Dear mama Daffa and all, Ini saya copy-kan artikel dari nakita ttg perkembangan anak. Semoga bermanfaat.
Rukmi -Bunda Mazaya- -------------------------------------- -------------------------------------- PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS DAN KASAR Agar si kecil bisa mencapai dan melewati perkembangannya dengan normal, perlu diberikan stimulasi yang tepat sesuai usianya. Idealnya, perkembangan motorik kasar dan halus si kecil akan diamati setiap berkunjung ke dokter spesialis anak dengan melakukan beberapa tes; apakah anak sudah bisa melakukan suatu gerakan A, misal. Dengan begitu, ketika ada keterlambatan, dokter langsung dapat mengintervensi dan memberi saran pada orang tua. Tes yang umum dilakukan untuk memantau perkembangan motorik adalah tes Denver. Tes ini membagi perkembangan anak jadi empat, yaitu perkembangan personal sosial, perkembangan bahasa, serta perkembangan motorik kasar dan motorik halus adaptif. Perkembangan bayi akan diamati setiap 1 bulan sekali. Sedangkan balita, atau tepatnya setelah anak menginjak usia 2 tahun ke atas, cukup 3 bulan sekali. Tes Denver ini, terang Ika Widiawati, lulusan Fakultas Psikologi UI, semacam checklist untuk mempermudah pemantauan akan perkembangan anak. Apakah anak sesuai dengan perkembangan usianya saat itu atau tidak. "Kalau misalnya anak terlambat, kita harus tahu pasti, bagian mana yang terlambat. Apakah perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa atau personal sosialnya." Bila sudah diketahui, misal, "O, anak ini hanya perkembangan motoriknya saja yang terganggu, yang lain sesuai." Maka terapinya akan ditekankan ke situ. Namun, jangan buru-buru menganggap si kecil mengalami kelainan, karena siapa tahu yang jadi penyebab justru kurangnya stimulasi. Itu sebab, bila terjadi keterlambatan, kita harus tahu persis penyebabnya. "Tak heran seorang psikolog akan bertanya bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya. Bukan tak mungkin orang tua yang overprotective akan membuat anak sulit berkembang. Kalau ini masalahnya, jelas orang tuanya yang perlu diterapi. Harus di beri penjelasan tentang dan cara-cara melakukan stimulasi pada anak." Tapi kalau semua perkembangan anak terlambat, dari perkembangan bahasa, personal sosial, motorik kasar dan halusnya, maka anak dinyatakan mengalami retardasi mental/keterbelakangan mental. Misal, anak usia 3 tahun namun kemampuan motorik halus, kasar, termasuk berbahasa dan sosialnya, masih setara dengan anak usia 1 tahun 8 bulan. Yang jelas, bila masalahnya berhubungan dengan motorik kasar, anak akan menjalani fisioterapi. Sedangkan jika masalahnya pada motorik halus, ia akan menjalani terapi okupasi. Untuk keterlambatan bahasa, tentu anak akan menjalani terapi wicara, dan sebagainya. Nah, seperti apa perkembangan motorik kasar dan halus si batita? Yuk, kita, simak bersama di bawah ini, merunut tes Denver yang sudah dimodifikasi. Selanjutnya, amati apakah perkembangan si kecil sudah sesuai. Jangan lupa, beri stimulus agar ia bisa mencapai tahap-tahap perkembangan yang harus dilaluinya. Tentunya dilakukan sambil bermain, ya, Bu-Pak. Faras Handayani.Foto: Iman Dharma (nakita) Sampai Usia 2 Tahun 9 Bulan Harus Bisa Membuat Menara Hingga 6 Kubus Perkembangan motorik halus si kecil pun bisa diamati dengan mudah di rumah. Untuk membantu tes motorik halus, saran Ika, sediakan beberapa peralatan seperti kertas, mainan kubus, bola, cangkir, beberapa butir kismis dan pinsil warna. Pemilihan pinsil warna sebaiknya dicocokkan dengan tangan si kecil yang masih mungil. Jadi, hindari pensil yang terlalu kecil karena ia belum bisa memegangnya dengan benar. Yang baik, pensil khusus yang dirancang