FYI. dari milis sebelah.                                                       
                                                                                
 =================================================                              
 Kisah Seorang Pemeriksa Pajak Melawan Korupsi                                  
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak              
 kalangkabut akibat prinsip hidup korupsi. Ketika misalnya, tim                 
 Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di           
 kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi sebenarnya              
 hidup tanpa korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan.                         
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih            
 menyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung.             
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA           
 di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara               
 (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan            
 kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk            
 generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi           
 yang sudah sangat lazim.Waktu itu pertentangan memang sangat keras.            
 Saya punya prinsipsatu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai            
 ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja             
 yang selalu ada dalam hati saya.                                               
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil           
 jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram.             
 Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena isteri juga              
 aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya               
 sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen                
 Keuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya,           
 tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak         
 hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah              
 tidak jadi.                                                                    
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu.            
 Saya juga sering ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten            
 dengan jalan yang kita pilih ini, pada saat kita membutuhkan maka              
 Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadi yg penting usaha dan                 
 konsistensi kita. Saya juga suka mengulang beberapa kejadian yg kami           
 alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa         
 yg penting bagi kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa               
 menjalani hidup layak. Bukan berlebih seperti memiliki rumah dan mobil         
 mewah.                                                                         
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga          
 besar misalnya, orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum            
 bahwa orang pajak pasti kaya. Sehingga mereka biasa meminta kami               
 membantu adik-adik dan keluarga. Tapi kami berusaha menjelaskan bahwa          
 kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang. Proses memberi            
 pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktu                
 bertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya         
 di Medan, saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana             
 kondisi keluarga saya, barulah perlahan-lahan mereka bisa memahami.            
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau           
 pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya          
 karir saya bisa dikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun.            
 Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi           
 sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan          
 untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat.            
 Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di           
 mata mereka buruk.Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan           
 jatuh.                                                                         
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu.               
 Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha               
 mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat bujukan atau           
 apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka pada         
 dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada             
 orang yang tidak seperti mereka.                                               
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan            
 cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan,         
 setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara             
 seperti in seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru            
 didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja pegawai         
 lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan.             
 Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu                  
 seterusnya. Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul           
 orang itu menjadi teman.                                                       
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia            
 sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau            
 bermain ke rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi              
 seperti sahabat,bahkan seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami          
 biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan               
 ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada                
 anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah             
 saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau         
 saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja         
 berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke           
 rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.            
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah               
 perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan                    
 penyimpangan sangat besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu,            
 atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling halus. Dia            
 mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka                  
 perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu,            
 dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan             
 masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak                
 adilnyakalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang           
 melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan.              
 Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain.                          
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai              
 logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan           
 dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara             
 untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika seperti ini juga             
 tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunyaanggota tim yang           
 menolak dan memintaagar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski            
 saya juga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu             
 pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu              
 sangat tidak ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Mereka ingin         
 semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika           
 sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di              
 depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa         
 upaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan.     
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabat         
 dan seperti keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, "Sudahlah,            
 Dik Arif tidak usah munafik." Saya katakan, "Tidak munafik bagaimana           
 Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten untuk tidak melakukan               
 korupsi" Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama             
 kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak sayaadalah uang dari               
 klien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan           
 sahabat itu ternyata berkhianat.Karena terus terang saya belum pernah          
 mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kacuali yang memang sudah            
 sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap.                               
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis              
 bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau.                
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa            
 pun, saya pulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada              
 isteri saya di rumah. Ketika mendengar cerita saya itu, isteri                 
 langsung sujud syukur.                                                         
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Ia lalu mengatakan, "Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah           
