ada cuplikan dari milis sebelah nih...
untuk bahan renungan bagi kita kaum ibu yg bekerja...

salam 
mama Juang & aziz


Subject:  Mahalnya sebuah karir seorang Direktris


-

 Naudzubillah Min  Zalik,
 Ya Tuhan, jauhkan kami dari  cobaan yang seperti ini. Sulit bagi kami 
para
kaum
Hawa untuk berkata-kata dan  membela diri pada masa sulit seperti sekarang
ini.
Ya Allah, Ingatkan dan beri  petunjuk pada kami, agar selalu berada di
jalanmu
dan menuruti semua petunjukmu.  Amien
-------
Temen-temen, aku kok  merinding ya baca E-Mail ini. Yah, semoga kita bisa
ambil
hikmahnya dari cerita  ini.
 Salam,
Erien


Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan direktur sebuah  perusahaan
multinasional.Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang  yang
berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih maka
saya
akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan menganggap
apa
yang saya raih sungguh sia-sia.Semuanya berawal ketika putri saya
satu-satunya
yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena overdosis  narkotika.
Sungguh
hidup saya hancur berantakan karenanya, suami saat ini masih  terbaring di
rumah
sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan karena  memikirkan
musibah
ini. Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi  berat dan
sekarang
masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia  juga merasa
sangat
terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa  saya
harapkan.
Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah
pembantu kami. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba. Mungkin
terdengar
aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak begitu hebat pada 
putri
kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia
telah
ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni berumur 2 
tahun.
Bahkan bagi Maya dan Doni , bik Inah sudah seperti ibu kandungnya sendiri.
Ini
semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia
meninggal.
Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku 
hariannya
berisi hal ini.Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena kelelahan
dan
diopname di rumah sakit selama 3 minggu ) Maya hanya menulis singkat 
sebuah
kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama sakit di Rumah sakit" , hanya itu
saja.
Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul.
Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.Begitu sedikitnya waktu 
saya
untuk Doni,Maya dan Suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak saya 
lebih
banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka.
Berangkat
jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian bahkan mungkin lebih. Ketika
sudah
sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan urusan mereka.
Memang
setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun sepertinya itu
hanya
seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin tiba saya dan suami sudah
seperti "robot" yang terprogram untuk urusan kantor.Sebenarnya ibu saya
sudah
berkali-kali mengingatkan saya untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA
namun
selalu saya tolak, saya anggap ibu terlalu kuno cara berpikirnya. Memang
Ibu
saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang
anaknya.Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu 
katanya
sangat baik. Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir
dan
penghasilan. Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti
bekerja
dan mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana
kebutuhan
hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya
sekolah
tinggi-tinggi ?. Meski sebenaranya suami saya juga seorang yang cukup
mapan
dalam karirnya dan penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya
menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua
minggu
semuanya kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus saya. Dan
kembali
saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka toh teman yang
lain
di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan dengan anak lebih
penting
dari kuantitas "selalu menjadi patokan saya.Sampai akhirnya semua terjadi
dan
diluar kendali saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya sempat 
tersadar.
Maya
berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba dan saya tidak
mengetahuinya!
Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga. 
Waktu
itu
bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan kembali ke
desa
untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia ditinggal mati
suaminya.Namun karena Maya dan Doni keberatan maka akhirnya kami putuskan
agar
Bagas dibawa tinggal bersama kami. Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini
sangat
dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak begitu saya perhatikan.
Akhirnya semua terjadi ,setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua
minggu ,
bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya saya  juga
baru
tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di Rumah
Sakit.Memang
Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke Singapore  untuk
berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk
stadium 4
kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami.
Dari
sini saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka,sudah seperti
ibu
kandungnya! menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan
mereka saja ke dunia.Tragis.
Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya sering saya amati kalau
lagi
kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa bik
Inah.
Atas  desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan  Bagas 
sebagai
kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan belajar di 
pesantren.
Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara itu padahal dia
paling
susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya atau ayahnya. Dan difoto
"keluarga" itu tampak bik Inah,Bagas,Doni dan Maya tersenyum bersama. Tak
pernah kami lihat Maya begitu senang seperti saat itu dan seingat saya
itulah
foto terakhirnya.
Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat
merisaukannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta.Namun sebatas
itu
yang kami lakukan setelah itu saya kembali berkutat dengan urusan kantor.
Dan dihalaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah. Maya
menulis :
"Ya Allah kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa yang bangunin
Maya,
siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut Maya kalau pulang
sekolah,
Siapa yang ngingetin Maya buat sholat, siapa yang Maya cerita kalau  lagi
kesel
di sekolah,siapa yang nemenin Maya kalo nggak bisa tidur..........Ya Allah
,
Maya kangen banget sama bik Inah "
Astagfirullah bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik
Inah
? Sungguh hancur hati saya membaca itu semua,namun semuanya sudah 
terlambat
tidak mungkin bisa kembali, seandainya semua bisa berputar kebelakang saya
rela
berkorban apa saja untuk itu.Kadang saya merenung sepertinya ini hanya
cerita
sinetron di TV dan saya pemeran utamanya. Namun saya tersadar ini real dan
kenyataan yang terjadi.
Sungguh saya menulis ini bukan berniat untuk menggurui siapapun tapi
sekedar
pengurang sesal saya semoga ada yang bisa mengambil pelajaran darinya.
Biarkan
saya yang merasakan musibah ini karena sungguh tiada terbayang
beratnya.Semoga
siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan "prioritas  hidup dan
tidak
salah dalam memilihnya". Biarkan saya seorang yang  mengalaminya.
Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy dan mencoba aktif
ikut
dipengajian-pengajian untuk menentramkan hati saya. Berkat dorongan 
seorang
teman saya beranikan tulis ini semua. Saya tidak ingin tulisan ini sebagai
tempat penebus kesalahan saya, karena itu tidak mungkin!. Dan bukan pula
untuk
memaksa anda mempercayainya, tapi inilah faktanya. Hanya semoga ada yang
memetik
manfaatnya. Dan saya berjanji untuk mengabdikan sisa umur saya untuk suami
dan
Doni. Dan semoga Allah mengampuni saya yang telah menyia-nyiakan amanahNya
pada
saya. Dan disetiap berdoa saya selalu memohon
"YA Allah seandainya Engkau akan menghukum Maya karena kesalahannya,
sungguh
tangguhkanlah Ya Allah, biar saya yang menggantikan tempatnya kelak,
biarkan
buah hatiku tentram di sisiMu". Semoga Allah mengabulkan doa saya.(
Jakarta,
Januari 2002).






<Disclaimer> :
This e-mail is confidential. If you are not the intended recipient you
must not disclose, distribute or use the information in it as this could
be a breach of confidentiality. If you have received this message in
error, please advise us immediately by return e-mail and delete the
document. The address from which this message has been sent is
strictly for business mail only and the company reserves the right to
monitor the contents of communications and take action where and
when it is deemed necessary. Thank you for your co-operation.

Kirim email ke