bagi pemula atau krayon besar hingga enak dipegang. * Usia 1 Tahun Si kecil harus sudah bisa mengambil dua buah kubus, membenturkan kubus tersebut, serta memegang sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk (menjumput kismis, misal). Orang tua perlu waspada ketika menginjak 1 tahun 2 bulan, anak belum dapat menaruh kubus di dalam cangkir. Sebab, memasuki us ia ini, ia sebenarnya harus sudah bisa melakukan itu. * Usia 1 Tahun 3 Bulan Yang perlu dicermati bila si kecil belum bisa mencorat-coret. Normalnya, di usia ini bila diberi kertas dan pensil, ia akan langsung tertarik untuk menorehkan coretan di atas kertas. Walau tentu hasilnya masih amburadul dan cara memegang pensilnya pun masih salah. * Usia 1 Tahun 4 Bulan Perkembangan motorik halus anak usia ini dinyatakan terlambat bila belum bisa menjumput kismis, membenturkan dua kubus, dan menaruh kubus dalam cangkir. * Usia 1 Tahun 5 Bulan Dikatakan terlambat bila si kecil belum bisa melakukan apa yang dilakukan anak 1 tahun 4 bulan tadi, plus belum bisa corat-coret. "Bila ini sampai terjadi, salah satu penyebabnya berkaitan dengan kurangnya stimulasi. Mungkin anak sering dibiarkan saja atau terlalu sering digendong hingga ia tidak terampil. Atau bisa juga karena ada salah satu organnya yang tak berfungsi baik." * Usia 1 Tahun 6 Bulan Keterampilannya hampir sama dengan anak 1 tahun 5 bulan. Patut diperhatikan, bila anak belum bisa membuang kismis dari jari jemarinya dan membenturkan 2 kubus. * Usia 1 Tahun 7 Bulan Harus sudah bisa membenturkan 2 kubus, menaruh kubus di dalam cangkir, dan mencorat-coret. Jika belum bisa, dianggap terlambat. Hati-hati, bila ia belum bisa membuang kismis dan membangun menara 2 kubus. Beberapa anak usia ini sudah bisa membangun menara dari 4 kubus. "Untuk membangun menara ini tak tergantung latihan, kok. Kalau sudah sesuai dengan usianya, anak akan bisa dengan sendirinya dan akan senang melakukannya." Bila Ibu-Bapak ingin menguji si kecil, bilang saja, "Yuk, kita buat menara Monas. Nih, seperti begini!" Setelah diberi contoh, kita rubuhkan kembali, lalu minta ia untuk membuatnya sendiri. * Usia 1 Tahun 10 Bulan Hingga usia ini, perkembangan motorik halusnya tak berbeda jauh dengan sebelumnya. "Ketika menginjak usia 1 tahun 11 bulan, beberapa anak sudah dapat membuat menara 6 kubus sampai 8 kubus. Bahkan, ada yang bisa meniru membuat garis vertikal. Bila kita contohkan menarik garis, maka anak akan meniru membuatnya, tapi kalau belum bisa pun masih dianggap normal." * Usia 2 Tahun 3 Bulan Jangan lupa, mulai usia 2 tahun, perkembangan anak dilihat setiap 3 bulan sekali. Ketika usia 2 tahun hingga 2 tahun 3 bulan, perkembangan motorik halusnya dianggap terlambat bila ia belum dapat membuang kismis dan menyusun menara dari 4 buah kubus. * Usia 2 Tahun 6 Bulan Beberapa anak usia 2 tahun 6 bulan sudah dapat menggoyang ibu jari. Biasanya anak tak mau langsung melakukan bila hanya diminta begitu saja. 'Ayo, Dek, goyangkan ibu jarinya.' Jadi bisa dicoba dengan memintanya untuk menirukan, 'Ayo, Dek, bilang oke, seperi begini!' sambil kita mengacungkan jempol lalu digerak-gerakkan. Bisa juga dengan lagu yang berkaitan dengan ibu jari. * Usia 2 Tahun 9 Bulan Anak sudah harus bisa membuat menara sampai 6 kubus. Bahkan, rata-rata anak sudah bisa 8 kubus. * Usia 3 Tahun Ketika usia 3 tahun perlu diperhatikan bila anak belum bisa membuat garis vertikal. Beberapa anak sudah bisa menunjuk garis vertikal yang lebih panjang bila kita gambarkan. Hani Normalnya, Usia 1 Tahun 2 Bulan Sudah Bisa Berjalan Perkembangan motorik kasar si kecil bisa diamati dengan melihat keterampilannya sehari-hari. Misal, usia 1 tahun si kecil harus sudah