Halo bung Kris Tan, lama tidak bersua. Jikalau dibandingkan antara filsafat Buddhisme dengan Rujia memang banyak yang bertentangan. Misalnya konsep selibat dengan konsep bakti terhadap leluhur mengenai kewajiban untuk meneruskan garis leluhur.
Namun secara sejarah, di kalangan rakyat awam sinkretisme itu terjadi. Jadi kurang tepat kalo Kris Tan mengatakan tidak dapat digabungkan. Jangan lupa di rakyat awam berkembang budaya pragmatisme. Yang berguna dipakai, yang dianggap tidak berguna tidak dipakai. Jadi ada seleksi dan sinkretisme alami yang berkembang. Contohnya saja, keluarga Tionghua mengembangkan budi pekerti dan tata susila Rujia. Anak-anak mereka diberikan pendidikan san zi jing, di zi gui, sishu wujing. Tetapi mereka juga tidak absen memberikan donasi kepada bhiksu di vihara. Mengadakan upacara chaodu (pelimpahan jasa) ke leluhur. Juga kalau mengalami permasalahan yang rumit tidak lupa meminta tolong jasa tosu misalnya masalah hitung menghitung, masalah pernafasan dan permasalahan supranatural. Kalau di tataran elit kaum terpelajar atau yang biasa disebut kaum Shi, memang Rujia sangat dominan. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga mendalami filsafat Buddhisme dan Taoisme. Wang Wei misalnya, sang sastrawan agung ini sangat mendalami filfasat zen (Chan). Lalu menurut para akademisi, dua buku utama Taoisme (sengaja tidak sebut nama) sebenarnya adalah kumpulan hasil pemikiran para kaum terpelajar terhadap Dao. Kalau yang minimal meniru para kaum terpelajar jaman dulu itu atau memang menjalani kehidupan seperti mereka, pasti akan mengerti. Saat matahari bersinar maka tata susila budi pekerti sosial akan dijalankan. Saat bulan bersinar dan menyendiri di ruang baca maka akan merenungi kehidupan dan mencari kebenaran agung yaitu Dao itu sendiri. Hasil-hasil pemikiran akan Dao inilah yang kemudian dikompilasi menjadi dua buku agung yang kemudian digabung menjadi satu buku sakti. Dan seperti sifat Dao yang misterius, proses kelahiran buku sakti nan agung itu juga telah diselimuti oleh legenda dan dongeng. Hormat saya, Yongde -- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, kris tan <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > Kawan kawan minta izin berkomentar sedikit, >  > Samkau sekarang lebih dikenal sebagai Tridarma, di Indonesia sejak tahun 1956 teman2 Khonghucu secara organisasi memisahkan diri dari Samkau karena didalam Samkau ada sedikit keculasan dari teman2 Budhisme yang terlalu dominan sehingga teman2 Khonghucu membentuk organisasi yang sekarang dikenal dengan Matakin ( Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) >  > secara historis, teologi dll Budhisme bagaikan langit dan bumi dengan Khonghucu jadi ini jelas2 tidak dapat disatukan/digabungkan menjadi sebuah bentuk sinkretisme. >  > untuk bung Jakson Ang untuk kasus Khonghuc agama atau bukan ialah hak penganutnya untuk mengklaim agamanya masing2. Anda sebagai orang yang kaga ngerti tentang Khonghucu jangan sekali2 berkomentar mengatakan Khonghucu bukan agama. saya peringatkan anda next time tidak mengulangi hal itu. jika anda masih mengulanginya maka dengan berat hati saya katakan bahwa agama apapun yang anda peluk sekarang ini dimata saya bukanlah sebuah agama bahkan mungkin ajaran yg gak jelas juntrungannya. >  > sekian dulu jika ada yang ingin menambah, saya seiap berdiskusi lebih lanjut >  > # Tan > > > ___________________________________________________________________________ > Dapatkan nama yang Anda sukai! > Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. > http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/ >