########### REFERENSI IBU MUDA Terbit setiap hari Senin  ########  


10 Cara Memotivasi Anak

Kesal karena si kecil kurang bersemangat dan cepat putus asa? Ada kok cara
bijak untuk 'mengomporinya'.


"Kenapa ya, Lala tidak seperti  Ruri," keluh Bu  Aisyah (30 tahun) suatu
ketika kepada suaminya. Ia merasa, anaknya yang masih TK Nol Besar itu
kalah jauh dengan teman sekelasnya, anak Bu  Swari itu. "Ruri sudah bisa
menulis a-b-c-d dengan lancar. Nulisnya rapi lagi.  Lala kok nggak bisa
seperti itu? Tulisannya berantakan. Nulis b juga masih sering keliru dengan
d." 
Lain lagi dengan Andri (5 tahun), anak Bu Ratri. Ia selalu rewel kalau
hendak memakai sendiri sepatu kets-nya. "Ma, gimana sih, makainya?"  
"Ah, masa begitu saja nggak bisa," ibunya menyindir. "Kan tinggal
dimasukkan saja, kakinya." 
"Nggak bisa, Ma," Andri setengah berteriak.
"Ya sudah, nggak usah pakai sepatu!"
Andri pun menangis.

***

Memang sih, tidak mudah mengharapkan anak untuk dapat melakukan sesuatu
secara cerdas, benar, apalagi cepat. Tapi, jangan salah. Pada usia
pra-sekolah, usia 3-5 tahun, sebenarnya anak punya motivasi yang kuat untuk
belajar lho! Yang sudah diperolehnya pada kurun waktu ini pun banyak. Ia,
misalnya, sudah dapat menerjemahkan ekspresi wajah orang, mengungkapkan
perasaan, membedakan mana yang salah dan benar, serta sudah punya rasa malu
dan bersalah. Yang tak kalah penting, anak juga sudah mulai ingin mandiri
dalam banyak hal. 
Jadi, yang diperlukan adalah, bagaimana agar anak bisa termotivasi dalam
proses belajarnya itu. Motivasi atau dorongan untuk melakukan hal-hal yang
ingin dilakukan, bisa timbul dari dalam diri anak, namun juga bisa
dibangkitkan dari luar. 
Nah, tugas orang tualah -- dan juga guru di sekolah --  untuk memberikan
sikap serta suasana lingkungan yang tanggap pada kebutuhan anak, sehingga
anak lebih tertantang, berupaya lebih keras, serta tidak cepat //down//.
Sepuluh cara berikut ini mungkin bisa membantu: 

1. Jangan Beri 'Cap' Negatif
Anak akan termotivasi untuk bertindak positif jika ia sadar bahwa tindakan
itu menguntungkan dirinya. Anak yang kelihatannya pemalas atau tidak
tertarik untuk melakukan sesuatu, belum tentu selamanya akan terus begitu.
Bisa jadi ia nanti akan berkembang menjadi anak yang rajin. Kita cukup
memberinya pengertian tentang manfaat yang akan diperoleh bila ia berlaku
positif. Misalnya, jika menghabiskan makanan, membersihkan tempat tidur,
atau mematikan lampu.
Karenanya, jangan memberi cap atau label negatif pada anak. Hindari
mengucapkan kalimat seperti "Pemalas!" atau "Begitu saja tidak bisa!"  Ini
akan menurunkan motivasi si anak. 

2. Hargai Keunikan Anak
Anak akan berkembang baik bila keunikan atau perbedaannya dihargai. Dalam
belajar, misalnya, minat dan juga kecepatan tiap anak berbeda, seperti
kasus Lala dan Ruri di atas. 
Nah, orang tualah yang mesti peka terhadap kedua hal ini. Jangan ingin
menyamakan begitu saja, sebab ini tidak ada manfaatnya bagi Anda dan anak.
Setiap anak memang berbeda, dan usia bukanlah ukuran mati dalam
perkembangan. 

3. Jangan Ditarget, //Please// 
Perkembangan anak mesti melalui tahap demi tahap. Jika ia telah menguasai
tahap yang terdahulu, ia akan lebih mantap di tahap berikutnya. Orang tua
tidak boleh mendidik anak berdasarkan target. Jangan memaksa anak menulis
yang bagus. Siapa tahu memegang pensilnya belum benar? 

