Mas Idris,
Kalau menurut saya.....bila pertanyaannya hanya untuk konteks cerita
ini...jelas yang mencari nafkah adalah suami, karena hanya suami yang
bekerja dan membiayai kebutuhan rumah tangga. Peran sang istri di sini
adalah sebagai manajer keuangan rumah tangga, karena ia yang mengatur semua
aktifitas keuangan rumah tangga...termasuk untuk menabungkan kelebihan uang
belanja.
Jadi, pencari dan pengumpul materi untuk nafkah tetap suami dan istri
sebagai pengelolanya.
Demikian mungkin ada yang lain ? Terima kasih.

Salam,
dhani, bunda Raka&Rayi

> ----------
> From:         Nasrullah Idris[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     [EMAIL PROTECTED]
> Sent:         20 April 2000 8:40
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      [balita-anda] Siapa Di Sini Yang Mencari Nafkah : Suami atau
> Istri
> 
> Berhubung besok adalah hari Kartini ... sementara di sini banyak ibu maka
> izinkan saya ingin membahas masalah anggaran belanja rumah tangga. Begini
> :
> 
>      "Mencari nafkah keluarga" sering diidentikkan dengan "mencari uang
> tunai".
>      Misalkan Budi  yang sudah satu tahun bekerja di sebuah perusahaan
> dengan gaji enam juta rupiah per bulan itu menikahi Dewi "Tehnik Industri"
> yang baru saja diwisuda sebagai sarjana "Tehnik Industri".
>      Menjelang pernikahan, Budi menyarankankan, "Sudah. Nanti kalau sudah
> jadi istri saya, kamu nggak usah kerja deh. Biarlah saya yang mencari
> nafkah. Kamu jadi ibu rumah tangga saja. Semua gaji akan serahkan kepada
> kamu. Kamu yang ngurus. Paling-paling saya hanya ngambil untuk uang bensin
> dan rokok".
>      Singkat perkawinan mereka sudah berlangsung dua tahun serta sudah
> dikaruniai seorang bayi.
>      Berkat pengetahuan ekonomi, manajemen, dan bisnis yang sangat
> dikuasainya, malah bisa menerapkannya dalam kehidupan rumah tangga, Dewi
> bisa melakukan efisiensi/efektivitas dalam anggaran belanja rumah tangga
> tanpa mengurangi kualitas barang-barang belanjaan.
>      Malah ia bisa menghemat sekitar dua juta rupiah per bulan untuk
> kemudian ditabungkan. Dikatakan menghemat  karena kalau belanja diserahkan
> kepada Budi mungkin akan tekor. Maklumlah, Budi dalam berbelanja susah
> untuk
> berpikir ekonomis.
>      Misalkan Budi sebelum menikah, setiap kali belanja masakan di
> restoran
> tidak kurang menghabiskan 30.000 rupiah. Padahal oleh Dewi,  dengan 20.000
> rupiah saja sudah bisa menghasilkan masakan yang setara. Malah bisa
> dinikmati oleh mereka berdua.
>      Yang menjadi pertanyaan berdasarkan cerita fiksi di atas : Mengapa
> masyarakat cenderung menganggap yang mencari nafkah keluarga itu adalah
> Budi? Termasuk sanak familinya.
>      Malah ada juga istri semacam itu tetap menganggap yang mencari nafkah
> itu adalah suaminya.
>      Sementara ada juga suami semacam itu tanpa disadari menganggap
> efisiensi/efektivitas anggaran belanja oleh sang istri tersebut bukan
> sebagai bagian dalam mencari nafkah.
> 
> Salam,
> 
> 
> 
> Nasrullah Idris
> ----------------------
> Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi
> http://bdg.centrin.net.id/~acu
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
> ->Aneka kado pilihan untuk anak, http://www.indokado.com/kado.html 
> Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 

Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
->Aneka kado pilihan untuk anak, http://www.indokado.com/kado.html 
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]











Kirim email ke