, manfaatnya jelas: kita menemukan kebenaran baru. Karena itu, terlepas dari benar atau salah, pandangan Wadud yang kontroversial sangat penting untuk dijadikan agenda isu terbuka umat Islam. Dan percayalah, Allah akan selalu menerangi jalan mereka yang berusaha mencari kebenaran dengan ikhlas. Keberatan sebagian ulama bahwa percampuan laki-laki dan perempuan dalam satu ruang shalat pun sesungguhnya kurang memiliki pijakan, semata-mata karena tempat paling suci di dunia ini, yakni Masjidil Haram (di mana ka’bah berada), laki-laki dan perempuan shalat berjamaah bersama-sama tanpa ada dinding pemisah sama sekali. Tak pernah ada ulama yang keberatan dengan bercampurnya kaum laki-laki dan perempuan dalam shalat di mesjid ini, demikian menurut Jaringan Islam Liberal. (mau liat fotonya kirim e-mail japri yahh…)