4. Beri Dorongan, Bukan Larangan 
Kurangnya dorongan orang tua bisa merugikan si anak. Sebab usia 3-5 tahun
adalah masa keemasan (//golden age//) bagi anak. Apalagi kalau rasa
keingintahuannya yang besar itu dimatikan. Lebih baik, misalnya, memberinya
lingkungan yang nyaman. Jika si kecil bilang ia lebih suka menggambar di
ruang tamu atau di meja makan, biarkanlah. Jangan langsung melarangnya
dengan berteriak, "Jangan di situ!" atau "Apa yang kamu lakukan, heh?" akan
menjadi pukulan bagi si kecil. Biasanya ini pula yang membuatnya
//ngambek// atau mogok.

5. Cek Juga Faktor Lain
Sudah diberi dorongan, tapi masih juga lesu, tak bangkit motivasinya?
Jangan-jangan si kecil kurang gizi. Perkembangan intelektual, fisik, emosi,
serta sosial anak saling berpengaruh satu sama lain. Jika salah satu
terganggu, yang lain juga terpengaruh. Anak yang kurang gizi, misalnya,
selain terganggu fisiknya, misal jadi lemah, lesu, juga akan terganggu
perkembangan intelektualnya. 

6. Fokuskan Pujian
Pujian itu penting. Tapi yang lebih penting lagi, harus terfokus. Anak-anak
pun bisa mengerti lho, jika orang tua memuji tapi cuma untuk basa-basi.
Jadi, tidak cukup hanya mengatakan "Bagus!" saat si kecil menunjukkan hasil
gambarnya. 
Mungkin lebih baik mengatakan, "Ouw, garis yang kamu buat itu lurus
sekali!" atau "Wah, kombinasi warna biru dan kuning ini pas sekali!" Dengan
cara ini, ia tahu bahwa Anda memberi perhatian. Dan mereka akan bekerja
lebih keras lagi di lain waktu.

7. Beri Hadiah yang Tepat
Untuk menumbuhkan motivasi, dorongan yang diberikan orang tua bisa dalam
bentuk hadiah. Namun ini hanya berdampak positif jika diberikan pada saat
dan tempat yang tepat. Misalnya, akan dibuatkan kolak jika ia bangun lebih
pagi. Atau boleh bermain lebih lama jika ia bisa menyelesaikan PR lebih
awal. Dorongan dari luar ini diharapkan dapat berkembang menjadi dorongan
dari dalam diri setelah anak tahu manfaat perilaku positif tersebut.
Sering, orang tua berjanji akan memberikan sesuatu yang besar kalau si anak
berhasil. Misalnya, membelikan sepeda kalau anak menjadi ranking satu.
Kalau tidak, ia tak akan dapat apa pun. Cara seperti ini tidak baik, sebab
hanya membuat si anak cemas saat hendak menghadapi ujian. Ia pun akan
benar-benar sedih kalau gagal.

8. Beri Hukuman yang Bermanfaat
Misalnya, tidak mengajaknya ke mal jika ia suka bermain korek api, pisau,
atau gunting. Mungkin anak akan menghentikan kebiasaanya meski tak tahu
kenapa mesti begitu. Namun lama-kelamaan perilaku itu akan berhenti bukan
karena adanya 'ancaman' dari luar, namun lantaran tahu ada bahaya di balik
hobinya itu. 

9. Hargailah, Meski Acak-acakan
Meskipun gambar yang dibuat si kecil menurut orang tua cuma coret-coretan,
hargailah. Sebab bagi anak, gambar itu sangat berarti baginya. Sebaiknya
kita tidak pesimis -- apalagi apriori -- terhadap upaya anak. 

10. Jangan Berharap Terlalu Tinggi
Anak tidak perlu harus selalu menjadi nomor satu atau yang ter... di
lingkungan sebayanya. Jika ingin si kecil berprestasi dalam olahraga,
ingatlah bahwa di usia pra-sekolah, olahraga bukanlah untuk menumbuhkan
semangat berkompetisi yang tinggi, atau mempertandingkan kemampuan fisik.
Namun untuk lebih untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan kerja
sama. Memintanya agar ia selalu berprestasi bukan hanya berharap terlalu
tinggi, tapi bisa jadi juga 'salah alamat'.  b TG/dari berbagai sumber




****************************************************************************
****************
Tabloid IBU&ANAK, Gedung Thawalib, Jl. Kramat II No. 13-E Jakarta 10420
Tel: (021) 3925873, 3925878, 3925889 Fax: (021) 3925508
                           email: [EMAIL PROTECTED]
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

------------------------------------------------------------------------
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, kirim email ke: 
[EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet



Panduan Menulis Email yang Efektif http://hhh.indoglobal.com/email/ 






Kirim email ke