bisa berdiri selama 2 detik, bangkit untuk duduk dan bangkit untuk berdiri. Pada usia 1 tahun 2 bulan, kemampuan tadi harus sudah ditambah dengan mampu berdiri sendiri. Normalnya, jelas Ika, di usia 1 tahun 2 bulan, anak harusnya sudah bisa berjalan. "Jika belum bisa, sebetulnya lebih disebabkan ada kecemasan. Misal, anak ketakutan karena ada trauma pernah jatuh atau karena ibunya yang takut melepaskan hingga anak tak terlatih." Sarannya, ketika anak berjalan, cukup berikan ujung jari kita padanya. Dengan demikian, anak lebih percaya diri, begitu pun orang tua. Jadi, bila di usia 1 tahun 3 bulan dan 1 tahun 4 bulan, si kecil belum bisa berjalan dengan baik, maka perkembangan motorik kasarnya dianggap terlambat. Begitu pun bila ia belum bisa berdiri kembali dari posisi membungkuk. Beberapa anak usia ini malah bisa berjalan mundur, berlari dan naik tangga. Bahkan, yang terampil bisa menendang bola di usia 15 bulan, lo. Kemampuan ini, bilang Ika, bisa saja menunjukan bakat atau keterampilan anak yang lebih advance dari anak lainnya. "Bukankah anak ada yang terampil dan ada yang clumsy? Jadi, apa yang dikerjakan anak clumsy selalu saja ada yang salah, misal, jatuh kalau berjalan atau berlari. Anak seperti ini biasanya sedari kecil perkembangan motoriknya mengalami keterlambatan sedikit. Intinya, mereka sebenarnya bisa tapi tidak terampil. Di sinilah peran orang tua untuk memberi stimulasi." BERJALAN MUNDUR Berikutnya, perkembangan anak usia 1 tahun 5 bulan hampir sama dengan anak usia 1 tahun 6 bulan, yaitu anak harus sudah bisa berjalan dengan baik dan berjalan mundur. Yang patut diwaspadai berbeda, di usia 1 tahun 5 bulan, bila si kecil belum dapat berlari masih dianggap normal. Namun ketika menginjak 1 tahun 6 bulan masih juga belum bisa berlari, maka perkembangannya dinyatakan terlambat. Soalnya, 75-90 persen anak usia itu sudah bisa berlari. Lain hal bila belum bisa berjalan naik tangga atau menendang bola overhead, masih dianggap normal Kemampuan anak 1 tahun 7 bulan masih mirip dengan usia 1 tahun 6 bulan. Anak harus sudah berjalan mundur, berjalan dengan baik, dan dapat berdiri kembali dari posisi membungkuk. Bila semua itu belum bisa, maka perkembangannya terlambat. Juga hati-hati kalau anak belum bisa berlari dan berjalan menaiki tangga di usia 1 tahun 8 bulan karena 95 persen anak sudah bisa. Menurut Ika, ketidakmampuan ini sering berkaitan dengan pola asuh yang terlalu overprotective dari orang tua. Misal, karena bentuk tangga yang curam membuat orang tua melarang si kecil naik-turun tangga. Belum lagi kerapnya orang tua melarang dengan cara menakut-nakuti, "Awas, lo, Dek, kalau naik tangga, Adek nanti bisa jatuh !" Akhirnya anak tak punya keberanian hingga ia pun tak punya pengalaman dan keterampilan untuk berjalan menaiki tangga. "Sebaiknya beri kesempatan pada anak. Tentu dengan cara mendampinginya. Kalau tidak, kapan anak terampil?" Selanjutnya, di usia 1 tahun 9 bulan, perkembangan anak dinyatakan terlambat bila belum dapat lari, berjalan dengan baik dan berjalan mundur. "Biasanya orang tua jarang menyuruh anak untuk berjalan mundur. Tapi untuk mengetahui perkembangannya, coba lakukan tes itu sekarang juga," bilang Ika. Perkembangan anak hingga usia 1 tahun 10 bulan dan 2 tahun belum berbeda jauh dengan sebelumnya. Hanya di usia ini, bila anak belum bisa berjalan menaiki tangga, sudah dianggap telat. Jadi ketika di mal, bilang Ika, anak 1 tahun 10 bulan sebenarnya sudah bisa naik tangga sendiri. "Tapi yang dimaksud bukan tangga berjalan, lo." Yang patut diwaspadai, bila anak usia ini, terutama anak laki-laki, belum bisa menendang bola. Tapi jangan khawatir bila ia belum bisa melompat atau melempar bola overhead karena masih dianggap normal. NAIK TANGGA Setelah menginjak usia 2 tahun, Denver melihat perkembangan anak tiap 3 bulan sekali. Dari usia 2 tahun, 2 tahun 3 bulan hingga usia 2 tahun 6 bulan, anak mestinya sudah bisa menendang bola ke depan, naik tangga dan berlari. Orang tua perlu waspada bila anak belum bisa melompat ke atas dan melempar bola overhead. Beberapa anak malah bisa melompat lebar dan berdiri di atas satu kaki selama satu detik. Itu sebab, jika di usia 2 tahun 9 bulan, si kecil belum bisa berjalan naik tangga, melompat ke atas dan belum bisa melempar bola overhead, maka perkembangan motorik kasarnya dikatakan terlambat. Tak demikian halnya bila ia belum bisa melompat lebar dan berdiri di kaki satu selama 3 detik, masih dalam batas normal, kok! Beberapa anak akan bisa melakukan, bila diminta berdiri di atas satu kaki selama 3 detik. Bilang saja, "Ayo, Dek, berdiri kayak bangau!" Nah, perkembangan anak ini hampir sama saja dengan anak usia 3 tahun. Hanya hati-hati kalau ia belum bisa berdiri di atas satu kaki selama 1 detik. "KOK ANAKKU BELUM JALAN JUGA?" Curiga boleh, asal jangan terlalu cemas, apalagi sampai memaksakan si kecil berlatih jalan. Kadang, anak lambat berjalan karena kesalahan orang tua juga. Wajar bila orang tua mencemaskan anaknya yang belum juga bisa berjalan. Terlebih lagi bila keluarga besar atau lingkungan sekitar kerap membandingkan perkembangan si anak dengan anak lain seusia. Takutnya, si anak tak juga bisa berjalan lantaran mempunyai cacat fisik. Merujuk teori perkembangan, 25 persen anak sudah bisa berjalan di usia 11,1 bulan, 50 persen di usia 12,3 bulan dan 90 persen di usia 14,9 bulan. "Tapi pada umumnya, usia anak berjalan tak terlalu jauh berkisar antara 16-20 bulan," ujar psikolog dari Unika Atma Jaya Jakarta, Lidia L. Hidajat, MPH. Jadi, bila anak belum bisa berjalan namun masih dikisaran usia tersebut, orang tua sebaiknya jangan terlalu cemas. Lain halnya bila anak sudah melewati batasan usia tersebut, misalnya, sampai usia 1,5 tahun belum juga bisa berjalan, "bolehlah orang tua curiga," lanjut Lidia. Tapi tetap jangan terlalu cemas, apalagi sampai memaksakan anak. Karena, terangnya, setiap anak punya ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Misalnya, ada anak yang belum bisa berjalan tapi sudah pintar omong. Bukankah menurut kepercayaan orang tua, kalau anak perkembangan bicaranya lebih dulu maka perkembangan berjalannya akan belakangan? Begitupun sebaliknya. "Nah, itu menunjukkan bahwa masing-masing anak punya kecakapan sendiri-sendiri, kendati tak selalu begitu dan spesisik pada setiap anak." KEMATANGAN FISIK DAN PSIKOLOGIS Anak-anak yang dapat cepat berjalan, menurut Lidia, mungkin dikaruniai otot yang kuat karena dari kecil kebetulan kalsiumnya bagus. "Postur tubuh anak juga bisa berpengaruh meskipun tak selalu." Anak yang terlalu gemuk, misalnya, dapat membuatnya susah berjalan karena kakinya tak cukup kuat untuk menopang tubuhnya. "Tapi pada anak yang gemuk ini pun mungkin lebih karena efek pola asuh orang tua. Mungkin karena anak tak dibiarkan bersusah payah, digendong terus, tak pernah bergerak, dan sebagainya." Pada dasarnya, terang Lidia, penyebab lambat berjalan tergantung dari faktor kematangan fisik dan psikologis anak. Faktor fisik, misalnya, kekuatan otot kaki. Apakah organ kakinya sudah matang atau belum. "Bila sudah matang, dengan sendirinya anak dapat berjalan." Tapi kalau anak ada kelainan fisik semisal ototnya lemah atau cacat, maka ia akan terlambat berjalan. Menurut Dr. Hardiono D. Pusponegoro, MD dari bagian neurologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, kelainan organik atau fisik tersebut bisa karena ada gangguan di otot atau otak. "Gangguan otot kebanyakan diperoleh sejak lahir, secara genetik atau turunan, sehingga anak tak bisa berjalan," terangnya. Sementara gangguan di otak disebabkan ada kerusakan otak sehingga menimbulkan gangguan gerak. Adanya gangguan di sumsum tulang belakang juga bisa membuat anak tak bisa berjalan. Misalnya, karena jatuh dan sumsum tulang belakangnya patah. "Bisa juga terjadi kekurangan salah satu bahan kimia tertentu sebagai neurotransmitter (bahan yang membantu penyaluran rangsang antara dua sel saraf atau antara saraf dan otot), yang bekerja antara sambungan saraf tepi dan otot. Ini pun bisa menyebabkan anak lumpuh." Penyebab lainnya ialah penyakit semisal polio. Untuk mengetahui ada-tidak kelainan fisik, anak perlu diperiksakan ke dokter. Bila secara fisik anak tak mengalami kelainan dan sudah matang, maka harus dilihat pula kematangan psikologisnya, apakah anak sudah tampak keinginannya untuk berjalan "tatih". "Kematangan psikologis ini tergantung pada kesiapan diri sang anak sendiri. Meski kakinya sudah kuat tapi karena ia merasa belum waktunya atau ia belum mau berjalan, maka ia tak akan terdorong untuk berjalan," terang Lidia. Hal ini tampak jelas terlihat pada anak ekstrovert dan introvert. "Anak ekstrovert akan lebih kelihatan keinginannya. Ketika ia sudah siap berjalan, ia akan mencoba menjejakkan kakinya atau merambat." Sebaliknya pada anak introvert, lebih banyak diam dan tampak tenang. POLA ASUH Masih ada satu faktor lagi yang menyebabkan anak lambat berjalan, yaitu pola asuh orang tua. "Ada orang tua yang perhatian sekali terhadap perkembangan anaknya. Ia akan ribut bila anaknya belum bisa jalan, sehingga berusaha merangsang anaknya agar bisa cepat jalan. Misalnya, dengan memberikan baby walker atau sepatu yang berbunyi," tutur Lidia. Padahal, belum tentu si anak sudah siap secara fisik dan psikologis. "Lagipula, kalau anak sudah siap, tanpa diberi perangsang seperti itu pun anak bisa berjalan." Sebaliknya, kalau anak belum siap, biar dipaksa kayak apapun juga, dia tak akan mau jalan. Pola asuh lain yang menghambat perkembangan berjalan anak ialah sikap orang tua yang memperlakukan anak dengan nyaman. Misalnya, anak selalu digendong. "Orang tua tak pernah memberdirikan anak karena khawatir anaknya jatuh. Anak tak dirangsang menggunakan kakinya sehingga membuatnya jadi keenakan dan malas berjalan." Selain itu, bila anak tak dirangsang secara fisik maka fisiknya pun akan lambat berkembangnya. Dengan kata lain, lingkungan pun harus mendukungnya. Jangan sampai anak dipaksakan secara ekstrim untuk berjalan atau malah tak dirangsang sama sekali. "Jadi, dari segi psikologis, anak terlambat berjalan kadang karena kesalahan orang tua juga," tandas Lidia. Yang terbaik ialah orang tua yang bersikap well educated, yaitu melihat sebatas kemampuan anak. "Bila anak secara fisik belum terlalu siap dan ia pun tak menunjukkan keinginan untuk berjalan, maka orang tua tak memaksakannya." Namun tetap anak dirangsang untuk mau berjalan. Nanti kalau sudah terlihat ada keinginan anak untuk berjalan dan ototnya sudah kuat, barulah orang tua mulai melatihnya. DIBERI PERANGSANG Sebenarnya, jelas Lidia lebih lanjut, kemampuan berjalan tak perlu dilatih karena akan muncul dengan sendirinya. Yang perlu dilakukan orang tua ialah memberikan perangsangan atau stimulus. Misalnya, dengan makanan bergizi yang bisa menguatkan tulang dan otot kaki. Antara lain makanan yang banyak mengandung kalsium dan zat besi, zat-zat yang diperkirakan dapat mendukung anak untuk cepat berjalan. Kemudian, sejak kecil anak dirangsang menggerakkan badannya. Misalnya, ketika anak merangkak diberikan mainan agak jauh dari jangkauannya dan biarkan ia mengambilnya sendiri, sehingga seluruh ototnya jadi bagus. Pada tahap selanjutnya, ketika anak tampak ingin menjejak dan berjalan, orang tua membantunya. Tapi kalau si anak terlihat sudah mulai lelah, orang tua tak memaksa. Bisa juga orang tua menjadikan teman atau saudara si anak sebagai perangsang untuk anak berjalan. Misalnya, anak diajak main dengan teman/saudaranya dan mereka berdua berdiri. "Melihat teman sebayanya akan membuat anak berusaha mencoba-coba untuk berjalan." Selain itu ruang yang luas juga memberi nilai tambah untuk anak bisa berjalan, karena anak akan bebas bergerak ke sana kemari. Yang penting, pesan Lidia, orang tua jangan terlalu berlebihan dalam melatih anak berjalan. "Toh, pada waktunya anak akan berjalan dengan sendirinya. Biarlah anak tumbuh sebagaimana mestinya." Lain halnya bila anak sudah bisa berjalan tapi ia malas melakukannya, "orang tua harus turun-tangan. Orang tua harus merangsangnya terus, yakni dengan memberikan reward dan punishment." Misalnya, "Kalau kamu sudah pintar jalan, Ibu beri kue ini." Tapi jangan selalu setiap kali mau jalan diberikan sesuatu, "karena nantinya anak mau berjalan hanya kalau diberi hadiah. Tentunya ini pun tak baik. Untuk pertamanya bolehlah. Jadi orang tua perlu tahu kapan dan harus pintar-pintar pegang kendalinya." Sementara kalau anak tak mau jalan, berilah punishment namun bukan dalam bentuk fisik. Tapi dengan perkataan, misalnya, "Ade mau kue? Kalau mau, coba ini ambil sendiri," sehingga anak tahu kalau dia tak jalan maka tak akan mendapatkan kue itu. "Tapi orang tua harus konsekuen, lo. Jangan karena merasa kasihan lalu memberikannya." Punishment seperti itu lebih ke arah bila anak tak melakukan sesuatu atau tak ada upaya maka ia tak memperoleh apa yang ia mau. Anak harus merasakan bahwa untuk mendapatkan sesuatu perlu usaha. Dedeh Kurniasih . Foto : Iman (nakita) BABY WALKER BIKIN ANAK MALAS BERJALAN Menurut Lidia, seringkali orang tua salah kaprah dengan memberikan baby walker agar bisa membantu anak berjalan. "Bukannya tak berguna, tapi akan berguna untuk anak-anak yang sudah punya kesiapan. Kalau belum punya kesiapan, tetap saja anak tak jalan. Malah bisa membahayakan, menabrak sana-sini," terangnya. Para ahli kesehatan maupun psikologi anak umumnya berpendapat, baby walker tak terlalu bagus. Dengan menggunakan baby walker, anak seolah-olah hanya terpuaskan keinginannya untuk ke sana ke mari tanpa ditunjang oleh kematangan fisik. Penelitian di Amerika malah membuktikan, baby walker bukannya membantu anak bisa cepat berjalan tapi justru membuat anak jadi lambat berjalan. Karena, "anak cenderung merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah menjejakkan kakinya. Kakinya tak menjejak tapi mengayun dan alatnya saja yang berjalan, sehingga membuatnya jadi malas. Kalau anak berpikir malas maka kakinya pun jadi malas," tutur Lidia. Dedeh TRAUMA MEMBUAT ANAK "MOGOK" JALAN Menurut Lidia L. Hidajat, MPH, lambat berjalan juga bisa disebabkan anak mengalami trauma, yakni suatu peristiwa penting yang sangat mendalam dan berarti pada diri anak. "Biasanya anak kecil bisa mengingat suatu peristiwa yang dialaminya bila ia mengalaminya di usia 1,5 atau 2 tahun. Tapi kalau usianya di bawah setahun, ia belum terlalu ingat pada kejadiannya," terang Lidia. Trauma tersebut dapat menimbulkan ketakutan, kecemasan dan apapun yang mengganggu keseimbangan jiwanya. Namun, lambat berjalan yang disebabkan trauma ini hanya terjadi bila anak sudah pernah bisa berjalan dan kemudian terjadi sesuatu pada dirinya yang membuatnya "mogok", tak mau jalan lagi. "Jadi ada hal-hal luar biasa yang sifatnya traumatik. Misalnya, pernah terhanyut atau ketika kebakaran kakinya menjejak api, dan sebagainya." Tapi kalau sekadar anak pernah belajar berjalan dan terjatuh, itu jarang sekali sampai membuat anak menjadi trauma. Sebab, terang Lidia, "pada anak kecil, struggle-nya lebih besar dari orang dewasa. Sehingga, setiap kali berjalan dan terjatuh, mereka akan mencobanya kembali. Keinginannya kuat dan tak putus asa." Kendati demikian, lambat berjalan yang disebabkan trauma jarang sekali terjadi. Selain itu, trauma juga tak mudah terjadi bila tak disertai kelainan fisik. "Bagaimanapun juga anak diciptakan dengan refleks dan otot sedemikian rupa. Bila tak ada kelainan, pastilah anak tak betah untuk duduk terus," kata Lidia. Anak yang lambat berjalan karena trauma, lanjutnya, bisa disembuhkan namun tak tertutup kemungkinan bisa timbul lagi di usia selanjutnya apabila ia bertemu peristiwa serupa yang menyebabkannya trauma. "Tapi itu pun tergantung penanganan lingkungannya juga. Bila lingkungan sudah memberikan support yang bagus, jarang sampai anak itu tak bisa jalan lagi. Jadi tergantung intensitas kejadian dan derajat keparahannya juga." Lidia menganjurkan orang tua sebaiknya banyak bertanya kepada psikolog sehingga tahu bagaimana cara menangani si anak. "Jangan sampai anak perlu ditolong dan dibuat sedemikian rupa tapi malah jadi merasa tak nyaman, jadi teringat terus pada pengalaman traumatisnya, sehingga anak justru jadi semakin tak mau jalan lagi." Adapun cara menanganinya dengan terapi berjalan agar anak mau untuk menjejakkan kakinya. Karena anak yang mengalami trauma ini merasa takut untuk menjejakkan kakinya lagi sehingga ia jadi tak mau berjalan. "Sebaiknya orang tua membantu dengan permainan atau kegiatan lain yang memaksa anak menggunakan kakinya. Tapi paksaan itu tak kentara sehingga anak lupa bahwa kakinya menginjak lagi dan dia ternyata berjalan tak apa-apa." Latihan ini harus lebih sering dilakukan dan "pelatih"nya yang ideal adalah orang yang paling dekat dan dipercaya anak. Namun selama latihan tersebut, Lidia wanti-wanti berpesan agar anak jangan pernah diingatkan pada kejadian lalu yang membuatnya trauma. Kalau tidak, anak akan kembali takut untuk menjejakkan kakinya dan berjalan lagi. Latihan pun menjadi sia-sia. -----Original Message----- From: Reni [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, October 27, 2005 4:14 PM To: balita-anda@balita-anda.com Subject: [balita-anda] Tanya: Perkembangan Anak............ Importance: High Dear All Smart Parents.. mau sedikit sharing nich........ my daffa sekarang ini umurnya 8.5 bln, tapi..... hiks..hiks.... belum bisa duduk sendiri masih harus dibantu.... dan untuk perumbuhan gigi juga ,... belum.. tapi aku perhatiin dia itu aktif buanget.... apa yang kita kasih dia mau ambil. kl bendanya dijauhin diaberusaha ambil dgn "ngesot" ini kalo bermain ditempat tidur yach, dan aku juga dah coba di lantai ngga masalh dia aktif banget..tapi kenapa yach seumuran daffa belum bisa duduk.. sedangkan kalo menurut cerita temen2xku nich seharusnya seumuran anakku..itu dah ada giginya man 4/6 or dah bisa titah dll....dan aku liat sepupunya juga sama dah bisa duduk giginya dah banyak....sebenarnya it's normal or not... aku jadi takut juga..sampai terbersit apa anakku harus dibawa ke klinik tumbuh kembang balita? dear all tolong aku yah adakah yg punya pengalaman yg sama? to mba' intan, mba' uci, mba' luluk dan moms yang lain please sharingnya... and makasih yah.. oo iya my daffa beratnya sekarang itu mungkin yach dah 9 kiloan lebih persisnya sabtu ini br mau ke dsa to imunisasi.. thanks to all. Reni Nyaknyedaffa ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]