 saya pakai," katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya,                       
 alhamdulillah, amplop-amplo itu tidak digunakan sedikit pun oleh               
 isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan           
 di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu.         
 Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh,         
 tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang             
 jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun          
 dan diberikan hampir setiap pekan.                                             
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya         
 bawa ke kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi.      
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya           
 hingga bertaburan di lantai. Saya katakan, "Makan uang itu, satu               
 rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya            
 tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian." Mereka tidak bisa             
 bicara apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang           
 yang mereka tuduhkan. Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar          
 seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip, meski          
 tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu berjalan sampai            
 sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat                    
 tarik-menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya              
 hidup dalam kondisi terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya         
 tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidak jelas. Ada pengal aman         
 lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika saya mengalami              
 kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak                            
 kedua lahir. Saat itu persis ketika saya membayar kontrak rumah dan            
 tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang           
 rumah sakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak            
 punya uang serupiah pun.                                                       
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya mau bcara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya           
 Allah pekan depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga.          
 Akhirnya saya keluar sebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu             
 pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu teman lama di             
 rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia           
 dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia                 
 sempatkan datang ke rumah sakit. Wallahu a'lam apakah dia sudah                
 diceritakan kondisi saya atau bagaimana, tetapi ketika ingin                   
 menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit, saya malah                   
 ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas.          
 Alhamdulillah.                                                                 
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena           
 ada lipoma yang harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi           
 karena pelayanan pengguna Askes tampaknya apa adanya, dan saya kasihan         
 karena anak saya baru berumur empat tahun, saya tidak pakai Askes              
 lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga           
 agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya              
 pinjam dari mana?                                                              
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling          
 susah sekali menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata           
 Allah cukupkan kebutuhan itu pada detik terakhir. Ketika sedang                
 membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah pertemukan saya            
 dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya bagaimana          
 kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan,             
 "Kenapa tidak bilang-bilang" Saya sampaikan karena tidak sempat saja.          
 Setelah teman itu pulang, ketika ingin menyampaikan penundaan                  
 pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah dilunasi oleh teman itu.           
 Alhamdulillah.                                                                 
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan         
 keluarga besar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang              
 tadinya baik tidak memakan korupsi, tapi jatuh karena tekanan                  
 keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang pelit,              
 mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka          
 terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak          
 mau terjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya              
 berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya          
 juga bekerja sebagai guru.                                                     
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih               
 banyak dengan bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka         
 sudah puas dengan pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan                   
 pendekatan bercanda, misalnya ketika datang tim pemeriksa dari BPK,            
 BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang untuk                
 menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti           
 rantai makanan. Siapa memakan siapa.                                           
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi.              
 Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan         
 dengan bercanda, "Uang setan ya dimakan hantu."                                
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian              
 berdialog dan akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan             
 diberikan kepada masyarakat. Tapi yang seperti itu tidak banyak.               
 Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang semula mewah            
 lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali.                                       
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah           
 memeras dan tidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya             
 menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta dan              
 atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang          
 itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis           
 bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu.          
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung               
 biasanya memberi uang hari Jum?at atau akhir pekan. Istilahnya kurang          
 lebih uang Jum'atan. Atasan yang berikutnya lagi pada momen berikutnya         
 memberi juga.                                                                  
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran         
 dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari         
 atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti          
 ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa sunnah dan         
 membaca Al-Qur'an. Tetapi mereka sulit berubah. Ternyata hidup dengan          
 korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi,           
 ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena                 
 dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain.              
 Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan.           
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN.      
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika             
 keluarganya mulai sering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan             
 keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang tidak punya uang.         
 Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa              
 sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan                    
 teman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir,            
 dia ditangkap polisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun         
 selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan dipenjara.                           
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup         
 yang bersih. Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja.         
 Kiatnya hanya satu, terus menerus menumbuhkan rasa takutmenggunakan            
 dan memakan uang haram. Jangan sampai daging kita ini tumbuh dari              
 hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-mudahan Allah tetap              
 memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca).                     
                                                                                
                                                                                
                                                                                
 Sumber: (Majalah Tarbawi Edisi 111 Th. 7/Jumadal Ula 1426 H/23 Juni 2005)      
                                                                                
                                                                                





AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke